Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lahan Makam: Ngeri-ngeri Sedap

16 Juni 2023   09:50 Diperbarui: 18 Juni 2023   08:02 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saling berhimpitan/Foto: Hermard

Saat salah seorang keluarga tercinta meninggal dunia, maka pertanyaan dari keluarga, juga Pak RT atau tetua kampung, pasti mengenai tempat pemakaman, terlebih kalau kita tidak memiliki makam keluarga. Seketika kita akan bingung dan meminta saran Pak RT dan tetangga sekitar bagaimana baiknya. 

Ini juga kami alami ketika ibunda tercinta menghadap Sang Khalik. Karena bermukim di tengah kota Yogyakarta dan baru pertama kali berurusan dengan pemakaman, maka kami mengikuti saran tetangga untuk pemakaman di makam umum yang biasa digunakan mengebumikan orang-orang dari kampung kami. 

Jaraknya sekitar tiga kilometer dari rumah. Semua saya serahkan kepada Pak RT sambil memenuhi biaya pemakaman sebesar dua juta rupiah.

Saling berhimpitan/Foto: Hermard
Saling berhimpitan/Foto: Hermard

Seusai pemakaman kami baru menyadari ternyata lahan pemakaman itu sudah penuh sesak. Bedah bumi (penggalian lubang makam) dilakukan dengan menyingkirkan terlebih dahulu batu nisan yang ada di sekitar. Setelah pemakaman usai, batu nisan dikembalikan seperti semula. 

Keesokan harinya saat mengantarkan pihak keluarga nyekar, ternyata untuk mencapai makam ibunda, kami harus pandai-pandai "mencari celah" agar kaki tidak tersandung batu nisan. Ya, jarak antara batu nisan begitu rapat.

Makam pejuang di desa/Foto: Hermard
Makam pejuang di desa/Foto: Hermard
Kasus lain saya alami saat ibu mertua meninggal dunia. Beliau tinggal di sebuah perumahan di Sleman. Tak jauh di belakang perumahan terdapat makam desa. Malangnya, tidak semua warga perumahan boleh dimakamkan di sana  dan saya memahami persoalan itu. 

Pertama karena warga perumahan jumlahnya ratusan dan  luasan lahan makam terbatas. Kedua, warga perumahan adalah pendatang dan sejak semula tidak ikut andil dalam penyediaan fasilitas umum (termasuk tanah makam) pedesaan. 

Untungnya saat itu Pak RT bernegosiasi dengan pihak desa dan ibu mertua diizinkan dimakamkan di pemakaman desa dengan uang bedah bumi satu setengah juta rupiah.

Solusi Pengadaan Lahan Makam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun