Aku mengangguk-anggukan kepala. Terdengar orang memukul tiang listrik besi di gang sebelah. Entah berapa kali.
"Hemmm, sungguh aku harus memperkaya wawasan dan kemampuan. Ini berasa sesuatu, awesome," batinku.
"Aku percaya dengan kemampuanmu," ujar suara hatiku seakan membaca pikiranku.
"Entahlah. Nyatanya menulis tiga artikel AU saja aku terseok. Sebelum puasa, sampai setelah lebaran, baru bisa terpenuhi."
"Berarti engkau benar-benar hebat. Lihatlah kenyataan di sekitarmu. Ada teman lain dengan jumlah tulisan lebih dari pencapaianmu, tapi hanya satu atau dua yang AU!"
"Entahlah! Kadang aku berpikir, kebetulan saja nasib baik berpihak kepadaku. Atau admin Kompasiana yang berbaik hati. Memelas pada lelaki tua yang masih punya semangat menulis."
"Tidak baik berpikiran seperti itu. Admin Kompasiana memiliki kredibilitas objektif, punya standar dalam menilai setiap tulisan yang ditayangkan," bisik suara hatiku.
"Jadi aku harus bagaimana?"
"Iya tetap menjadi diri sendiri. Tetap konsisten menulis hal-hal positif, berguna untuk orang lain."
Malam kian larut. Kali ini, aku akan mengingat yang dikatakan suara hatiku, jadilah diri sendiri dan tetap konsisten menulis hal-hal positif yang berguna bagi orang lain.
Ah, centang biru itu melarutkan malam yang kian sunyi...