Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nini Thowong: Cerita Rakyat yang Mistis

3 Juli 2023   20:50 Diperbarui: 31 Juli 2023   00:35 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memegang kaki Sang Nini/Foto: Hermard

Menjelang malam, tiga orang bergegas menuju pemakaman umum desa Gruda, Panjangrejo, Pundong, Bantul, Yogyakarta. Seorang perempuan membawa orang-orangan,  Nini Thowong. Perempuan lain membawa sesajen. Seorang lagi, sosok lelaki tua, tampak menuju pohon besar di area perkuburan. Ia minta Nini Thowong dan sesaji ditaruh di bawah pohon. Sejenak kemudian, mulutnya komat-kamit. Tak lama kemudian mereka keluar dari kuburan meninggalkan Nini Thowong dan sajen.

Ayo mupu bocah bajang rambute abang arang
Ayo mupu bocah bajang rambute abang arang -- ayo memilihara anak bajang berambut merah jarang-jarang.

Lagu itu diulang beberapa kali dengan  nada slendro. Diiringi alat musik  jawa berupa demung, saron, peking, kendang batangan, kempul, dan gong suwukan. 

Sembilan orang wanita berjalan memasuki arena pertunjukan Nini Thowong, dipandu seorang pawang di baris terdepan. Persis di belakangnya, berjalan khidmat  perempuan membawa sesajen. Sajen persembahan berupa pisang raja, bunga setaman,  cermin kecil, sisir, dan minyak wangi. 

Di sampingnya seorang perempuan mebopong perwujudan Nini Thowong. Beberapa wanita lainnya bertepuk tangan dengan nada berbeda sambil mengikuti suara sinden menyanyikan tembang ayo mupu anak bajang...

Memegang kaki Sang Nini/Foto: Hermard
Memegang kaki Sang Nini/Foto: Hermard
Sesaat kemudian mereka duduk melingkar. Kaki Nini Thowong  dipegang empat  perempuan.   Kaki Nini Thowong terdiri atas empat batang bambu. Nini Thowong lalu digerak-gerakan. Suasana mistis pelan-pelan mulai terasa. Rambut panjangnya meriap-riap, tangan menjuntainya mengikuti goyangan tubuh tak beraturan. 

Wajahnya yang terbuat dari batok kelapa/siwur, seakan tersenyum kepada penonton. Saya yang terselip di antara kru dokumentasi revitalisasi kesenian rakyat yang diadakan oleh salah satu instansi pemerintah merasa  tersihir dengan aura Nini Thowong yang seakan bernyawa.

Sumardi/Foto: Hermard
Sumardi/Foto: Hermard
Dijelaskan oleh Sumardi, sekretaris kesenian Nini Thowong desa Gruda, Panjangrejo, Pundong, Bantul, Yogyakarta, bahwa Nini Thowong berasal dari para leluhur. Nini Thowong diduga berawal dari kesenian sejak zaman Mataram dipimpin oleh Panembahan Senapati. 

Nini Towong disebut juga Tothok Kerot karena wajahnya terbuat dari bathok kelapa (thothok). Tothok juga berarti keras, kuat, dan sakti. Sesuai dengan namanya,   Nini Thowong merupakan permainan yang menggambarkan  gadis muda bermuka thowong. 

Towong bisa dikaitkan dengan warna putih meblok-meblok (mendominasi berlebihan) di wajah. Nini Towong merupakan tokoh yang dibuat seakan-akan hidup, memiliki nyawa, dan berdaya gaib.

Keberadaan Nini Thowong di Gruda, Panjangrejo, diciptakan oleh Udi Seda, Marto Jumar, dan Ibu Paerah, sudah dikenal sejak tahun 1938. Empat tahun kemudian, saat Jepang berkuasa di Indonesia, kesenian ini dilarang. 

Pada tahun 1960, Nini Thowong hadir kembali, meskipun sekitar tahun 1965 karena kondisi ekonomi melemah, masyarakat meninggalkan kesenian ini. Nini Thowong muncul kembali ke permukaan pada tahun 1980 ketika pemerintah menaruh kepedulian terhadap kesenian rakyat.

Pengertian Nini Thowong juga berkaitan dengan kata nini (mengacu kepada sosok perempuan tua) dan thowong (dientho-entho kaya uwong-dimirip-miripkan seperti orang, meskipun dalam bentuk boneka bambu).

Memainkan Nini Thowong/Foto: Hermard
Memainkan Nini Thowong/Foto: Hermard
Tiga tahap perkembangan kesenian Nini Thowong  ditandai dengan  iringan musik yang digunakan. Pada awalnya, pertunjukan Nini Thowong hanya diiringi tembang (nyanyian Jawa) dan tepuk tangan beragam irama dari para penabuh dan sinden. 

Kemudian diiringi  alat musik gangsa, saron, dan kendang. Dalam perkembangan terakhir terdapat demung, peking, kendang, kempul, gong suwukan, dan saron.

Proses pertunjukan diawali dengan menginapkan Nini Thowong di pemakaman  umum Gruda selama satu malam.

"Ini merupakan proses memasukan roh ke dalam Nini Thowong. Jadi saat pentas, sudah ada yang manjing," ujar Sumardi.

Esoknya orang-orangan Nini Thowong dijemput dari kuburan dan dibawa ke tempat pertunjukan.

Nini Thowong merupakan tokoh populer dalam cerita rakyat Jawa, khususnya di wilayah Yogyakarta. Ada yang berpendapat  bahwa Nini Thowong mewakili ketakutan dan kecemasan kolektif masyarakat, khususnya terkait penuaan, kematian, dan hal-hal di luar nalar.

Ketakutan menjadi tua dan kehilangan kecantikan adalah tema umum dalam cerita rakyat. Transformasi Nini Thowong dari seorang wanita muda menjadi entitas yang menakutkan dapat dimaknai sebagai cerminan dari ketakutan itu.

Dia sering digambarkan sebagai wanita  dengan rambut panjang acak-acakan, dipercaya memiliki kekuatan supranatural.

Rambut abang arang/Foro: Hermard
Rambut abang arang/Foro: Hermard
Rambut Nini Thowong dibuat dari rangkaian dedaunan dan bunga berasal dari kuburan. Warna merah berasal dari kembang sikatan, putih kembang mondokaki, dilengkapi daun lancuran dan daun andong. Semua menambah kecantikan Nini Thowong. Kecantikannya dicandra lewat tembang macapat yang dinyanyikan oleh sinden.

Pawang Nini Thowong/Foto: Hermard
Pawang Nini Thowong/Foto: Hermard
Meskipun pertunjukan Nini Thowong terkesan mistis, tapi tetap layak dilestarikan. Di dalamnya terdapat tembang dan parikan yang mengandung edukasi/pitutur dalam menumbuhkan semangat dan cinta kepada negara dan agama. 

Tembang Ilir-ilir mengajak generasi muda untuk terus belajar, bekerja keras, berbakti kepada orang tua, masyarakat, dan selalu ingat kepada Tuhan. 

Sedangkan beberapa parikan mengedepankan kebaikan:  timun sigarane, ayo mbangun negarane; brambang sak sen lima, berjuwang demi negara; tela sing ditape, ayo kanca nderek KB; dan glali mbanggulane, aja lali agamane....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun