Dulu saat pedagang kaki lima masih menyesaki Malioboro, gedung perpustakaan Jogja Library Center (JLC) Jalan Malioboro No. 175, tertutup oleh lalu lalang ratusan pengunjung yang ingin shopping di deretan toko sepanjang Malioboro. Bahkan papan nama JLC tidak terbaca karena tertutup papan nama toko yang tampil penuh warna, garang, dan seksi.
Kini sejak pedagang kaki lima direlokasi ke Teras Malioboro (berada di sisi selatan), lorong Malioboro di sisi utara menjadi lengang. Beberapa toko tutup permanen. Dampak positifnya, keberadaan gedung JLC sebagai cagar budaya dengan arsitektur kolonial Belanda tampak menonjol.
Saat ditemui (14/3/2023), Budiyono, koordinator pelayanan JLC menjelaskan berbagai upaya memperkenalkan perpustakaan JLC Â ke masyarakat.
"Dulu masyarakat takut masuk ke sini. Tukang becak yang mangkal di depan mengira kalau Jogja Library Center hanya untuk pelajar dan mahasiswa. Dikira kalau masuk harus membayar. Setelah dipersilakan masuk, baru ia percaya kalau gratis dan bisa membaca dengan nyaman di dalam," jelas Budiyono mengenang peristiwa beberapa tahun lalu.
Pustakawan utama itu menjelaskan kalau dari sisi gedung dan fasilitas, JLC Â sudah memadai, tinggal upaya mengajak masyarakat luas memanfaatkan fasilitas JLC.
Mahasiswi dari jurusan ilmu sosial UNY, Eka Tiya, mengaku sering berkunjung ke JLC.
"Saya senang ke sini karena banyak data yang bisa didapatkan. Terutama data dari koran-koran lama. Â Terlebih sebagian koran tua sudah didigitalisasi," ujar Eka sambil menunjukkan data lewat layar komputer.
Di bagian belakang gedung masih terdapat beberapa bagian alat percetakan. Dari sejarahnya, pada zaman penjajahan Belanda, gedung JLC pernah dimanfaatkan sebagai toko buku  NV Boekhandel en Drukkerij Kolff-Bunning. Juga merupakan gedung perusahaan percetakan dan penerbitan buku pendidikan.
Buku-buku yang pernah diterbitkan, antara lain Ramawijaya (1922) dan Serat Pustakaraja Purwa (1939).Â
Pada zaman pendudukan Jepang,  bangunan Kolf Bunning dijadikan kantor berita Domei. Berfungsi sebagai  kantor penerangan/propaganda.  Pada tahun 1950-an pemerintah memanfaatkan gedung ini sebagai perpustakaan negara.
koleksi koran dan majalah sejak tahun 1945-an.Â
Keunggulan JLC berkaitan denganPengunjung bisa membaca berbagai koran, misalnya Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Sinar Harapan, Kompas, Bernas, dan Suara Karya. Sedangkan koleksi majalah meliputi Djaka Lodang, Penyebar Semangat, Gatra, dan lainnya.Â
Koleksi koran dan majalah tersusun dan dijilid rapi, sehingga pembaca dapat membaca dengan nyaman.Â
Bahkan tedapat koleksi buku hasil kerja sama dengan negara Jepang di ruang Kyoto Book Corner.
Gedung JLC berupa bangunan cagar budaya dua lantai. Memiliki ruangan yang bisa dimanfaatkan masyarakat luas/komunitas untuk acara diskusi.Â
Ruang baca di lantai bawah terasa luas dan nyaman. Ada beberapa komputer yang disediakan bagi pengunjung yang ingin melihat hasil digitalisasi koran-koran lawas.
Kini, JLC berada di bawah pengelolaan Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) Daerah Istimewa Yogyakarta. Siapa pun bisa mengunjungi JLC secara nyaman tanpa harus berdesakan dengan pengunjung Malioboro.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H