Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sastra sebagai Warga Negara Kelas Dua di Sekolah

6 September 2023   07:01 Diperbarui: 6 September 2023   09:21 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekspresi sastra siswa SMA N 6 Yogya/Foto: Hermard

Kenyataannya, sampai sekarang, guru Bahasa (termasuk guru sastra) Indonesia lebih suka mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia dibandingkan pelajaran Sastra Indonesia.

Ini dilakukan dengan beragam alasan yang terkadang terasa dicari-cari: soal-soal ujian nasional lebih banyak menampilkan soal bahasa, pelajaran Bahasa Indonesia lebih mudah ditangkap, pelajaran sastra sulit dijelaskan. 

Alhasil pelajaran sastra menjadi terabaikan dan tidak diminati. Kondisi ini juga tergambar dari peminat pelajaran ekskul di sekolah-sekolah....

Saat anak-anak didik berminat belajar teater, pihak sekolah kelimpungan karena ternyata guru bahasa Indonesia atau guru sastra tidak menguasai dasar-dasar latihan teater, manajemen, dan teknik pementasan teater. Ini kenyataan riil di lapangan yang sungguh memprihatinkan. 

Terjadi juga di beberapa sekolah bahwa guru sastra hanya bisa menugasi siswanya membaca puisi, sementara gurunya sendiri tidak pernah memberi contoh bagaimana cara membaca puisi yang baik. Kalau sudah begini, maka kompetensi guru menjadi tanda tanya besar...

Dengan kondisi pembelajaran sastra yang kurang representatif di sekolah lanjutan, lalu bagaimana minat remaja terhadap sastra?

Secara umum, dampak yang terasa adalah anak didik tidak mempunyai kepedulian terhadap sastra. Tentu saja tidak semua sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta menjadikan sastra sebagai anak tiri. 

Ada beberapa sekolah memiliki komunitas sastra, konsen terhadap pementasan drama, pembacaan puisi, pembacaan cerpen, maupun musikalisasi puisi. Ini menjadi secercah harapan bagi pembinaan sastra di kalangan remaja.

Sayangnya, sekolah-sekolah yang peduli terhadap sastra jumlahnya amat sangat terbatas. Dan kepedulian sekolah terhadap sastra selalu memiliki korelasi dengan latar belakang guru bahasa/sastra di sekolah-sekolah tersebut. 

Dapat diyakini bahwa sekolah yang menaruh kepedulian terhadap sastra pasti memiliki guru sastra dengan latar belakang sebagai praktisi sastra. Dalam konteks ini, bisa saja kita perdebatkan dengan suntuk mengenai apakah sebaiknya guru sastra merupakan praktisi sastra?

Sebenarnya seberapa pentingkah pengajaran sastra di sekolah bagi perkembangan siswa atau para remaja kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun