Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Proses Kreatif Penerbitan Rencana Setan

19 Maret 2023   06:10 Diperbarui: 19 Maret 2023   06:32 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rencana Setan Pedro/Foto: Hermard

Salah satu kekurangan sastrawan yang berproses kreatif di Yogyakarta berkaitan dengan tidak adanya kesadaran mendokumentasikan karya-karya yang pernah mereka hasilkan. Demikian juga institusi yang berkaitan dengan pengembangan/pementasan sastra, setali tiga uang, sama saja. 

Dampaknya, pengamat sastra akan kesulitan dalam mendapatkan karya-karya sastra yang bertumbuh pesat di Yogyakarta.

Untuk mempersempit kesenjangan itu, maka pada tahun 2013 muncul kesadaran untuk menerbitkan buku berisi beberapa naskah drama karya Pedro Sudjono. 

Nama Pedro Sudjono sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Teater Yogyakarta. Ia merupakan salah satu motor penggerak Teater Muslim. 

Nanang Arizona, pengamat teater, menuliskan Teater Muslim merupakan grup teater yang mampu melawan dominasi teater-teater sekuler dalam sebuah arena sosial. 

Secara kultural, Teater Muslim mampu mengatasi berbagai manuver yang dilakukan oleh teater sekuler. Teater Muslim selama tiga puluh tahun setia  menyemai ajaran-ajaran Islam melalui teater modern dengan gaya realisme.

Pedro lahir di Bondowoso 31 Desember 1932, sempat bergabung dengan kelompok Aplaco (1957-1959) di Yogyakarta. 

Sastrawan Mohammad Diponegoro dan  sutradara film dan teater terkemuka di Indonesia, Arifin C. Noer, pernah terlibat dalam kegiatan Teater Muslim. 

Di tengah gegap-gempitanya pertunjukan teater nonkonvensional (dengan berbagai macam konsep dan aliran), Pedro Sudjono setia mempertahankan bentuk teater realis lewat Teater Muslim dengan mementaskan banyak naskah lakon, di antaranya Iblis (1961), Surat pada Gurbernur (1963), Prabu Salya (1964), Si Bakhil (1982), Sekeras Karang (1984), dan Abu Dar (1985).

Pada tahun 1980-an, Teater Muslim sering mengisi acara di TVRI Yogya maupun TVRI Surabaya.

Sebagai bentuk penghargaan kepada Pedro Sudjono, saya dengan dukungan salah satu lembaga pemerintah di Daerah Istimewa Yogyakarta menerbitkan naskah-naskah yang pernah ditulis maupun diolah Pedro Sudjono. Karya-karya itu terhimpun dalam buku Rencana Setan: Antologi Naskah Pedro Sudjono.

Upaya ini tidak mudah dilakukan, meskipun konon kabarnya ada ratusan naskah yang sudah ditulis Pedro. Tapi saya hanya mampu mendapatkan beberapa naskah dan sebagian di antaranya dalam kondisi tidak utuh. 

Ketidakutuhan naskah terjadi karena terdapat bagian naskah yang hilang atau sulit dibaca (robek, tulisan sudah tidak jelas, dan naskah berlubang  dimakan rayap). Kondisi ini mengakibatkan beberapa naskah yang dimuat terasa tidak selesai, misalnya "Tetangga", "Pengorbanan", dan "Malam Penantian". 

Beberapa lembar terakhir naskah tersebut lepas, sehingga yang tersaji dalam Rencana Setan: Antologi Naskah Pedro Sudjono sesuai dengan naskah asli yang didapatkan. 

Naskah "Malam Penantian" sudah tidak dapat terbaca dengan baik karena tinta ketiknya sudah luntur dan terdapat coretan dan penggantian dengan tulisan tangan. Naskah "Pengorbanan" juga ada coretan dan penggantian dengan tulisan tangan. Bagian akhir naskah ternyata berbahasa Jawa dan merupakan bagian dari naskah lain. 

Naskah "Tetangga" kondisinya lebih baik, sayangnya bagian akhir tidak ada. Kasus berikutnya berkaitan dengan naskah "Hukum Masyarakat" dan "Siska Dihukum Masyarakat". Dua naskah tersebut memiliki cerita yang sama, hanya saja beralih media dari naskah drama menjadi naskah skenario. 

Demi kepentingan alih media tersebut, dalam naskah "Siska Dihukum Masyarakat" ditambahkan keterangan/petunjuk untuk kepentingan skenario dan terjadi penambahan tokoh serta dialog.

Dalam antologi ini dimuat juga naskah Pedro Sudjono yang menggunakan media bahasa Jawa, yaitu "Sopir Becak", "Riyayane Wong Cilik", dan "Kali Biru". Pemuatan naskah ini untuk menunjukkan kepedulian Pedro Sudjono terhadap drama berbahasa Jawa. Tiga naskah tersebut sengaja tidak dicetak dengan huruf miring dengan mempertimbangkan tingkat keterbacaan dan estetika secara menyeluruh.

Apa pun wujudnya, antologi ini merupakan upaya positif dalam mendokumentasikan karya sastra pengarang yang berproses kreatif di Yogyakarta, meskipun masih terdapat rumpang-rumpang di sana-sini. (Herry Mardianto)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun