Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Antara Ketep, Candi Asu, dan Kabut di Selo

31 Januari 2024   10:08 Diperbarui: 31 Januari 2024   12:55 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menara Langit Merapi/Foto: Hermard

Perjalanan kali ini (29/1/2024) terasa istimewa karena dilakukan oleh para tetua (untuk tidak menyebut orang-orang lansia atau pensiunan) dan hanya diawali dengan rerasan dua hari sebelumnya. Pak Diro, pensiunan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, mengusulkan menyambangi tempat wisata Ketep yang tidak terlalu jauh, bisa dicapai dengan mudah mengendarai roda empat dari Seyegan, Sleman. Tak perlu tempat wisata mainstream karena hal terpenting bisa dolan bareng berempat dengan biaya minimalis.

Sengaja memilih hari Senin dengan harapan tempat wisata tidak seramai jika hari Minggu atau hari libur. Tetapi bagi traveler yang ingin berlibur ke Yogya, sebaiknya jangan memilih hari Senin karena beberapa tempat wisata, utamanya museum, tutup  untuk pemeliharaan benda koleksi.

Berempat: saya, Ibu Negara Omah Ampiran, Pak Sudiro beserta isteri, menembus pagi di Jalan Magelang menuju Ketep lewat Muntilan. Perjalanan sejauh hampir empat puluh kilometer, kami tempuh dalam waktu satu jam lebih, maklum perjalanan santai sambil menikmati pemandangan alam sepanjang Jalan Blabak-Sawangan yang terus menanjak sejauh tujuh belas kilometer melewati Desa Keron, Candi Asu, dan Grojogan Kapuhan. 

Konon  Candi Asu  dibangun pada 869 M saat Rakai Kayuwangi dari Wangsa Sanjaya berkuasa. Menurut  cerita rakyat setempat, Candi Asu Sengi merupakan  simbolisasi dari Dewindani, puteri raja, yang dikutuk oleh dewa karena meskipun sudah bersuami, senang menggoda pria lain. 

Karena perilakuknya yang menyerupai binatang, Dewindani dikutuk oleh para dewa menjadi seekor lembu dengan muka menyerupai asu atau anjing (baca juga borobudurnews.com).

Menara Langit Merapi/Foto: Hermard
Menara Langit Merapi/Foto: Hermard

Udara dingin terlalu tergesa menyergap kami sesampainya  di Ketep Pas yang berada pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut, di Kecamatan Sawangan. 

Mencari Merapi dan Merbabu/Foto: Hermard
Mencari Merapi dan Merbabu/Foto: Hermard
Meskipun mendung turun, tapi kami masih bisa menyaksikan keindahan kaki gunung Merbabu dan Merapi dari gardu pandang Menara Langit Merapi. Gardu pandang dengan bangunan melingkar ini membuat wisatawan bisa menyaksikan ke berbagai arah, termasuk menikmati panorama Gunung  Slamet, Sindoro, Sumbing, Telomoyo, Prau, dan Andong.

"Kalau cuaca cerah, kita bisa menyaksikan semua gunung-gunung itu," ujar salah seorang petugas  menara  pandang.

Ticket Box/Foto: Hermard
Ticket Box/Foto: Hermard
Untuk bisa naik ke menara pandang, pengunjung diwajibkan membeli tiket seharga sembilan ribu, sudah termasuk tiket masuk ke Ketep Vulcano Theater  menyaksikan pemutaran film dokumenter  "Hidup Bersama Napas Gunung Merapi", bercerita bagaimana terbentuknya gunung Merapi, arah jalur pendakian dari Selo dan pos-pos pendakian (termasuk pos Pasar Bubrah-dipercaya sebagai tempat berkumpulnya makhluk tak kasat mata), penelitian di Puncak Garuda,  letusan dahsyat Merapi dan reaksi masyarakat yang tinggal di kaki gunung.

Ketep Vulcano Theater/Foto: Hermard
Ketep Vulcano Theater/Foto: Hermard
Di bawah menara pandang Menara Langit Merapi terdapat  Vulcanoz Cafe dengan menu Pizza Fries, Salad, Sea Food, dan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun