Apa yang membuat Anda rindu pada kota bernama Yogyakarta? Suasana romantis angkringan? Lezatnya kuliner yang terus menggoyang lidah? Atau jejak sejarah yang tak pernah selesai ditelusuri, seperti puluhan candi yang meninggalkan prasasti kekaguman masa lalu?
Berburu Matahari di Ketinggian Ratu Boko
Bagi para pecinta sunset, ada baiknya  Anda mengabadikan keajaiban matahari terbenam  di kompleks candi Ratu Boko yang berada pada 196 meter di atas permukaan laut  dengan areal seluas 250.000 meter persegi. Perpaduan matahari, senja, dan candi akan melahirkan sensasi tak terlupakan.
Bangunan utama situs Ratu Boko ditemukan pertama kali oleh arkeolog Belanda, HJ De Graaf, pada abad ke-17. Di dalamnya tersimpan prasasti Abhayagiriwihara (tahun 792 Masehi), menyebutkan tokoh bernama Tejahpurnpane Panamkorono.Â
Diperkirakan Tejahpurnpane Panamkorono adalah Rakai Panangkaran yang membangun Candi Borobudur, Candi Sewu, dan Candi Kalasan.
Meski didirikan oleh seorang Budha, Candi Ratu Boko memiliki unsur-unsur Hindu. Hal itu dapat dilihat dengan adanya lingga dan yoni, arca Ganesha, serta lempengan emas bertuliskan Om Rudra ya namah swaha sebagai bentuk pemujaan terhadap dewa Rudra (nama lain Dewa Siwa).Â
Kemunculan unsur-unsur Hindu tersebut membuktikan adanya toleransi umat beragama yang tercermin dalam karya arsitektural.
Sambisari Kedigdayaan Gunung Merapi
Seandainya saja Karyoinangun  tidak terpanggil  meluku tegalan sawahnya pada Minggu Kliwon, 9 September 1965, mungkin kemegahan  Candi Sambisari tak pernah kita saksikan.  Setelah  lima putaran, tiba-tiba mata luku-nya menghantam benda keras. Seketika laki-laki yang saat itu masih berusia 30 tahun terkejut dan tak berapa lama ia sadar telah menemukan batuan candi, bagian batu yang berada di atas arca Dewi Durga.Â
Dari penelitian diketahui bahwa Candi Sambisari terpendam karena tertimbun material batuan letusan gunung Merapi sedalam lebih dari 6 meter.
Tangga masuk ke candi dilengkapi  sayap berrelief makara disangga dua tangan makhluk kate. Uniknya candi ini tidak memiliki pilar penyangga sehingga bagian dasarnya sekaligus berfungsi sebagai pilar penyangga candi.
Patung yang tersisa berupa arca Durga di sebelah utara, Â arca Ganesha di sisi timur, dan arca Agastya di bagian selatan. Dua relung lain yang ada di kanan dan kiri pintu seharusnya berisi arca dewa penjaga pintu (Mahakala dan Nadisywara); sayangnya kedua arca itu sudah tidak ada di tempatnya.
Mantra Kutukan di Candi Ijo
Terletak di dukuh Groyokan, desa Sambirejo, kecamatan Prambanan, berada di lereng bukit. Dari candi Ijo kita dapat menyaksikan keindahan kota Yogyakarta yang berada di sisi barat. Bahkan dulu saat bandara Adisutjipto masih ramai, kita dapat menyaksikan dengan jelas pergerakan pesawat yang take off maupun landing.
Candi ini pertama kali ditemukan oleh H.E. Dorrepaal pada tahun 1886 dengan temuan berupa tiga buah arca batu dan lingga yoni di bilik candi induk. Ketiga arca tersebut adalah Ganesa, Siwa, dan sebuah arca tanpa kepala bertangan empat, salah satu dari empat tangan tersebut membawa cakra.
Satu prasasti ditemukan di atas dinding pintu masuk candi (candi F), terdapat tulisan Guywan yang berarti pertapaan. Adapun prasasti lainnya berisi 16 buah kalimat mantra kutukan yang diulang-ulang berbunyi Om sarwwawinasa, sarwaawinasa: hancur semua, binasa semua. Prasasti-prasasti tersebut tidak berangka tahun, tetapi dari sudut paleografis diperkirakan dari abad 8-10 M.
Punden Berundak Candi Barong
Candi ini berada tidak jauh dari candi Ratu Boko. Penemuan awal candi sekitar tahun 1913 oleh seorang Belanda dalam rangka perluasan perkebunan tebu untuk mendukung produksi pabrik gula.Â
Proses susun coba candi mulai dilakukan pada tahun 1978, dan akhirnya berhasil merestorasi bangunan candi pertama pada tahun 1994. Berbeda dengan candi-candi lainnya di Jawa Tengah, candi Barong merupakan bangunan punden berundak, yaitu model bangunan suci pada masa pra-Hindu.
Keistimewaan candi Barong tercermin dari tata letak candi yang menunjukkan kontinuitas dengan tradisi masa prasejarah, khususnya masa megalitikum/periode batu besar.Â
Hal ini ditunjukkan dengan pola pembagian halaman ke belakang dengan ketinggian berbeda, dan kedudukan bangunan inti terletak pada batur tertinggi. Konstruksi bangunannya didirikan pada sebuah bedrock (batu cadas) sebagai alasnya.
Dua Raja  Candi Kalasan
Hanya berjarak kurang lebih 200 meter dari jalan utama Yogya-Solo, yakni di desa Kalibening, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman, berdiri candi yang cukup besar, bernama Candi Kalasan.Â
Candi yang diperkirakan berdiri pada tahun 778 Masehi ini, tampak masih berdiri tegar setelah mengalami tiga kali proses renovasi. Sayangnya, maraknya aktivitas pencurian menyebabkan banyak arca maupun bagian-bagain candi yang raib.
Candi Kalasan atau Candi Tara merupakan candi Budha tertua di Indonesia, dibangun atas perintah Rakai Panangkaran (sebagaimana terungkap dalam prasasti kuno yang ditemukan tidak jauh dari candi).Â
Prasasti tersebut dibuat pada tahun 700 saka atau 778 Masehi dengan huruf Pranagari dan Sansekerta, memberikan penjelasan bahwa pendirian candi atas usulan para Guru Sang Raja yang berhasil membujuk Raja Tejahpurna Parapkarana (Kariyana Panangkara) dan keluarga Syailendra (Syailendra Wangsatikala).Â
Dari catatan tersebut bisa ditafsirkan bahwa candi Kalasan dibangun oleh dua raja secara bersama-sama, yaitu raja dari wangsa Syailendra dan raja dari Mataram Hindu yang tidak diketahui namanya pada zaman wangsa Syailendra.Â
Candi Kalasan merupakan sebuah bangunan suci untuk penghormatan bagi Bodhisattva, yaitu Wanita Tara dan sebuah biara bagi para pendeta.Â
Tahun 778 Masehi dianggap sebagai tahun pembuatan candi Kalasan. Biara yang disebut dalam prasasti diperkirakan adalah Candi Sari yang berlokasi sekitar 300 meter di sebelah utara candi Kalasan.
Beberapa ahli menafsirkan candi Kalasan dibangun sebagai penghargaan atas perkawinan Parapkarana dari dinasti Sanjaya dengan Dyah Pramudya Wardani dari Syailendra. (Herry Mardianto)
Rujukan: Sleman Wisata Seribu Candi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI