Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sastra sebagai Warga Negara Kelas Dua di Sekolah

6 September 2023   07:01 Diperbarui: 6 September 2023   09:21 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengembangkan imajinasi siswa/Foto: Hermard

Bagaimana peranan sastra, khususnya sastra Indonesia dalam kaitannya dengan minat remaja terhadap kegiatan bersastra dan perkembangan dunia maya di sisi yang lain?
Pertanyaan tersebut menjadi penting mengingat selama ini masyarakat menganggap remeh segala sesuatu yang berkaitan dengan sastra.

Dalam dunia pendidikan (di sekolah) sastra menjadi pelajaran terpinggirkan, termajinalisasi. Keberadaannya tak lebih sebagai warganegara kelas dua, bahkan kelas tiga. Sesungguhnya ini merupakan persoalan lama yang tak pernah habis-habisnya dibicarakan. 

Dalam konteks peran sastra dalam masyarakat, saya selalu teringat kepada pertanyaan besar yang pernah dilontarkan Emha Ainun Nadjib beberapa tahun silam: mengapa kita menggeluti sastra, apa yang dijanjikan sastra bagi masa depan, bukankah sastra tidak lebih dari sekadar hiburan, dan di tengah kultur pembangunan (di) Indonesia yang relatif tidak mengakomodasikan atau kurang menyediakan peluang-peluang bagi terapresiasikannya seni sastra. 

Siapa yang mau dengan sepenuh hati memperjuangkan dunia sastra di tengah suasana hidup yang mendewa-dewakan masalah ekonomi dan politik dengan pengedepanan efisiensi rasio, kekuasaan, ketertiban serta keamanan?

Deretan pertanyaan itu merupakan persoalan serius dan tantangan bagi kita dalam membangkitkan keyakinan bahwa sastra diperlukan dalam kehidupan ini. 

Dengan demikian, sastra harus diyakini, dihayati, dan dipelajari secara sungguh-sungguh. Jika situasi ini dapat terkondisikan, saya yakin sastra di sekolah tidak lagi dianggap sebagai warga negara kelas dua atau warga negara kelas tiga.

Tentu saja ada yang tetap curiga, jangan-jangan sastra memang tak lebih dari barang rongsokan yang patut ditendang-tendang bagai bola?

Pendapat itu perlu dikoreksi ulang. Kenyataannya, sastra terkadang menjadi pusat perhatian serius di republik ini, tidak menjadi barang rongsokan yang bisa dipandang sebelah mata. 

Sesekali ia bukanlah dunia sepi dari pendapatan ekonomi dengan adanya penghargaan sastra. Di sisi lain, pemerintah tiba-tiba melarang pertunjukan teater Koma, tidak mengizinkan Rendra membaca puisi, melarang peredaran buku-buku karya Pram, mencekal Butet Kertarajasa, mencurigai tulisan-tulisan Ki Panji Kusmin, dan sebagainya.

Skala prioritas yang harus kita lakukan adalah memperbaiki pengajaran sastra di sekolah. Tentu ini bukan persoalan semudah membalikkan telapak tangan. 

Banyak hal harus dibenahi, baik menyangkut kompetensi guru, ketersediaan buku-buku sastra, teknik pembelajaran, dan kepedulian siswa terhadap pembelajaran sastra. Faktor-faktor tersebut berkaitan satu dengan lainnya.

Mengembangkan imajinasi siswa/Foto: Hermard
Mengembangkan imajinasi siswa/Foto: Hermard
Bukankah upaya perbaikan pembelajaran sastra selalu dilakukan pemerintah dengan menyempurnakan kurikulum pendidikan, termasuk di dalamnya perbaikan kurikulum pembelajaran bahasa dan sastra?

Perbaikan kurikulum memang terus dilakukan pemerintah, tetapi perbaikan itu sering kali hanya terlihat di atas kertas. Artinya, perancang kurikulum belum sepenuhnya melakukan evaluasi dengan sungguh-sungguh, evaluasi secara empiris, bagaimana praktik pengajaran sastra di sekolah-sekolah, utamanya di jenjang sekolah lanjutan tingkat atas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun