Pepohonan yang rindang di bagian depan bangunan mendominasi halaman rumah dan ruang-ruang tepi jalan. Sampai saat ini jejak itu masih bisa kita temukan dengan sebaran pepohonan rindang  menghiasi jalan melingkar sepanjang Kotabaru.Â
Sebagai kota yang dirancang dengan baik, keberadaan Kotabaru dilengkapi  berbagai sarana dan fasilitas transportasi (stasiun Lempuyangan), kesehatan (rumah sakit DKT) , tempat ibadah (masjid Syuhada), tempat olah raga (Kridosono), dan fasilitas pendidikan (SMP Negeri 5 dan SMA Negeri 3).
Ngabuburit di Kotabaru bisa saja kita awali dengan membaca-baca buku di Gramedia, selatan perempatan Korem. Puas membaca dan memilih buku, membeli alat tulis, dilanjutkan menyusuri Jalan Suroto yang membentang di sisi timur Gramedia.Â
Di jalan ini dan berbagai jalan yang melingkari Kotabaru, bangunan-bangunan lama akan memanjakan mata. Keelokan arsitektur kolonial Belanda/Indische terjaga dengan baik, meskipun beberapa bangunan telah berubah fungsi sebagai area komersial (tempat usaha).
Kondisi itu tercipta karena Kotabaru ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya, tertuang dalam Perda DIY No. 6 Tahun 2012, Tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya, bahwa panduan arsitektur bangunan baru pada kawasan Cagar Budaya Kotabaru ditetapkan memakai gaya arsitektur Indis dan Kolonial.
Jalan Suroto juga dimanfaatkan sebagai media luar ruang yang menggambarkan toleransi masyarakat Yogyakarta. Â Saat Imlek, misalnya, ruas Jalan Suroto dihiasi dengan ornamen imlek berupa benda seni ornamen berujud naga. Begitu saat Nyepi, jalan tersebut disulap bernuansa Bali.
Di ujung selatan Jalan Suroto, dengan berjalan kaki, kita bisa berbelok ke kanan menyusuri gedung SMA Negeri 3. Di sudut lapangan, kita akan mendapati bangunan  gardu listrik  (Babon Aniem),   dibangun Belanda sebagai tempat mengatur dan membagi daya listrik  kawasan Kotabaru.Â
Didirikan sekitar tahun 1918 oleh perusahaan penyedia listrik swasta Algemene Nederlandsch Indische Electrisch Maatscapij (Aniem). Bangunan ini sekarang tampil terawat dengan dilengkapi keterangan mengenai bangunan bersejarah tersebut.
Beberapa tahun silam bangunan ini sering berganti wajah dengan  mural (grafiti) yang dibuat  para seniman dalam proyek mural Jogja.
Dari sini kita bisa lurus ke barat dan akan bertemu dengan masjid Syuhada. Tapi karena belum waktunya berbuka puasa, kita akan berjalan ke arah utara menyusuri tepian kali (sungai) Code.Â
Nah di sinilah kita akan memesan menu buka puasa di lapak-lapak/angkringan sepanjang trotoar kali Code sambil lesehan memandangi keindahan gunung Merapi atau melihat dari atas kesibukan  masyarakat di bantaran kali Code.