Dikatakan demikian karena hanya orang yang berasal dari lingkungan elit priayi itulah yang memiliki kesempatan luas  menikmati pendidikan model Barat dan paling dekat pergaulannya dengan personal-personal pemerintah kolonial.Â
Hal tersebut dapat dibuktikan melalui upaya pemerintah kolonial yang selalu menjalin hubungan baik dengan pihak elit priayi sebagai mitra politiknya, sehingga elit priayi itu memiliki peluang untuk menerbitkan karya-karyanya melalui penerbit resmi pemerintah.Â
Bukti lain bahwa pengarang Jawa kebanyakan berasal dari lingkungan elit priayi adalah karena mereka sebagian besar memiliki gelar kebangsawanan seperti Raden Mas, Raden Ngabehi, Raden Lurah, dan sejenisnya.Â
Nama-nama pengarang tersebut, misalnya R.B. Soelardi (menulis Serat Riyanto,  Serat Sarwanto, dan Serat Pedhalangan Ringgit Purwa) Mas Hardjawiraga (Negara Mirasa , Kepaten Obor, Pati Winadi, dan Dendhaning Angkara), dan R. Ng. Jasawidagda (Jarot I/II dan Kirti Njunjung Drajat).Â
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika karya-karya sastra yang ditulis dan diterbitkan Balai Pustaka sebagian besar juga mengungkapkan idiom-idiom gambaran etika, estetika, norma-norma moral, dan gaya hidup priayi (Quinn, 1995). (Herry Mardianto & Tirto Suwondo)