Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hikayat Kaus alias Kaos

1 April 2023   17:12 Diperbarui: 1 April 2023   17:15 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Voting pelayanan/Foto: AS Anwar

Nyesek sekaligus terharu juga membaca cerita seorang teman baik lewat instagramnya saat ia berkunjung ke sebuah perpustakaan:

Selepas beberapa jam membaca buku di sini, saya jadi paham mengapa koin merah lebih banyak dimasukkan pengunjung sementara yang biru cuma satu.

Ketika hendak meninggalkan perpustakaan, ingin juga saya memberikan koin merah, tapi ternyata tak ada di sekitar kotak dan petugas perpustakaan juga tak mengingatkan atau menganjurkan mengisi kotak tersebut. 

Sekitar setengah jam membaca buku, tiba-tiba ada satpam masuk. Menarik kursi di depan saya lalu menjelaskan bahwa ada laporan tamu yang masuk menggunakan kaus. Padahal, aturan di sini, katanya menjelaskan, pengunjung harus berpakaian sopan. Ia meminta agar ketika ke sini lagi untuk mengenakan pakaian yang sopan. 

Hmm... Sampai sekarang saya masih belum paham di mana letak ketidaksopanan sebuah kaus. Kaus saya cuma berisi ilustrasi sampul, dan tentu judul sebuah buku. Ilustrasinya tak mengandung ketidaksopanan, judulnya juga biasa saja, tak ada, misalnya, unsur pornografi atau sesuatu yg provokatif.

"Mungkin Masnya baru pertama kali ke sini ya jadinya tidak tahu."

Saya malas menjelaskan sudah berapa kali diundang lembaga tempat Pak Satpam itu bekerja. Saya nggih-nggih saja. 

"Jadi tolong lain waktu pakai pakaian yang sopan dan lapor dulu di depan ya," kata Pak Satpam sambil memberi gantungan kartu tamu untuk dikalungkan.

Selang satu jam. Datang beberapa remaja, entah mahasiswa atau siswa yang magang. Berkumpul di ruang baca. Tampak akrab dengan petugas perpus. Kata mereka, ini hari terakhir mereka magang. Ramai sekali. Ngobrol-ngobrol tak jelas. Suaranya gaduh. Saya ingin melempar bolpoin, tapi saya sadar saya bukan Rangga. Saya ambil earphone. Saya putar musik pengantar baca, tapi suara ramai mereka tetap menembus. Hhh...akhirnya saya potret saja beberapa halaman yang saya anggap penting.

Saat hendak pulang dan menyerahkan kartu tamu, Pak Satpam meminta maaf beberapa kali soal teguran tadi. Saya bilang tak apa-apa. Saya paham ia menjalankan tugas. 

Apa yang harus diubah adalah sistem yang wagu. Yang harus dilarang adalah kegaduhan di ruang baca, bukan soal busana yang dipakai pengunjung. Percuma ada Duta Bahasa dan Duta Baca kalau lembaga-lembaga yang menyelenggarakan tidak baik dalam soal pelayanan publik yang butuh kondisi nyaman dalam membaca.

Mengapa cerita itu membuat saya nyesek? Pertama, karena beberapa tahun lalu pelayanannya sangat bagus: suasana tenang, petugas melayani dengan   sigap. Bahkan nama petugas perpustakaan dikenal  luas karena pelayanan mereka sangat ramah, kekeluargaan. Pas berada di perpustakaan, suatu saat saya melihat ada pengunjung  membawakan  oleh-oleh untuk petugas perpustakaan. 

Kedua, apakah harkat dan martabat kaus sudah demikian rendahnya sehingga tak pantas masuk ke ruangan lembaga pemerintah? Dianggap pakaian yang tidak sopan? Jangan-jangan praktisi sastra tak pernah lagi menyambangi lembaga ini juga karena persoalan kaos? 

Rasa-rasanya dulu banyak sekali praktisi dan seniman yang datang ke lembaga ini dengan mengenakan kaos dan itu tidak menjadi persoalan. Termasuk teman saya ini. Dulu kerap datang bertamu dan  menjadi mentor. Di depan kelas, ia memberi materi dengan mengenakan kaos...

Tapi ya sudahlah, kalau itu merupakan kebijakan, ya tak mungkin bisa dilawan. Mungkin ini menjadi catatan agar kita, terutama pecinta kaus, berhati-hati mengenakannya jika ingin bertandang ke lembaga-lembaga tertentu, jangan-jangan malah ditegur Satpam, dianggap tidak sopan.

Hidup kaos, aku tetap padamu kok!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun