Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Agus Noor, Berdiri Paling Depan di Belakang Panggung

21 Maret 2023   16:47 Diperbarui: 26 Maret 2023   13:30 1759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Sutradara teater, Sastrawan Agus Noor. (Foto: KOMPAS/WAWAN H PRABOWO) 

Selepas SMP,  ia mengembara ke Yogyakarta sekitar tahun 1980-an. Gaya urakan para seniman Yogyakarta yang ia temui di Senisono dan perbincangan demi perbincangan sampai dini hari (setelah menyaksikan pertunjukan teater dan segala macam acara seni) melahirkan inspirasi daya cipta Agus Noor. 

Dari peristiwa- peristiwa yang ia temui itu, dipadukan dengan gejolak politik, sosial, budaya, bahkan agama yang kemudian ia ungkap lewat prosa.

Cerita pendek menjadi media pilihan Agus Noor setelah mendapat wejangan dari Linus Suryadi Ag. (saat menjadi redaktur Berita Nasional) bahwa Yogya akan semakin membuat penyair terpinggirkan, Yogya makin prosaik. 

Agus Noor pun memahami maksud ungkapan itu, sehingga ia lebih mendalami prosa ketimbang melanjutkan menulis puisi. 

Bergumul dengan Teater Gandrik, Agus Noor terlibat dalam sejumlah pertunjukan. Ia pun menulis sejumlah naskah monolog, antara lain "Matinya Tukang Kritik". 

Selain itu ia pernah meramu naskah karya Heru Kesawa Murti berjudul Tangis dan Juragan Abiyoso menjadi Tangis yang dipentaskan di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta 11-12 Februari 2015 dan di Graha Bhati Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta 20-21 Februari 2015. 

Heru Kesawa Murti merupakan penulis lakon di Teater Gandrik yang tak bisa dipisahkan. Agus Noor menyadari itu dan penggarapan naskah tersebut bukan untuk menggantikan posisi sang legenda.

Namun, justru  melanjutkan kreativitas dan semangat dari seniornya  yang patut diteladani. Pentas Tangis pun sukses mengembangkan tawa dan tepuk tangan penonton.

Ayu Utami-Cover belakang Pengakuan eks Parasit Lajang/Foto: Hermard
Ayu Utami-Cover belakang Pengakuan eks Parasit Lajang/Foto: Hermard
Sebagaimana telah disebutkan, bersama Ayu Utami Agus Noor menggarap naskah Sidang Susila yang dipentaskan pada Februari 2008 oleh Teater Gandrik di taman Ismail Marzuki Jakarta. 

Teater Gandrik waktu itu tengah berbenah dengan energi baru didukung para teaterawan muda  Yogyakarta. Naskah lakon Sidang Susila sebagaimana napas Teater Gandrik, sarat dengan kritik sosial satir politik melalui pola teater sampakan.

Di Taeter Gandrik, Agus Noor  memadukan gagasannya, terutama bersama Butet Kartaredjasa. Lahirlah pertunjukan monolog ala Butet yang naskahnya digarap Agus Noor. Seperti sudah disingung, "Matinya Tukang Kritik" nyatanya tak habis di panggung monolog. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun