Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Retno, Perjumpaan dengan Puisi

15 Januari 2024   06:55 Diperbarui: 15 Januari 2024   16:48 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyair yang sejak tahun 2017 tinggal di Adelaide, Australia Selatan, mengaku bahwa proses kreatifnya menulis tidak dapat dilepaskan dari proses membaca. 

Saat menulis puisi "Api Drupadi", misalnya, perempuan kelahiran 5 Juni 1988 ini tak bisa lepas dari membaca kisah Drupadi dalam karya epik Mahabharata. 

Kekagumannya terhadap sosok perempuan  kuat dan penuh pengorbanan,  lahir dari api suci (bukan dari rahim), menggugah Retno menciptakan puisi tentang Drupadi.  Pada tahun 2014 puisi ini dicalonkan menerima Penghargaan Seni dan Sastra Universitas Gadjah Mada.

Puisi-puisi karya Retno begitu kuat, baik dari segi diksi (pemilihan kata) maupun teknik pengangkapan serta pemilihan temanya. 

Tidak mengherankan jika namanya tercantum dalam buku antologi puisi bersama penyair lainnya, di antaranya Atjeh Sebuah Kesaksian Penyair (2005), Negeri Terluka (2005), Herbarium: Antologi Puisi Penyair Empat Kota (2007), Ibumi: Kisah-kisah dari Tanah di Bawah Pelangi (2008), Satu Kata Istimewa (2012),  Di Pangkuan Yogya (2013), dan Yogya Halaman Indonesia (2016).

Retno Darsi Iswandari/Foto: Hermard
Retno Darsi Iswandari/Foto: Hermard
Selain menulis, ibu dari Hugo Evans ini juga mampu membaca puisi. Tampil membaca puisi di acara Penghargaan Bahasa dan Sastra, Anugerah Seni dan Sastra FIB-UGM, Momentum for a Night with Malaysian Poet in Yogya, dan dalam peristiwa sastra lainnya.

Baginya, dunia menulis puisi dan dunia pembacaan atau pemanggungan puisi bagaimanapun adalah dua hal yang sangat berbeda. Penulisan merupakan dunia yang begitu sunyi, mesti mengambil jarak dari keramaian untuk mengerahkan seluruh perasaan dan pikiran dalam melakukan kerja penulisan. Sementara itu, dalam dunia pemanggungan, ia mendatangi dan menyambut keramaian dengan puisi-puisi. 

"Aktivitas memasuki dan keluar dari keramaian itu memberikan keseimbangan batin bagi saya," jelas Retno.

Saat ditanya mengenai penerbitan buku puisi tunggalnya, ia hanya tersipu.

"Beri saya waktu agak panjang. Semoga di tahun 2026, buku puisi saya terbit. Saya memang sudah ditagih salah satu penerbit di Yogya," tutup Retno sambil tertawa lepas.

Pertemuan di Omah Ampiran dengan suguhan cakwe, apem, kripik, manggis, nglelantur dari persoalan anak, pengaturan keuangan, tempat kuliner yang enak, sampai bagaimana menyiasati hidup yang tak sekadar nrima ing pandum...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun