Pertanyaannya adalah, sejauh mana pelajaran mengarang (biasanya masuk dalam pelajaran bahasa Indonesia) benar-benar mampu membangkitkan kreativitas siswa?
Kenyataannya, dalam pelajaran mengarang pun siswa tidak diberi kebebasan bereksplorasi secara mutlak. Guru terkadang membatasi tema karangan, panjang karangan, dan ketentuan-ketentuan lain yang menyebabkan siswa kurang merasa nyaman dan mungkin merasa frustasi.
Parahnya lagi, pelajaran mengarang berupa tugas pekerjaan rumah. Siswa melaksanakan tugas dengan mengandalkan kemampuan personal, tanpa masukan maksimal dari guru.Â
Di sisi lain, guru kerap kali tidak sempat membaca dengan cermat karangan-karangan yang dikumpulkan para siswa. Kondisi ini berpengaruh pada nilai yang diberikan.
Langkah apa yang harus ditempuh untuk menciptakan situasi agar pelajaran mengarang bisa menumbuhkan kreativitas?
Pertama-tama memberi penjelasan kepada siswa mengenai unsur-unsur pembangun sebuah karya tulis.Â
Guru menjelaskan definisi gagasan/ide/buah pikiran, bagaimana cara mendapatkan dan mengelola ide, upaya memanfaatkan unsur-unsur kebahasaan, bagaimana memilih media yang tepat agar tulisan siswa dapat terpublikasikan.
Selanjutnya menjelaskan dengan rinci tahapan proses kreatif dalam menciptakan tulisan. Apa saja yang harus dipersiapkan dan dilakukan dalam masing-masing tahapan proses kreatif itu.
Dengan begitu, pelajaran mengarang sebaiknya dimunculkan kembali dan dikembangkan dengan sungguh-sungguh?
Ini merupakan kerja keras dalam rangka memperbaiki kemampuan siswa menulis kreatif. Guru sebaiknya memberi pengalaman empirik kepada siswa dalam hal tulis-menulis. Guru juga mau terlibat dalam proses verifikasi setiap karya siswa.Â
Artinya, tujuan akhir dari pelajaran mengarang bukan sekadar siswa mendapatkan nilai, tetapi yang lebih penting dari semua itu, siswa terlibat dalam setiap tahapan proses kreatif menulis, mempunyai kesempatan publikasi karya dengan arahan intens dari guru.Â