Merasa keberatan karena sudah berjalan selama lima tahun, dan tidak tahu cara memutus donasi, akhirnya ia memuat kasus yang dialaminya ke media sosial. Ternyata kasus itu juga dialami banyak netizen lainnya.
Pencari donasi selalu berdalih untuk pelayanan publik, pendidikan, lingkungan, panti sosial, dan sebagainya. Mereka (Mas-mas atau Mbak-mbak) biasanya beroperasi di area publik, di seputar mal, supermarket, di area stasiun kereta api-menurut informasi, selain di Yogyakarta, mereka juga beroperasi di stasiun Gubeng, dan stasiun Solo Balapan.Â
Mereka pandai berbicara, nyaris sama dengan sales yang tengah menawarkan dagangan agar segera laku. Terindikasi bahwa mereka marketing berkedok donasi, mendapat bonus (pasif income) dari setiap donasi.Â
Solusi terakhir yang diambil demi memutus donasi berbau tipu-tipu itu adalah dengan mengganti rekening baru. Tidak ada cara yang lebih baik lagi.
Agar tidak terjebak dengan donasi tipu-tipu, disarankan agar kita cuek, sok sibuk, tidak punya waktu, tengah terburu-buru, saat didekati orang yang menawarkan donasi, terlebih jika dengan sistem auto debet.
Beberapa tahun lalu, saya juga sempat iba terhadap ibu-ibu buruh penggendong barang belanjaan di Pasar Kranggan, Yogyakarta. Di tangannya ada nangka besar yang digendong. Beberapa orang yang ditawari selalu menolak.
"Mangga Den, nangka manis, dipundut. Artanipun badhe kangge tumbas obat (Silakan Den, dibeli, nangka manis. Uangnya mau saya gunakan untuk membeli obat)," rayunya memelas.
Tentu saya merasa iba. Sebentar kemudian saya mengeluarkan uang untuk sekadar beramal bagi ibu tua untuk berobat.
Malangnya, esok hari, saat nangka dibuka, hanya dipenuhi damen (serat) nangka. Nyaris tidak ada buah yang bisa dimakan.Â
Pantas saja banyak orang yang menolak saat ditawari. Mungkin dari bentuk, bau, atau warna nangkanya mereka tahu kalau nangkanya tidak bagus. Apa pun situasinya, saya tetap ikhlas dan tidak berpikiran negatif, toh niat saya ingin beramal.
Sekarang saya bercermin kepada Ibu Negara Omah Ampiran yang beramal dengan langsung memberikan sebagian rezeki kepada perempuan tua yang hidup sebatang kara di desa, wanita penjual sayur, setiap hari ia menempuh perjalanan dengan sepeda tua dari Tobratan, Wirokerten, Bantul ke kota Yogyakarta (kurang lebih 10 kilometer), atau kepada bekas asisten rumah tangga yang mengalami sakit berkepanjangan.