Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Sepotong Jalan dan Sebuah Kampung Bersama Dab Sirpa

12 Oktober 2023   09:06 Diperbarui: 12 Oktober 2023   15:16 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempatan AM Sangaji/Foto: Hermard

Perempatan AM Sangaji/Foto: Hermard
Perempatan AM Sangaji/Foto: Hermard
Kawasan Jetis memegang peran penting dalam sejarah perkembangan kota Yogyakarta (Marchelia Gupita Sari) karena dulunya merupakan salah satu dari persebaran pemukiman kolonial, di samping Bintaran dan Kotabaru. 

Selain itu, Jalan AM Sangaji merupakan bagian dari poros sumbu imajiner Yogyakarta yang menghubungkan  Tugu Pal Putih dengan Gunung Merapi.

Tidak dapat dipungkiri, kawasan Jalan AM Sangaji merupakan wilayah  bersejarah (Nidyo Cahyo Kresnanto) terkait peraturan Wijkenstelsel, dibuat pemerintah  kolonial Belanda pada  awal abad ke- 19. Peraturan ini membagi wilayah pemukiman dalam tata ruang kota Yogya dengan kewajiban pribumi dan pendatang  membuat perkampungan sendiri.

Dari catatan sejarah, warga Belanda mendiami Kampung Eropa di daerah Kota Baru. Warga Tionghoa ditempatkan di Jalan AM Sangaji. Meskipun begitu, orang Belanda pun tetap mendiami wilayah seputar AM Sangaji. 

Karena itu wilayah ini dibangun dengan fasilitas cukup memadai: tempat ibadah (gereja Gereja Katholik St. Albertus Magnus, klenteng Kwan Tee Kiong Poncowinatan), fasilitas pendidikan: tahun 1919 didirikan Princess Juliana School (PJS)-sekarang SMKN 2;  tahun 1897   lahir Kweekschool-sekolah guru  Belanda (SMAN 11); Hollandsche Indlandsche School (HIS)-SMPN 6, dibangun sekitar tahun 1915 - pada masa Jepang digunakan sebagai gedung Sekolah Rakyat (SR) dan pada masa Agresi Militer Belanda  (1949) digunakan sebagai markas tentara Belanda.

Ada lagi Hoogdrink Water Leiding Bedrijf (perusahaan air minum, 1930). Sedangkan  Kodim 0734, dahulu digunakan sebagai gedung Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers (sekolah guru pribumi), kemudian   Departemen van Onderwijs an Kredienst.

Kawasan Cemorojajar/Foto: Hermard
Kawasan Cemorojajar/Foto: Hermard
Kawasan Cemorojajar yang berdekatan dengan Jetis, dibangun menyerupai nieuwe Europeesche villa park berupa deretan bangunan  bergaya arsitektur kolonial, terdapat  pohon-pohon rindang (cemara), taman,  jalan lingkungan cukup lebar. Bangunan-bangunan itu merupakan tempat tinggal   pegawai pemerintahan kolonial, anggota militer, atau guru-guru dari kalangan masyarakat Eropa maupun bangsawan pribumi.

Di dalam kampung Jetisharjo, sampai sekarang masih dapat dilihat jejak bangunan  bergaya arsitektur Indis. Bisa diperhatikan beberapa bangunan di belakang susteran Carolus Borromeus dengan pintu dan jendela berukuran lebar. Tempat kost tertua, Wisma Lucia, dengan rumah induk bernuansa  kolonial, sampai hari ini masih berdiri di tengah perkampungan yang padat.

Keberadaan warga Tionghoa berada di sisi selatan, tepatnya daerah Jalan Pakuningratan, Kranggan, dan Poncowinatan.  Kehadiran pasar Kranggan tidak dapat dilepaskan dari keberadaan orang Tionghoa  dari tiga wilayah tersebut, sehingga menjadi salah satu pusat ekonomi di Yogya pada awal abad ke-19. 

Saya masih ingat pada tahun 1970-an, di perempatan Jetis, ada toko kelontong-Toko Jetis-yang dikelola keluarga Tionghoa. Toko tersebut laris manis berjualan keperluan sehari-hari, roti, alat tulis, dan lainnya,  hingga akhirnya setelah puluhan tahun terpaksa tutup karena masalah kepemilikan lahan. Saat ini lahan bekas toko tersebut dijadikan tempat parkir mobil masyarakat sekitar.

Di pintu masuk Jalan Poncowinatan, sisi utara, dulu ada restoran kecil yang dikelola oleh perempuang Tionghoa. Setiap jam makan malam, restoran itu selalu ramai dengan menu capcai, puyunghai, bakmoi, dan mie goreng.  Sayangnya restoran itu sudah tutup pada tahun 1980-an, berganti berjualan gula, beras, minyak goreng, dan tepung terigu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun