Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gardu Ronda, Satpam, dan Garam

12 November 2023   08:19 Diperbarui: 12 November 2023   20:39 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marjuki (kiri) bersama rekannya petugas satpam perumahan di Graha Bunga, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, membukakan gerbang bagi kendaraan tamu, Jumat (25/2/2022). (KOMPAS/PRIYOMBODO)

Zaman telah berubah. Dulu masyarakat menjaga keamanan lingukungan dengan mengadakan ronda berpusat di gardu atau pos jaga yang sengaja didirikan di tempat strategis. Bersama-sama mereka menjaga keamanan di malam hari dengan cagak lek papan catur atau kartu gaple ditemani kopi dan camilan seadanya. 

Kentongan merupakan benda wajib yang harus ada di gardu sebagai alat komunikasi jika ada maling atau kejahatan lainnya. Saat berkeliling kampung pun para peronda membawa kentongan kecil dan senter sebagai alat penerangan.

Suasana kebersamaan dalam komunitas ronda mulai memudar setelah masyarakat agraris komunal menjadi individualis, sibuk bekerja, sehingga tidak punya waktu dan tenaga melaksanakan ronda. 

Pos satpam di sebuah perumahan/Foto: Hermard
Pos satpam di sebuah perumahan/Foto: Hermard

Terlebih sekarang sudah ada kamera CCTV yang bisa memantau keadaan di seputar lingkungan tempat tinggal. Di samping itu ada penyedia jasa tenaga keamanan atau satpam (satuan pengamanan) untuk berjaga di perkantoran, perumahan, maupun rumah pribadi. 

Jadi jangan heran kalau sekarang gardu ronda pada malam hari selalu sepi dan paginya dimanfaatkan oleh tukang sayur untuk menggelar dagangan mereka. Ada juga gardu ronda yang beralih fungsi sebagai posyandu, pos kegiatan bank sampah, atau sekadar tempat ngerumpi.

Berangsur sepi/Foto: Hermard
Berangsur sepi/Foto: Hermard

Cerita Seputar Satpam

"Pak kula badhe medal-Pak saya mau keluar dari kerja."

Ucapan Satpam Jono itu tentu saja membuat saya seperti disambar petir siang hari. Ia datang ke rumah ketika akan pergantian shift satpam malam. Wah ini pasti ada yang tidak beres, masak baru dua bulan sudah minta keluar?

Saya ingat betul saat Satpam Jono datang mengikuti wawancara seleksi tenaga keamanan perumahan. Ia ditemani istri dan kedua anaknya yang masih kecil-kecil mengendarai satu sepeda motor. Selesai wawancara, saya sengaja meminta istrinya mendekat dan saya tanya bagaimana seandainya suaminya diterima bekerja tetapi gajinya terbatas?

"Mboten napa-napa. Ingkang penting bapake nyambut damel. Artane halal-Tidak apa-apa. Yang penting suami bekerja dan uangnya halal," ujar istri Jono penuh harap.

Peristiwa itu sengaja saya ungkapkan lagi di hadapan Satpam Jono malam itu sesaat sebelum pamitan pulang.

"Pikirkan dulu, jangan mengambil keputusan saat emosi. Saya yakin ini pasti bukan keputusan murni dari Mas Jono," ujar saya menutup pembicaraan.

Keputusan Satpam Jono pasti terkait dengan peristiwa dua hari sebelumnya, saat kami mengeluarkan Satpam Polan, koordinator Satpam, yang sudah beberapa kali ketahuan tidur di pos jaga saat bertugas. 

Sebagai pengurus perumahan, tentu kami tidak enak hati dengan warga kalau mempekerjakan satpam tapi ternyata hanya pindah tidur dan mengabaikan keamanan perumahan. Apakah ia tidur karena kecapekan atau disebabkan faktor usia? Apapun alasannya, Satpam Polan sudah tidak layak dipertahankan.

Keesokan harinya Satpam Jono ditemani Satpam Niko datang ke rumah.

"Bagaimana Mas, jadi keluar? Sudah dipikirkan sungguh-sungguh? Tidak kasihan dengan istri dan anak-anak yang dulu mengantarkan sampeyan wawancara?"

Rentetan pertanyaan itu saya sampaikan mengawali pertemuan agar menyentuh sisi kemanusiaan sebagai suami yang harus bertanggung jawab menafkahi anak-istri. Setidaknya di mata keluarga, ia adalah pahlawan yang berjuang untuk mendapatkan rezeki.

"Iya Pak, nuwun sewu, saya tetap mau meneruskan bekerja, tidak jadi keluar Pak. Saya minta maaf."

"Benar Pak, kemarin Mas Jono dipengaruhi Mas Polan agar kami keluar bersama-sama. Dengan begitu perumahan akan kacau karena tidak ada tenaga keamanannya," jelas Satpam Niko.

Demi keamanan/Foto: Hermard
Demi keamanan/Foto: Hermard
Sampai saat ini Satpam Jono tetap bertahan menjalankan tugasnya dan menjadi satpam senior di perumahan. Ia merupakan "guru" bagi satpam lainnya.

Sekelumit cerita di atas merupakan kenyataan mengenai bagaimana mengurusi lika-liku persatpaman di perumahan. Bagaimana antarsatpam pun saling mempengaruhi dan bisa menjadi bumerang bagi pengurus (paguyuban) perumahan. 

Mencari tenaga satpam baru bukanlah perkara mudah karena tuntutan gaji mereka sesuai dengan standar UMR, meskipun tidak setiap hari mereka masuk.

Ada tiga orang satpam di perumahan kami dengan jadwal tugas empat dua. Artinya empat hari masuk (dua pagi-dua malam) dan dua hari libur. Meskipun begitu, suatu ketika jika ada satpam yang mendadak tidak bisa masuk karena sakit atau berhalangan, kami akan kelabakan mencari pengganti kalau dua satpam lainnya tidak bisa menggantikan. Sebisa mungkin kami mencari tenaga pocokan. 

Artinya kehadiran satpam menjadi begitu penting, tidak sekadar menjaga keamanan, tetapi juga kenyamanan bagi penghuni perumahan. Meskipun di lingkungan perumahan ada kamera CCTV di beberapa titik, kehadiran satpam tetap diperlukan untuk melayani tamu yang keluar masuk, membuka-tutup pintu gerbang (one gate system), menyalakan dan mematikan lampu penerangan lingkungan, serta melakukan tugas lain berkenaan dengan kepentingan warga. 

Misalnya memberi informasi mengenai pemadaman listrik, pengambilan sampel air oleh petugas PDAM, pemeliharaan/pemasangan jaringan internet, dan hal lainnya. Belum lagi ditambah kewajiban mereka harus memberi laporan berupa foto mengenai situasi perumahan setiap dua atau tiga jam melalui grup WhatsApp.

Selain itu, mereka siap pasang badan seandainya terjadi gesekan dengan pihak luar, beradu argumen dengan pihak-pihak yang tidak diperkenankan masuk ke perumahan. 

Hal ini mengingatkan kejadian penganiayaan satpam di Cluster Edelweiss, Depok pada 23 September 2023 lantaran tidak diperbolehkan masuk ke area kompleks (Kompas.com). Dari kasus tersebut, satpam memang dituntut memiliki kepiawaian berkomunikasi agar semua menjadi aman dan nyaman.

Pos jaga di rumah pribadi/foto: Hermard
Pos jaga di rumah pribadi/foto: Hermard
Dengan tanggung jawab seperti itu, sudah selayaknya jika mereka menyandang gelar pahlawan keamanan. Sudah sewajarnya mereka mendapatkan senyuman atau salam lewat suara klakson motor atau mobil dari siapa pun yang keluar masuk perumahan. Sesekali mereka pun mendapatkan bonus sebungkus rokok atau sekotak roti dari penghuni. 

Meskipun satpam bukanlah sebongkah berlian, tetapi ia hadir seperti garam yang dibutuhkan banyak orang...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun