Malam di beranda rumah. Jam dinding berdentang sepuluh kali. Terdengar gonggong anjing di kejauhan. Suarana sirene turut memecah kesunyian.Â
Memikirkan centang biru, aku menjadi gelisah sendiri. Perpanduan rasa senang dan sedih saling berpilin menjadi satu.
"Lucu sekali, mau dapat verifikasi centang biru kok malah sedih?" ledek suara hatiku.
Aku diam saja. Meskipun didapatkan dengan "berdarah-darah" -- maklum  penulis pemula - tetapi bagiku sematan verifikasi centang biru tidak selalu  harus dirayakan.
"Mengapa diam saja?" ulang suara hatiku.
"Berat!" jawabku singkat.
"Berat? Kalau berat, mengapa semua orang berlomba-lomba mendapatkannya? Seperti rebutan kursi di DPR?"
"Iya, itu bagi mereka  penulis profesional!"
"Engkau selalu merendah. Tak berubah seperti puluhan tahun silam. Selalu saja bersembunyi di balik layar," sergah suara hatiku.
Aku melirik ke layar gawai, membaca pemberitahuan Kompasiana bahwa  ikon centang warna biru (verifikasi) dibuat untuk memverifikasi seorang Kompasianer berdasarkan konten yang dibuat.Â
Kompasianer yang mendapatkan label verifikasi adalah mereka yang artikel-artikelnya tidak diragukan lagi isinya. Bukan hanya karena keaktifannya dalam menulis di satu bidang atau tema, tapi juga semangatnya dalam menyuguhkan artikel berkualitas kepada para pembaca.
Aku mengangguk-anggukan kepala. Terdengar orang memukul tiang listrik besi di gang sebelah. Entah berapa kali.
"Hemmm, sungguh aku harus memperkaya wawasan dan kemampuan. Ini berasa sesuatu, awesome," batinku.
"Aku percaya dengan kemampuanmu," ujar suara hatiku seakan membaca pikiranku.
"Entahlah. Nyatanya menulis tiga artikel AU saja aku terseok. Sebelum puasa, sampai setelah lebaran, baru bisa terpenuhi."
"Berarti engkau benar-benar hebat. Lihatlah kenyataan di sekitarmu. Ada teman lain dengan jumlah tulisan lebih dari pencapaianmu, tapi hanya satu atau dua yang AU!"
"Entahlah! Kadang aku berpikir, kebetulan saja nasib baik berpihak kepadaku. Atau admin Kompasiana yang berbaik hati. Memelas pada lelaki tua yang masih punya semangat menulis."
"Tidak baik berpikiran seperti itu. Admin Kompasiana memiliki kredibilitas objektif, punya standar dalam menilai setiap tulisan yang ditayangkan," bisik suara hatiku.
"Jadi aku harus bagaimana?"
"Iya tetap menjadi diri sendiri. Tetap konsisten menulis hal-hal positif, berguna untuk orang lain."
Malam kian larut. Kali ini, aku akan mengingat yang dikatakan suara hatiku, jadilah diri sendiri dan tetap konsisten menulis hal-hal positif yang berguna bagi orang lain.
Ah, centang biru itu melarutkan malam yang kian sunyi...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H