Tulisan ini merupakan  catatan kaki saat menjadi dewan juri  lomba  penulisan artikel populer, diselenggarakan oleh salah satu instansi pemerintah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Lomba  terbuka bagi siswa SMA/MAN dan SMK se-DIY.
Sampai batas akhir lomba, terkumpul 220 naskah kelompok SMA/MAN dan 112 naskah SMK. Dari ratusan naskah tersebut, dewan juri  menentukan 50 naskah untuk masing-masing kelompok. Setelah itu dirampingkan menjadi 8 naskah (masing-masing kelompok) terpilih untuk presentasi (15-16/8/2023) guna menentukan pemeringkatan.
Saat melakukan pembacaan naskah, saya sempat berdecak kagum karena sebagian besar karya terasa begitu sempurna, baik dari segi kebahasaan, pemaragrafan, maupun teknik penulisan.
"Edun, bagaimana mungkin mereka dapat menulis artikel seperti mahasiswa mengerjakan tugas kuliah membuat esai? Karya tulis siswa SLTA dua sampai tiga tahun lalu tidak  sebagus ini. Umumnya,  bahasa, tanda baca belepotan, acakadut; dan teknik penulisannya pun  kurang tertata dengan baik," suara batin begitu cemas terhadap originalitas karya-karya yang tengah saya baca.
Seketika ingatan  tertuju pada rambu-rambu yang diberikan oleh chatGPT: suatu artikel merupakan hasil dari mesin pembelajaran berbasis teks cenderung menghasilkan teks yang lebih alami dan koheren.
Meskipun begitu, ada beberapa tanda  yang mampu membantu  mengidentifikasi artikel yang dihasilkan oleh mesin.
Jika artikel terlalu sempurna dan tidak memiliki kesalahan tata bahasa atau gramatikal yang biasanya muncul dalam penulisan manusia, ini bisa menjadi petunjuk bahwa konten tersebut dihasilkan oleh mesin.
Begitu juga kalau  menemukan  artikel yang dengan mudah merespon berbagai pertanyaan rumit atau topik yang kompleks,  bisa jadi itu merupakan indikasi bahwa tulisan tersebut adalah hasil dari mesin.
Di samping itu, tulisan dari mesin memiliki karakteristik yang tidak konsisten, kontradiktif (dalam beberapa bagiannya), menggunakan ungkapan  (frasa) yang tidak biasa digunakan dalam konteks tertentu.
Malangnya, banyak naskah yang saya baca terindikasi mempunyai ciri-ciri seperti yang ditunjukkan chatGPT.  Kemudian, karena penasaran, saya mencoba mengantisipasi  tulisan dengan GPT detector.Â
Hasilnya beberapa tulisan terindikasi terkait dengan kecanggihan mesin yang dirancang untuk meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan, logika, dan karakteristik kecerdasan lainnya. Â
Ada naskah yang terindikasi 33% sampai di atas 50% dalam pembuatannya melibatkan kecerdasan mesin. Â Tulisan-tulisan dengan indikasi mencurigakan tersebut memiliki pola-pola pemaragrafan yang sama.
"Dalam membuat karya tulis atau artikel, tentu kita bisa memanfaatkan teknologi, berupa apa pun. Tetapi itu hanya sebagai pijakan. Kita tetap harus memiliki kreativitas dan mempertajam proses internalisasi penulisan artikel," pinta Sholeh UG, salah seorang juri, saat menanggapi presentasi peserta lomba.
Pernyataan Sholeh memang layak dikedepankan karena saat menjawab persoalan berkenaan proses kreatif penulisan, siswa terlihat gamang dan tidak bisa menyembunyikan kegelisahan mereka.
Pada titik ini, perlu mempertimbangkan personalisasi saat menciptakan tulisan. Dalam KBBI personalisasi diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengubah atau memodifikasi sesuatu agar menunjukkan ciri personal tertentu (seseorang).
Dalam sebuah tulisan, personalisasi setidaknya tercermin dari pemilihan kata (diksi), frasa, analogi/metafor, kepribadian, dan persoalan yang diungkapkan.
Diksi dan frasa seyogiyanya terkaitan dengan penggunaan bahasa yang akrab bagi penulis (siswa SLTA) dan persoalan memiliki keunikan, khas, terkait  kearifan lokal atau menyesuaikan gaya dan isi penulisan  agar masuk akal bagi pembaca.
Mengingat lomba berkaitan dengan penulisan artikel populer, maka bahasa yang digunakan bukan bahasa keilmuan, melainkan bahasa informal, dapat dipamahami masyarakat umum.
Di samping itu, penulis dituntut menggunakan analogi atau metafora  terkait dengan pengalaman atau minat pribadi.
Artikel akan lebih menarik dan terhubung dengan pembaca jika dikaitkan dengan pengalaman pribadi yang relevan terhadap topik yang ditentukan/dibahas.
Selanjutnya, analogi dan metafora digunakan untuk membantu menjelaskan konsep yang kompleks dengan cara yang lebih mudah dipahami pembaca.
Langkah lain berupaya  menunjukkan kepribadian dalam tulisan, autentik, agar menarik perhatian.
Perlu diperhatikan juga usaha mengedepankan pengalaman pribadi yang relevan sesuai topik artikel. Hal ini dapat membantu membangun relasi emosional  pembaca.
Jika ada peristiwa aktual yang relevan terhadap topik, sertakan dalam artikel untuk menunjukkan pemahaman tentang konteks saat artikel ditulis.
Akhirnya perlu digarisbawahi bahwa tujuan personalisasi tulisan adalah menciptakan koneksi/relasi antara penulis dan pembaca, menjadikan tulisan  masuk akal, bukan sesuatu yang terasa artifisial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H