Mengapa mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) menjadi penting bagi pengendara? Tidak lain karena SIM menjadi bukti registrasi dan identifikasi yang dikeluarkan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) kepada seseorang untuk berkendara sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pada tahun 1980-an, di Yogyakarta, saya mengurus pembuatan SIM untuk pertama kalinya. Saat itu mengurus SIM lumayan ribet karena berangkat dari bawah. Seingat saya, ada surat permohonan SIM yang disahkan/diketahui perangkat RT Â sampai kelurahan. Â
Untuk mendapatkan SIM, di samping melalui tes kesehatan, buta warna, pemohon diuji mengenai pemahaman terhadap rambu-rambu lalulintas.Â
Saat itu saya hanya ikut ujian teori bersama beberapa orang di ruang yang tidak terlalu luas. Saya tidak perlu mengikuti ujian praktek karena pengurusannya dibantu "orang dalam". Ujian teori pun sudah dituntun, sehingga dijamin lulus mendapatkan SIM.Â
Tahun-tahun itu calo bergentayangan dimana-mana. Mau mengurus apa pun (termasuk perpanjangan STNK, membeli karcis bioskop, pertunjukan musik, tiket kereta api), saat di parkiran kita sudah ditawari jasa calo.Â
Situasinya jauh berbeda dengan saat ini yang transparan, dan tidak mengenal calo! Masing-masing intansi memiliki SOP pelayanan secara profesional dan tepat waktu.
Mengurus perpanjangan SIM lima tahun sekali terasa ribet karena lima tahun itu begitu cepat. Terlebih dalam lima tahun, Â tidak ada perubahan data secara signifikan.Â
Mungkin kita perlu mencontoh negara Jerman, seperti ditulis Mbak Hennie Triana Oberst, "SIM Seumur Hidup di Jerman yang Harus Ditukar" (21/1/2020), memberlakukan SIM seumur hidup  dan pemutakiran data (termasuk penggantian foto) lima belas tahun sekali agar tidak terjadi pemalsuan dokumen.Â
Saat pemutakiran data itu pun, pemohon tidak perlu melakukan tes teori maupun praktek. Cukup membayar biaya administrasi yang tidak mahal.
Hal yang perlu dipikirkan adalah memberi sanksi bagi pengendara yang melakukan pelanggaran berat, SIM bisa dicabut atau dibekukan. Upaya ini sekaligus untuk memonitor skill pengendara.
Di Indonesia, sebagai usulan, Â bagi yang sudah berusia lima puluh tahun ke atas atau bagi para pensiunan yang masih aktif berkendara, skill mengendaranya masih mumpuni.
SIM sebaiknya diberlakukan seumur hidup agar mereka  yang berusia lanjut, tidak bersusah payah  harus datang mengantre untuk urusan perpanjangan/pemutakhiran SIM.
Saya pernah mengurus perpanjangan SIM, baik di kantor polisi, bus keliling, dan terakhir di Mal. Mengurus di bus keliling, ternyata kurang nyaman karena jadwal bus keliling  bisa berubah sewaktu-waktu, dan  di bus keliling tidak ada dokter.Â
Surat keterangan dokter (sebagai salah satu syarat pengurusan perpanjangan SIM) didapatkan dari tempat praktek dokter (yang telah ditunjuk) di sekitar tempat mangkal bus keliling. Jaraknya lumayan jauh.Â
Jika pemohon datang terlambat dan jumlah pengantre permohonan perpanjangan SIM sudah memenuhi kuota, maka pemohon harus datang esok hari.Â
Sekarang situasinya  agak mendingan karena polisi akan mendahulukan pemohon yang SIM-nya berakhir pada hari itu dan dua hari ke depan. Artinya kuota pemohon dibatasi oleh tanggal habisnya masa berlaku SIM, bukan urutan antrean.Â
Ketidaknyamanan lainnya jika di tempat mangkal bus tidak terdapat pohon peneduh atau tempat berteduh. Lima tahun lalu, bahkan ada pemohon yang kehabisan material bahan pembuatan SIM dan diminta mengurus ke Polres.
Satlantas Polres Yogyakarta, pasca pandemi covid 19, pernah mengadakan program "Simami", yaitu pengurusan perpanjangan SIM setiap Sabtu malam Minggu di Teteg  Malioboro. Pelayanan ini untuk mengantisipasi kesibukan masyarakat yang tidak mempunyai waktu mengurus perpanjangan SIM siang hari.
Pengurusan perpanjangan SIM di Mal tentu lebih nyaman jika dibandingkan dengan pengurusan SIM lewat bus keliling. Di Mal, pemohon dilayani di ruang cukup luas dan berpendingin AC. Selesai mengurus perpanjangan SIM, dapat shopping atau cuci mata di Mal.
Meskipun sekarang perpanjangan sudah bisa dilakukan secara online, kenyataannya masih belum mudah diakses. Anak saya yang bekerja di Malang, terpaksa pulang ke Yogyakarta karena berulangkali gagal login melalui aplikasi Digital Korlantas Polri.Â
Akhirnya Ia terpaksa mengatur waktu pulang ke Yogyakarta hanya untuk mengurus perpanjangan SIM. Dalam kasus ini tentu mau tidak mau  menyiapakan dana tambahan demi memperpanjang SIM.
Biaya perpanjangan SIM tergolong masih murah. Biaya penerbitan perpanjangan SIM A delapan puluh ribu dan SIM C tujuh puluh lima ribu.Â
Hal yang terasa mahal (saat berbarengan mengurus perpanjangan SIM A dan SIM C) adalah mengurusi persyaratan lainnya yang menelan biaya melebihi harga SIM-nya sendiri.
Jika nantinya SIM tidak dapat diberlakukan seumur hidup, sebaiknya pengurusan perpanjangan dapat dipermudah dan bisa dilakukan dari rumah.Â
Semoga pihak terkait segera mendapatkan formula agar aplikasi Digital Korlantas Polri dapat diakses dengan gampang secara nasional/internasional, sehingga memudahkan masyarakat dalam pengurusan SIM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H