Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Sepotong Jalan dan Sebuah Kampung Bersama Dab Sirpa

12 Oktober 2023   09:06 Diperbarui: 12 Oktober 2023   15:16 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugu Yogyakarta/Foto: Hermard

Semula saya tidak mengenal Dab (Mas) Sirpa. Tapi setelah bertegur sapa secara intens di Kompasiana, kami menjadi "sok" akrab.

"Beliau itu penulis lama, tinggalnya di luar negeri. Sering  memberi komentar positif dan bijaksana ke penulis lain di Kompasiana," ujar ibu negara Omah Ampiran.

Ibu negara Omah Ampiran memang terlebih dulu terjun ke dunia Kompasiana sebagai pembaca setia, sehingga akrab dengan nama-nama penulis piawai seperti Engkong Felix, Khrisna Phabicara, Tjiptadinata Effendi, Hennie Triana Oberst, Patter, Yustisia Kristiana, Martha Weda, Suprihati, dan lainnya. Ibu negara suka membaca tulisan-tulisan bermutu, unik, dan khas.

Jadi jangan heran, setiap saya ingin tahu mengenai penulis di Kompasiana, selalu mendapat jawaban ciamik dari ibu negara Omah Ampiran.

"Dulu, Mas Sirpa itu termasuk aktif menulis. Tapi, mungkin karena faktor usia, kesibukan,  dan kesehatan, sekarang jarang menulis. Kira-kira sepantaran sama Bapak."

Apa yang disampaikan ibu negara,  benar adanya. Saya perhatikan beranda Dab Sirpa, aktif menulis tahun 2015,  kemudian dua tahun vakum. Tahun 2018 memposting satu tulisan. Berhenti lagi selama tiga tahun. Hadir kembali tahun 2022 (tiga tulisan) dan tahun 2023 (tiga tulisan). 

Meskipun begitu, Dab Sirpa  memiliki semangat menulis, dengan cara memberi  komentar  bijak dan guyonan pari kena di beberapa tulisan kompasianer. Saya takzim terhadap sikap Dab Sirpa, tak jemu  bertegur sapa secara elegan di Kompsiana.

Saat  menayangkan tulisan Me + Madura, saya menjadi paham mengapa Dab Sirpa berbaik sangka kepada saya. Ternyata ia pernah menetap di Yogyakarta,  tinggal di sepotong jalan dan di aliran sungai yang sama dengan tempat tinggal saya semasa masih muda.

"Dab Herry, kisah kampung Jetisharjo, dulunya saya pernah ditampung beberapa bulan di Asrama Putra Mahakam (sekarang Asrama Kertanegara-pen) Blunyah Petinggen (semula rumah tersebut milik AM Sangaji, pahlawan Nasional, yang dibeli oleh pemda Kaltim). Sebagai penghuni asrama kala itu, saat distribusi air PDAM tidak bisa diharap, dari sinilah saya mulai berkenalan, mandi di mata air  kali Code, di balik rimbunnya pohon bambu... Hahha. Sesekali main bola di lapangan Kodim," tulis Dab Sirpa mengomentari Me + Madura.

Kampung Blunyah Petinggen dan Jetisharjo (Jetis) merupakan kampung yang berada di pinggir Jalan AM Sangaji. Letak Blunyah Petinggen di sisi utara, berada dekat gapura perbatasan antara wilayah kota Yogyakarta dan Sleman. Sementara Jetisharjo, letaknya di selatan, lebih strategis karena berada di perempatan, tempat pertemuan Jalan Wolter Monginsidi (Cemorojajar), Jalan Sardjito, dan Jalan AM Sangaji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun