Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Centang Biru: Catatan bagi Para Pendamba Kompasiana

30 Mei 2023   15:59 Diperbarui: 31 Mei 2023   14:15 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menunggu centang biru/Foto: Hermard

Untungnya lima hari kemudian (31/3/2023) artikel "Landung Simatupang: Seni Kontemporer dan Tradisi Jawa yang Melebur" menjadi AU.

Di tengah hasrat menulis AU, tiba-tiba artikel "Karya Sastra di Luar Balai Pustaka" (5/4/2023) hanya sempat tayang beberapa detik karena kemudian dihapus admin karena dianggap melanggar syarat dan ketentuan. 

Saya terkejut dan shock, kemudian berupaya menelusuri tulisan terdahulu,  menemukan tulisan "Sastra Jawa Balai Pustaka" (15/2/2023). Muncul pikiran  mungkin filter seleksi awal tulisan di Kompasiana dilakukan oleh "mesin", sehingga yang terbaca hanya  kata kunci Balai Pustaka, dan  tulisan terakhir itu dianggap duplikasi. 

Yang muncul-hilang-muncul/Foto: Hermard
Yang muncul-hilang-muncul/Foto: Hermard

Akar masalah/Foto: Hermard
Akar masalah/Foto: Hermard
Tanpa berlama-lama, saya mengirim email, mempertanyakan soal pelanggaran yang saya lakukan sambil memberi penjelasan bahwa kedua tulisan itu memiliki objek kajian dan sudut pandang berbeda. Email mendapat jawaban melegakan dari admin dan tulisan "Karya Sastra di Luar Balai Pustaka" tayang kembali. 

Semangat juang demi centang biru terus berlanjut dengan artikel "Ngabuburit ke Babon Aniem Kotabaru" (10/4/2023). Setelah itu, saya merasa sulit mendapatkan label AU, meskipun hanya kurang tiga tulisan. Baru pada bulan berikutnya meraih AU lewat "Posisi Penyair dan Komunitas Sastra" (7/5/2023) dan "Mengurus SIM dengan Nyaman di Yogyakarta" (11/5/2023). Artinya, masih harus menyiapkan satu AU lagi.

Ketika  diajak teman ke petilasan Umbul Jumprit di pegunungan Sindoro, Temanggung,  saya langsung mengiyakan sambil membayangkan akan bisa melengkapi tulisan AU dengan menghadirkan tulisan unik perjalan ke  Umbul Jumprit. Anehnya, saya justeru tertarik menulis soal kopi Ngadirejo, Temanggung, bukan situs Umbul Jumprit.

Saat  ngopi di seberang Umbul Jumprit, tanpa sengaja bertemu dengan lelaki sederhana yang tengah menyangrai kopi menggunakan peralatan unik ciptaannya sendiri. Tak terduga, ternyata lelaki itu, Pak Joko, merupakan ahli kopi di Ngadirejo. 

Joko Luwak Ngadirejo/Foto: Hermard
Joko Luwak Ngadirejo/Foto: Hermard
Tulisan saya siapkan dengan mengedepankan keunikan kopi Ngadirejo. Benar saja, tulisan "Kopi Pengkolan Ngadirejo di Kaki Gunung Sindoro" (13/5/2023) menjadi AU. Sehari berikutnya mendapat notifikasi jika telah memenuhi syarat menjadi kandidat Kompasianer Terverifikasi Centang Biru. 

Meskipun begitu, dua hari berikutnya baru mendapat pemberitahuan jika data dinyatakan lengkap. Perasaan menjadi lega, tinggal menanti sematan centang biru. Anehnya, tanggal 25 Mei kembali mendapat pemberitahuan yang menginformasikan bahwa data belum lengkap (diminta mencantumkan link sosial media). Permintaan itu segera saya penuhi. 

Tapi bukan berarti centang biru langsung didapatkan! Baru tanggal 29 Mei menerima notifikasi Kompasiana: Selamat akun Anda telah diverifikasi. Seketika centang biru telah tersemangat di ujung nama saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun