Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Persimpangan Jalan

22 Desember 2023   15:21 Diperbarui: 23 Desember 2023   16:34 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lan den nedya prawira ing batin
Nanging aja katon
Sasabana yen durung mangsane
Kekendelan aja wani mingkis
Wiwika ing batin
Den samar den semu

"Tenangkan hatimu, Ndhuk. Suaramu terdengar agak gemetar. Tadi Rama Handono sekilas terlihat menggelengkan kepalanya. Pasti ada yang kurang sreg."

Kustiyah meremas tangannya sendiri. Mengusir kegelisahannya. Ia berupaya  agar tidak  gagal di tembang berikutnya. 

Matanya mengitari sekeliling.  Tanpa sengaja tatapannya beradu dengan tatapan Rama Handono yang  memandanginya  sambil tersenyum. 

Perempuan itu seketika  merasa menemukan lagi jatidirinya yang mempunyai jiwa. Ia bukan sekadar sinden, tetapi pepasren yang harus mampu memukau penonton sekaligus menakhlukan priyayi ageng yang menelanjanginya lewat sorotan mata di Sidoasih.

**

Seminggu setelah pertunjukan di joglo Sidoasih, Rama Handono mendatangi kediaman Tarman di desa Jimbar. Priyayi itu hanya bertamu sebentar dan segera meninggalkan halaman rumah Tarman mengendarai mobil sedan mulus berwarna hitam. Entah apa merk-nya.

"Rupanya Rama Handono kepranan dengan penampilanmu di Sidoasih, Ndhuk."
"Terus?"
"Dia akan memboyongmu ke Ndalem Ageng. Dan bapak tidak bisa menolak keinginannya."

Betapa bahagianya Kustiyah. Hatinya bergetar. Ia akan menjadi penghuni Ndalem Ageng. Sebuah tempat yang diimpikan para sinden dari segala penjuru.

"Adakah nasib yang lebih baik dari pada itu?" tanyanya dalam hati.

Ternyata Kustiyah tidak hanya menjadi sinden Ndalem Ageng. Tiga tahun kemudian,  ia  dijadikan garwa ampeyan yang harus selalu sendika dhawuh terhadap Rama Handono. 

Hidup di  Ndalem Ageng ternyata membahagiakan. Terlebih Kustiyah juga dipercaya sebagai penari andalan. Ia tampil setiap ada tamu penting Ndalem Ageng. Waktu sepuluh tahun terasa berjalan begitu cepat, sampai ketika Rama Handono pulang menghadap Tuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun