Serabi original tidak memakai tambahan apa pun dalam proses pembuatannya. Meskipun memiliki tekstur  padat, namun tetap terasa lembut dalam gigitan.
Serabi merupakan kue basah kenyal, berbentuk bundar, berkerak di sisi pinggirnya, mempunyai rasa gurih dan manis. Komposisi bahan yang digunakan  cukup sederhana, terdiri dari  tepung beras, air, gula, santan kelapa, dan garam. Ada pula yang memberi tambahan vanili dan daun pandan sebagai penyedap aroma. Â
Menurut cerita, serabi merupakan jajanan tradisional Indonesia.  Diperkirakan sudah dikenal sejak zaman kerajaan Mataram. Keberadaan serabi tersurat dalam Serat Centhini karya pujangga keraton Surakarta  tahun 1814-1823 atas perintah Pakubuwana V.
Setelah matang, serabi digulung menggunakan daun pisang. Dulu hanya dikenal serabi polosan (original). Sekarang, serabi tampil dengan berbagai varian toping. Â
Warung serabi Notoayu  dirintis sejak tahun 2017. Sebelum itu,  berbagai usaha dilakoni pasangan suami isteri Sarwiyono: jualan pecel lele, buka konter HP, dan lainnya. Setelah semua gagal, anak menantu yang pernah bekerja sebagai kasir di toko serabi Solo, mengusulkan  membuka usaha rumahan serabi tradisional Solo.Â
Pasangan suami isteri itu lalu mengontrak ruang usaha di utara pasar Cebongan. Ruang usaha yang dipakai sekarang ini merupakan kontrakan baru, tidak jauh dari tempat yang lama. Usaha ini sekaligus merupakan cara agar  Sarwiyono  terus bergerak sebagai terapi agar tidak nglokro dengan penyakit syaraf kejepit yang sudah dideritanya selama sembilan tahun.
"Bapak yang mempunyai semangat terus berjualan. Bahkan terkadang tidak mau dibantu. Inginnya mengerjakan segala sesuatu sendirian," jelas Bu Mamik.
Awalnya hanya memproduksi serabi dengan dua sampai tiga kilo beras. Sekarang rata-rata tujuh sanpai sembilan kilo dalam sehari. Pada akhir pekan selalu ramai pembeli. Tersedia enam varian rasa: original, keju, cokelat, kacang, gula aren, dan oreo. Harga per dus antara lima belas sampai dua puluh ribu rupiah.Â
Warung serabi Notoayu sudah buka mulai pukul dua pagi buta untuk melayani pedagang  pasar Cebongan. Demi menjaga kualitas rasa, Bu Mamik dan Pak Sarwiyono tak pernah memakai tepung beras instan. Mereka memproduksi tepung dengan beras pilihan yang nantinya dicampur dengan santan kelapa kental.Â
Tak heran jika usaha serabi tradisional Solo yang dikerjakan bersama anak menantunya sudah membuka cabang di Jalan Kaliurang, Godean, dan Condongcatur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H