pasang surut  menjadikan keasyikan tersendiri bagi anak-anak pedalaman. Saat duduk di sekolah dasar, saya dan keluarga hidup di Kuala Tungkal, Jambi.
Hidup di wilayahJika musim pasang tiba, ramai-ramai kami berenang  di sungai atau di samping rumah dengan genangan air dalam.  Keasyikan akan bertambah jika saat berenang siang atau sore hari datang hujan.Â
Secara spontan kami akan memulai acara bersenang-senang dengan bermain bola sepuasnya, setelah itu baru menceburkan diri  ke sungai atau dangau alami. Kami sering berlomba meloncat ke dalam air dan bertahan sekuat tenaga di dalamnya.Â
Permainan ini kami sebut dengan  lompat batu atau nyelam batu: melompat ke dalam air dan menjadi baru karena  tidak  cepat-cepat muncul ke permukaan.
Permainan lainnya di musim pasang adalah bermain kapal-kapalan. Sebagai warga yang hidup di daerah pasang surut, kami tidak asing dengan benda-benda yang selalu terlihat setiap hari berdampingan dengan sungai atau laut, terutama sampan dan kapal. Â
Kapal sedang atau kecil selalu melintasi pelabuhan, perkampungan orang Bajau (Bajo), dan merapat ke arah darat di tepian pelabuhan.Â
Ketika air pasang kami mencari sabut atau papan bekas (papan kayu putih) yang dibentuk menyerupai kapal. Agar bisa melaju dan memenangkan pertandingan adu cepat atau adu jauh, kapal mainan kami pasangi tiang dari bambu atau lidi untuk menggantungkan layar terbuat dari plastik bekas. Di bagian atas tiang layar dilengkapi bendera kecil berbentuk segi tiga terbuat dari kertas Â
Terkadang di buritan kapal-kapalan, kami lengkapi dengan semacam kemudi yang tentu saja hanya sebagai hiasan. Layar dibentuk menyerupai layar kapal yang bisa digerakkan ke kiri dan ke kanan, berfungsi menahan angin agar kapal mainan bisa melaju. Lomba diikuti oleh tiga atau lima orang anak.Â
Dalam perkembangan berikutnya, jika ayah bertugas ke Jambi atau Jakarta, kami dioleh-olehi buku bacaan, Â mainan berupa mobil-mobilan dan kapal-kapalan.Â
Mainan oleh-oleh ini membuat anak-anak sebaya lainnya  ada yang merasa penasaran  maupun jeles karena mainan berupa kapal-kapalan benar-benar menyerupai speedboat dan dapat melaju di air karena memakai tenagai baterai.Â
Mengapa mereka jeles? Orang tua mereka rata-rata nelayan dan pedagang kecil-kecilan sehingga tidak memungkinkan mereka mampu membeli kapal-kapalan "mewah" dengan bahan penggerak batu baterai.
Hem masa kecil yang selalu menyenangkan dan tak lepas dari ingatan. Bagaimana masa kecil para kompasianer, lebih mengasyikkan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H