Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membaca Iliad dan Pertempuran Lain Dropadi

15 Maret 2023   16:54 Diperbarui: 16 Maret 2023   06:03 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof.Dr. Faruk, SU/Foto: Hermard

Seminar Nasional Sastra Banding Membaca Iliad dan Pertempuran Lain Dropadi, diadakan oleh Rumah Literasi Blora bekerja sama dengan Prodi Magister Sastra FIB UGM (15/3/2023), di Auditorium Soegondo UGM,  menghadirkan narasumber Prof Dr Faruk, SU dan Kurnia Effendi. 

Sebelum seminar, ketua Rumah Literasi Blora, Herry Mursanto berharap meskipun Blora merupakan kota tersepi, ketlingsut neng tengah, tetapi Blora melahirkan Pramoedya Ananta Toer dan Budi Darma.

Kali ini Rumah Literasi Blora ingin memberikan manfaat kepada sastra dengan menerbitkan Iliad karya Homer.

"Jelek-jelek, Blora adalah mafia sastra. Mana ada sastawan seperti Pramoedya sampai enam kali dicalonkan meraih  Nobel," seloroh Herry.

Ketua Program Magister Sastra, Aprinus Salam bercerita  sudah sejak kuliah mendengar Iliad, Mahabrata, tapi hanya mendengar tanpa membaca.

"Iliad merupakan karya sastra  paling berpengaruh di dunia. Jadi orang sastra harus membacanya. Kedahsyatannya diterjemahkan oleh Mas Kusno Widodo. Terjemahannya sangat menarik, begitu puitis," ujar Aprinus.

Iliad/Foto: Hermard
Iliad/Foto: Hermard
Mengawali  seminar, guru besar sekaligus budayawan, Faruk  menyatakan bahwa Iliad dan Pertempuran Lain Dropadi  (Triyanto Triwikromo) tidak sebanding. Lebih sejajar jika Iliad disandingkan dengan  Mahabrata.

Hal yang menarik dalam Iliad,  dewa-dewa berlaku seperti manusia: berkelahi dan berperang. Melihat dewa berkelahi sebenarnya merupakan hal aneh. Karena dewa mempunyai  kekuatan payung suci sehingga tidak bisa disentuh. Dewa-dewa seharusnya tidak berkelahi. Kalau dewa berperang, lalu kemana orang-orang harus mengadu?

Iliad ditemukan intelektual renaisans saat manusia mengalami dehumanisasi. Peran cerita Iliad sangat signifikan sesudah manusia berada dalam kegelapan. Sesudah kita merindukan manusia sebagai subjek.

Prof.Dr. Faruk, SU/Foto: Hermard
Prof.Dr. Faruk, SU/Foto: Hermard
Mengapa perempuan yang selalu menjadi bumerang dalam peperangan, termasuk dalam Iliad dan Mahabarata?

"Perempuan merupakan atribut martabat laki-laki. Beda dengan petani, martabat mereka adalah tanah - sadumuk bathuk sanyari bumi," jelas Faruk.

Di sisi lain, Kurnia Effendi, seniman lulusan Seni Rupa ITB, saat membaca Iliad, nama-nama dewa langsung berkeliaran di kepalanya.

Dalam makalah "Tema Besar Manusia dalam Iliad dan Dropadi", ia mengaku bahwa mendengar kata Iliad,  langsung teringat Homerus. Beberapa nama dewa Yunani berseliweran di kepala, meski tidak memahami secara terperinci silsilahnya.

Kurnia Effendi/Foto: Hermard
Kurnia Effendi/Foto: Hermard
Satu-dua di antara mereka digunakan sebagai brand. Misalnya Cronos (ayah Zeus?) menjadi tipe mobil Mazda, kemudian Achilles dipakai merk industri ban, sedangkan Apollo tersebut sebagai jenis wahana terbang Amerika yang diluncurkan ke angkasa luar. Athena menjadi nama Ibu Kota Yunani, sementara Dewi Aphrodite dipinjam Paul Wellman untuk menggambarkan kecantikan Kota Byzanthium dalam novel Wanita. 

Mengetahui bahwa Homer menulis Iliad pada 2.800 tahun yang lalu, rasanya sang pengarang berada dalam zaman nabi-nabi.

Untuk kesekian kalinya saya membaca kisah epik Mahabharata. Kali ini Pertempuran Lain Dropadi (PLD) yang ditulis Triyanto Triwikromo; sebelumnya Wasiat Para Perempuan Bharata yang ditulis Rani Aditya.

Achilles terbunuh dalam perang, hal yang bagai disesalkan oleh ibunya. Sementara Dropadi dianggap sebagai pemicu perang karena mendapat kutukan dewata bahwa ia kelak akan menjadi istri lima kesatria. 

Tuntutan "rajah tangan" itu dimulai dari upaya menyingkirkan Karna yang mestinya memenangi sayembara memanah karena berhasil mengangkat busur yang berat-ditafsir Rumadi dalam "Melepaskan Belenggu", Dropadi sempat saling pandang menggetarkan dengan si tampan anak angkat kusir kereta itu-demi kehormatan. 

Pertempuran Lain Dropadi/Foto: Hermard
Pertempuran Lain Dropadi/Foto: Hermard
Semi- dekonstruksi yang dilakukan Triyanto sesungguhnya sebuah jalan untuk mengamalkan banyak pelajaran filsafat hidup. Pertanyaan-pertanyaan Dropadi yang dijawab ambigu baik oleh Kalakali, Krishna, Dewa Indra, Yudistira, dan lain-lainnya mewakili pertanyaan-pertanyaan manusia yang berpikir, si cerdas yang ingin banyak tahu.

Mendapat jawaban berupa pertanyaan itu "muslihat" para coacher modern yang bertugas menggali potensi pada seseorang atau tim lembaga dengan membuka kerangkeng singa dalam pikiran. 

Persiapan dan proses panjang penulisan yang memakan waktu seluruhnya 20 tahun (pengakuan Triyanto) ini menunjukkan bahwa pengambilan sudut pandang dan tafsir melalui subjek Dropadi, juga tidak mudah. 

Yang dilakukan Triyanto bukan dekonstruksi ekstrem mengingat pakem dari naskah aslinya masih menjadi dasar pemaparan perjalanan Pandawa dan Korawa menuju perang-lagi-lagi perang menjadi solusi-Bharatayudha tetap digunakan. 

Namun, berbeda dengan Iliad yang kronologis, Dropadi dalam PLD menghilangkan konsep waktu. Semua kisah, bahkan kehidupan umat manusia yang dipercaya Stephen Hawking, sudah selesai. Barangkali kita sedang mengulang blue print yang sudah ada. 

Andai sejarah dari titik nol hingga akhir dibentangkan dalam atlas mahabesar, kita berada dalam satu keping puzzle dengan koordinat tertentu yang andai diulang berkali-kali pun akan mengalami perjalanan yang sama tanpa kemampuan mengingat masa sebelumnya ketika di-reset/rewind.

Homer bertutur secara beruturan tanpa kilas balik. Berbeda dengan Dropadi yang dipertemukan oleh Triyanto dengan masa depan dan masa lalu, hilir mudik. Segalanya dapat terjadi hari ini, berlapis-lapis, seperti kita sedang memandang posisi dua atau lebih area yang berbeda dalam satu kesempatan. Ada skala dalam niskala.

Persamaan yang mendasar antara Iliad dan Mahabharata terlihat dalam hubungan antara manusia dan dewa. Di India, sebagai sumber epos Mahabharata, terdapat dewa-dewi yang berbagi tugas mengatur semesta (untuk mengatakan kesatuan antara mayapada dan marcapada). 

Dalam hal itu, meski para dewa-dewi adalah sosok-sosok mulia dengan sejumlah privilege, nyatanya masih memiliki nafsu sehingga berbuat kesalahan tergoda manusia. Umumnya dewa lelaki terhadap manusia perempuan seperti yang terjadi antara Dewa Surya dan Kunti. 

Asa Jatmiko menampilkan penggalan Iliad
Asa Jatmiko menampilkan penggalan Iliad "Wabah dan Amarah"/Foto: Hermard
Itu sebabnya, baik dalam mitologi Yunani dan wiracarita Bharata muncul karakter tokoh setengah dewa. Achilles beribu Dewi Tethys yang menikah dengan manusia fana Peleus, sedangkan Karna berayah Dewa Surya yang menikah dengan Kunti. 

Kehadiran dan percakapan tanpa batas kerap terjadi antara Dewa Indra dan Dropadi atau antara Dropadi dan ayah-ibunya yang sudah moksa. 

Sementara dalam lliad, Zeus dan adik sekaligus istrinya, Hera, bisa saling mengakali, kemudian membantu manusia fana melakukan tindakan. 

Sembari menjalani hidup, Dropadi tahu banyak hal yang akan terjadi terhadapnya. Dengan pelbagai bentuk perlawanan, toh akhirnya keputusan dan pemikiran Dropadi menyesuaikan garis-Nya. 

Sementara itu, Achilles juga tahu melalui ibunya bahwa usianya tidak lebih panjang setelah berhasil membunuh Hector. 

Dropadi mengenali konsep surga dan neraka secara sederhana, beberapa kali terjadi tawar- menawar dengan pertimbangan-pertimbangan pribadi.

Dalam Illad, para dewa ikut "perang" dengan menitipkan ambisi, strategi, kepentingan melalui tindakan manusia yang dilihat dari langit. 

Dewa yang beranak pinak juga berbagi tugas, namun bukan berarti Zeus yang bertakhta paling tinggi tidak pernah dilawan istri dan anak-anaknya. Nasib Hector dan Achilles sama-sama sudah ditentukan oleh takdir.

Para tokoh dan peserta seminar/Foto: Hermard
Para tokoh dan peserta seminar/Foto: Hermard
Landung Simatupang, seniman Yogya yang juga hadir dalam seminar, menyatakan bahwa Iliad  maupun Peperangan Lain Dropadi - konsep Yunani dan India, keduanya berisi  penyampaian gagasan tentang cita-cita manusia untuk melampaui dirinya sendiri, nirbatas. 

Cerita-cerita seperti ini selalu menarik. Betapa manusia selalu gelisah dan ingin mengatasi keterbatasannya. (Herry Mardianto)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun