Ada benarnya para bijak menyatakan bahwa bahasa dapat mencerminkan kepribadian seseorang. Pilihan kata (diksi), gaya berbicara, dan penggunaan bahasa menunjukkan bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Bahasa dapat pula mengungkapkan nilai-nilai, budaya, dan latar belakang sosial individu.
Hal terakhir ini secara gamblang dapat dicermati dari bagaimana orang Jawa berkomunikasi. Dalam bahasa Jawa (Glifford Geertz) Â hampir tidak mungkin mengatakan apa pun tanpa menunjukkan perhubungan sosial antara pembicara dan pendengar dalam hubungannya dengan kedudukan dan keakraban.Â
Orang akan mempertimbangkan kepada siapa mereka berbicara. Apakah akan mengatakan, Panjenengan saking tindak pundi? Atau Kowe saka endi? Pilihan pertama dilakukan jika berbicara kepada orang yang lebih terhormat/lebih tua, sedangkan yang kedua jika berbicara kepada orang yang lebih muda atau memiliki kelas sosial setara.
Meskipun hidup di Yogyakarta, kita  belum tentu paham dengan deretan kata-kata mendes, hongib, ndangil, jaker, keple, herek, kewer, mletre, dan gembyeng. Mengapa? Karena kata-kata tersebut hanya dipahami sekelompok orang, dalam lingkup budaya terbatas.  Dayi mletre Dab!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H