Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penjelajah: Gliyak-gliyak Tumindak, Sareh Pakoleh

21 Oktober 2023   08:05 Diperbarui: 21 Oktober 2023   17:05 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gliyak-gliyak/Foto: Hermard

Konon katanya, seberapa pun pencapaianmu, harus dirayakan dengan cara apa pun. Meskipun pencapaian baru seujung kuku, ya tak ada salahnya kalau dirayakan dengan sebuah tulisan, meskipun tulisannya seperti memuji-muji diri sendiri yang tak layak mendapat pujian...

Izinkan kali ini saya merayakan pencapaian menjadi Penjelajah di Kompasiana, terhitung sejak tanggal 18 Oktober 2023, bersamaan dengan penerimaan  sesuatu dari PT. Kompas Cyber Media.  Pencapaian itu berkat 275 tulisan-39 artikel utama dan 240 pilihan.

Mulai menulis di Kompasiana  19 November 2022 dengan cerpen "Suara Hati Lelaki Sunyi", bercerita mengenai khayalan seorang fotografer. Ada pembaca yang bertanya, apakah cerita itu merupakan pengalaman pribadi? 

Jawabannya sangat sederhana bahwa cerpen ditulis berdasarkan imajinasi, bukan kenyataan. Pertanyaan nakal berikutnya menyusul,  tapi bukankah perbedaan antara imajinasi dan kenyataan sangat tipis? Dan bukankah seimajinatif apa pun karya sastra, ia tetap berangkat dari kenyataan? Bukankah karya sastra berisi alternatif mengenai penyelesaian masalah kehidupan, sesuatu yang riil, nyata?
(Maaf, saya tidak mampu menjawab pertanyaan yang terlalu teorits!)


Bagaimana rasanya  dengan pencapaian sekarang ini?
Tentu  ini harus disyukuri,  sesuai dengan pernyataan Ibu Negara Omah Ampiran, 

"Disyukuri bisa terus menulis meskipun tidak ajeg. Alhamdulillah, biar pun rejekinya masih sedikit, tapi patut dirayakan. Setidak-tidaknya, bisa jajan es dawet di Purwomartani atau kipo Kotagede!"

Mengapa Kompasiana menjadi pilihan?
Di Kompasiana berkumpul penulis yang bukan kaleng-kaleng. Tulisan mereka apik-apik. Ini adalah tempat belajar menulis yang saya anggap sebagai kawah candradimuka. 

Di samping itu ada aspek sosial, etika, dan kebersamaan yang wajib dijaga kompasianer. Tegur sapa, saling mendukung, memberi komentar, merupakan jalinan silaturahmi mengasyikan. Lebih dari itu, admin Kompasiana terus merawat setiap tulisan yang ditayangkan, sehingga kompasianer tahu berapa jumlah tulisan yang pernah dibuat, dilihat berapa orang, tingkat pencapaian artikel utama dan pilihan, penilaian (voting) dari sesama kompasianer, dan beragam komentar sebagai bentuk apresiasi positif terhadap tulisan yang dihasilkan.

Strategi menulis di Kompasiana?
Tidak ada strategi khusus. Jika ide muncul, langsung dituliskan. Tapi terkadang, saat tulisan belum selesai, tegoda dengan ide baru yang diberikan admin Kompasiana berupa topik pilihan.  
Jika tidak menemukan ide, maka jalan yang dilakukan  adalah membaca  berbagai referensi, mengamati lingkungan,  menyaksikan televisi, menghadiri pertunjukan sastra, ngobrol bersama beberapa teman. Dengan cara inilah saya memperkaya ide atau gagasan untuk dituliskan. 

Jujur, saya tidak seperti kompasianer lain yang mempunyai energi  menghasilkan dua sampai lima tulisan sehari.

Dalam proses menulis, energi saya banyak terkuras  pada tahap pengkayaan referensial. Maksudnya memberi bumbu agar informasi yang diberikan menjadi lengkap, tidak setengah-setengah. Tetapi jauh lebih banyak energi terkuras saat memasuki tahap verifikasi atau editing. 

Ketika tulisan sudah selesai, maka saya akan membacanya berulang kali sebelum ditayangkan. Ini dilakukan untuk memeriksa kesalahan kebahasaan agar dapat dibaca dengan enak dan meminimalisir kesalahan penulisan. Jika setelah ditayangkan di Kompasiana, masih terasa ada kesalahan kebahasaan: penggunaan/pemilihan kata kurang tepat, penulisannya tidak benar, maka saya akan mengedit kembali. Jadi, setiap tulisan saya, pasti ada rekam jejak pengeditannya, tidak selesai begitu ditayangkan.

Tips menulis?
Tulislah apa yang disukai, dipikirkan, dialami, dan dirasakan. Jangan menulis hal-hal yang tidak dikuasai karena ini akan merupakan kesia-sian. Menulislah apa pun (seperti anjuran Pramoedya Ananta Toer), jangan pernah takut tulisanmu tidak dibaca orang. Hal terpenting yang dilakukan adalah tulis, tulis, dan tulis; suatu ketika nanti, tulisanmu  pasti akan berguna.

Mengapa menulis itu perlu dilakukan?
Pada hakikatnya menulis merupakan upaya menyampaikan pesan, entah itu berupa pengalaman hidup, tanggapan atas sesuatu, berkaitan dengan perasaan, atau apa pun. Dalam konteks yang lebih luas merupakan upaya membangun komunikasi agar kita terhubung dengan orang lain.

Bisa juga tujuan orang menulis karena ingin terkenal, mendapatkan honor (K-rewards), menolak pikun, atau sekadar menyalurkan hobi. Tapi bagaimanapun juga, menulis bagi saya merupakan tiupan semangat dan cara  mewartakan kepada teman-teman bahwa saya masih hidup.

Harapan terhadap Kompasiana?
Menjadi platform yang lebih bergengsi dan tidak hanya sebagai media publikasi untuk tulisan-tulisan yang numpang lewat, tulisan yang sekali berarti, sesudah itu mati...

Sebagai penjelajah saya tetap gliyak-gliyak tumindak, sareh pakoleh-meskipun perlahan, saya tetap berbuat, sampai menghasilkan sesuatu sesuai keinginan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun