Buku Njajah Desa Milang Kori, bersifat lebih khusus, memuat dua puluh tulisan mengenai proses kreatif penulisan novel -- bagaimana para novelis melakukan perjalanan panjang demi mewujudkan novel.
Di bagian awal tulisan "Saya Tidak Bermain-main dalam Bersenang-senang," Herlinatiens (yang mengaku tidak mudah bergaul  dan sama sekali tidak memiliki cita-cita menjadi seorang sastrawan) menyatakan bahwa menulis apa pun merupakan cara berbicara dengan orang lain. Menulis novel merupakan cara mengenali diri sendiri dan sekitar dengan lebih baik.
Di bagian lain, wanita penyuka kopi tanpa gula ini  mengakui mempunyai beberapa buku yang cukup menginspirasi saat gandrung menulis catatan-catatan kecil bernama puisi.
"Sebut saja antologi puisi Gandrung karya Gus Mus dan novel Olenka karya Budi Darma. Persinggungan saya dengan beliau berdua selanjutnya justeru banyak terkait soal ketertarikan saya pada cara keduanya melayani hidup. Kekaguman-kekaguman yang secara tidak langsung mungkin saja memengaruhi gaya penulisan saya," jelasnya.
Sastrawan Mustofa W. Hasyim lewat tulisan "Semakin Menjadi Jawa dengan Menulis Novel" membocorkan rahasia mengenai novel Perempuan yang Menolak Berdandan, awalnya berupa cerita pendek. Setelah dua puluh halaman, diteruskan menjadi novel.
"Ceritanya berupa kisah perempuan muda keturunan bangsawan Surakarta dan anak perwira tinggi militer yang mempunyai kepribadian unik, tidak mau berdandan.
Agar seru, maka saya oplos dengan intrik politik menjelang pemilihan presiden. Agar enak dibaca, saya bumbui dengan adegan percintaan penuh  derita, dan saya tutup dengan tarian yang amat indah," papar Mustofa.
Proses kreatif lain yang cukup menarik bisa dicermati lewat "Untuk Siapa Saya Menulis" (Ashadi Siregar), "Menulis Novel: Sebuah Cara Menikmati Detak Jantung Sendiri" (Evi Idawati), dan "Melepas Kesedihan dalam Kata-kata" (Sindhunata).
cerpen dilengkapi  karya cerpen yang dijadikan objek pembicaraan. Dengan demikian pembaca di samping memahami proses kreatif penciptaannya, juga langsung dapat membaca cerpennya.
Referensi terakhir adalah Minder ing Rat, berisi tiga puluh dua proses kreatif penciptaanPenulis muda kreatif, Eko Triono, lewat "Ikan Kaleng dan Saya dalam Kaleng"  menceritakan proses kreatif penulisan cerpen pilihan Kompas "Ikan dalam Kaleng" terinspirasi dari  empat orang Papua yang sedang menjalankan studi magister dan kos di Karangmalang.
"Saya menulis cerpen Ikan Kaleng ketika berada dalam kaleng yang lain. Pada waktu yang raib, saya pernah ada dalam kaleng ruh, kaleng rahim, kaleng bayi, dan seterusnya sampai pada saat di kaleng mahasiswa  saya menulis cerita. Bukan hanya kaleng  dalam arti sebentuk tanda dalam usia, tapi juga ruang dalan bidang, kos-kosan di Yogyakarta," jelas Eko.
Di sisi lain, Evi Idawati dalam tulisan "Pengalaman tanpa Batasan" meyakini bahwa tidak setiap orang mempunyai kesadaran bahwa pengalaman dalam  hidup menjadi gerbang pembuka sebuah pemahaman. Membuat seseorang mampu menemukan jendela  dan pintu untuk masuk ke dalam "imajinasi" yang tak terbayangkan, tanpa batasan dengan penuh keimanan, keyakinan, dan kemantapan. Baik atau buruk jenisnya, hanya persoalan sudut pandang dan bekal wacana yang dimiliki untuk menamai.