Dari tiga hal tersebut, mana yang menjadi perhatian utama dewan juri?
Ketiga-tiganya menjadi perhatian. Hanya saja saat peserta mulai membaca puisi, maka perhatian dewan juri terutama pada vokalisasi. Karena hal inilah yang secara langsung dapat dirasakan oleh dewan juri. Tingkat apresiasi dan ekspresi menjadi perhatian berikutnya.
Seberapa penting vokalisasi dalam pembacaan puisi?
Sebenarnya hakikat membaca puisi adalah "merealisasikan"  perwujudan bunyi  yang semula tertuang dalam bentuk ideografi. Oleh sebab itu, membaca puisi tidak lain adalah mengungkapkan (kembali) ide (penyair) dengan perantaraan bunyi-bunyi bahasa yang indah dan mengesankan.Â
Keindahan bunyi-bunyi bahasa tergantung pada volume, nada, speed, timbre, dan lainnya. Dengan kata lain, membaca merupakan kegiatan berkreasi dalam ranah vokalisasi. Artinya, seorang pembaca harus berkreasi agar dapat mengekspresikan teks puisi dengan baik. Teks puisi harus mampu "dihidupkan" Â atau "diberi nyawa" dalam bentuk lisan oleh pembacanya.
Seandainya dalam sebuah puisi ada kata-kata: dan ia pun bernyanyi, disusul dengan  semacam teks lagu, apa yang harus pembaca lakukan. Apakah tetap dibaca atau dinyanyikan?
Kita harus mengingat bahwa dewan juri juga akan menilai soal kreativitas. Jika pembaca bisa bernyanyi dan suaranya memang bagus, ya dinyanyikan saja. Tetapi kalau tidak bisa nyanyi dan justru fals, maka sebaiknya tetap dibaca saja. Ini lebih aman dan tidak mengurangi nilai.
Dalam lomba membaca puisi, apakah pembaca diizinkan melepaskan teks?
Kalau yang dimaksudkan membaca dari awal sampai akhir, tanpa membawa teks, jelas ini salah besar. Bukankah lombanya adalah membaca puisi, artinya harus ada yang dibaca (teks puisi). Jika peserta hafal di luar kepala dan maju tanpa membawa teks, berarti ia berdeklamasi, bukan membaca puisi.
Nah ada pula pembaca yang melepaskan (membuang/menerbangkan) teks yang dibawanya saat selesai membaca keseluruhan puisi. Ada dewan juri yang memperbolehkan dalam konteks pembacanya ingin mendapatkan efek dramatis.Â
Meskipun begitu ada dewan juri yang berpikiran bahwa aktivitas membuang teks merupakan tindakan yang tidak dibenarkan karena itu menyiakan-nyiakan puisi, tidak menghargai penyairnya.