Upaya pembinaan siaran radio dengan menggunakan bahasa daerah (Jawa) sudah dilakukan sebelum RRI lahir; yaitu saat saluran radio pemerintah penjajah Belanda (NIROM) ingin menguasai siaran ketimuran pada tahun 1937.
Setelah berubah wujud dari MAVRO menjadi RRI Nusantara II Yogyakarta, siaran kesenian dengan menggunakan bahasa daerah (Jawa) terus dilakukan. Sejumlah program siaran yang bersifat pelestarian dan pengembangan seni dan budaya Jawa, antara lain kethoprak, wayang kulit, sandiwara radio, dan pembacaan buku.
Acara Pembacaan Buku (PB) oleh Pak Katno, tergolong sebagai salah satu acara yang pernah populer di RRI Yogyakarta selama periode l955-1980. Â Acara ini disiarkan secara langsung (live) dari Studio I RRI Yogyakarta setiap hari Selasa dua minggu sekali.Â
Sesuai dengan nama acaranya, pembacaan buku RRI Yogyakarta betul-betul menyajikan aktivitas pembacaan buku cerita (novel, cerkak, cerbung) berbahasa Jawa. PB adalah mata acara yang menyajikan pembacaan buku cerita berbahasa Jawa, disampaikan secara monolog dengan pendekatan dramaturgi.
Cerita-cerita yang dibaca oleh Pak Katno seluruhnya merupakan karya sastra cetak, antara lain "Sala Banjir Bandang" karya Soeharsini Wisnoe, "Pejuang Perbatasan Kalimantan Utara" karya Lukita, Â dan "Setan Semarang" karya Sunjoto.Â
 Â
Kecenderungan Pak Katno dalam mengisi acara PB berkaitan dengan pemilihan sumber bacaan. Pada mulanya diambil dari buku-buku cerita berbahasa Jawa yang beredar di pasaran, diproduksi  penerbit  terkenal.  Buku cerita yang dibaca tidak hanya ditulis dalam huruf latin, tetapi ada juga yang  dalam huruf Jawa,  seperti  Dhendhaning Angkara karya Mas Hardjawiraga  (Balai Pustaka, 1932). Memasuki dekade 1970-an Pak Katno mengambil cerita-cerita dalam majalah berbahasa Jawa.
Perubahan pemilihan sumber bacaan terkait dengan kondisi faktual pada dekade l970-an, saat kuantitas penerbitan buku-buku cerita berbahasa Jawa semakin menurun. Dari ratusan cerita yang pernah dibaca dalam acara PB, terdapat beberapa cerita yang  digemari khalayak pendengar, antara lain "Swaraning Asepi"  (Sastroatmojo); "Tresna Toh Pati" (R. Ronggo Wreksowijoyo); dan "Serat Riyanto"  (RB Sulardi).
Di samping di RRI Yogyakarta, acara PB juga diselenggarakan oleh radio swasta, salah satunya di Radio Retjo Buntung (diselenggarakan sejak tahun l969). Â
Pembacaan buku  diawali dengan menampilkan cerita Kumpule Balung Pisah (A. Saerozi AM) terbitan Balai Pustaka, mendapat sambutan  luar biasa. Terbukti dari banyaknya pendengar yang kemudian menyodorkan beberapa buku untuk dibacakan, antara lain Anteping Tekad (AG Suharti), Ngulandara (Margana Jayaatmaja), Serat Riyanta (R.B. Sulardi), beberapa karya Any Asmara, Widi Widayat, Suparta Brata, dan Esmiet.
Keterbatasan persediaan buku sastra Jawa menyebabkan pembacaan beralih ke karya sastra dalam majalah berbahasa Jawa, seperti Panyebar Semangat, Jaya Baya, Djaka Lodhang, dan Mekar Sari.Â
Peralihan objek bacaan (dari buku ke majalah), akhir tahun 1980-an, mempermudah proses seleksi  cerita yang akan dibacakan karena cerita tersebut terlebih dahulu telah lolos seleksi oleh tim redaktur majalah. Hanya saja untuk layak siar harus memenuhi syarat naskah: terikat lama waktu siar--cerkak atau roman secuil meskipun bagus ceritanya tetapi jika tidak mencapai masa putar antara tiga puluh sampai empat puluh menit, tidak dapat disiarkan.Â
Terhadap kata-kata,  kalimat, yang bersinggungan dengan masalah seks, berbau pornografi, atau penceritaan ro-mantis berlebihan,  dilakukan editing dengan mengganti kata-kata  yang lebih pas, tidak mengurangi nges cerita.
Keseriusan Radio Retjo Buntung menangani acara yang berkaitan dengan pengembangan sastra Jawa terlihat dari kesungguhan penggarapan acara pembacaan buku yang disiarkan dari hari Minggu sampai hari Rabu.
Acara PB di RB secara umum hanya mentransformasikan karya sastra cetak menjadi audio recording. Artinya, pengasuh acara (pembaca cerita) secara umum tidak melakukan perubahan apa-apa terhadap teks asli. Pengasuh tidak menuliskan ulang cerita yang akan dibaca sehingga kalau yang akan dibaca cerita dari buku atau majalah, maka yang dipegang/dibaca saat rekaman pun merupaka  buku atau majalah bersangkutan.
Hanya saja pengasuh memberikan space berisi tanda-tanda tertentu untuk membantu memudahkan proses pembacaan.
Sebelum melakukan proses rekaman, pengasuh acara melakukan persiapan dengan membaca keseluruhan teks guna mengetahui apakah teks yang akan dibacakan cukup menarik, isi ceritanya memikat, sesuai dengan kebijakan radio, dan penyajiannya menggunakan bahasa yang baik.
Untuk menumbuhkan  daya tarik bagi pendengar, pihak pengasuh membacakan cerita secara dramatik naratif. Artinya, cerita dibacakan dengan penuh penghayatan, menggunakan intonasi, diksi yang tepat untuk membangun keutuhan cerita.Â
Dialog dalam cerita dibawakan seperti dialog dalam pementasan drama dengan variasi suara dan karakter. Jika cerita menuntut adanya dialog karakter laki-laki tua dan karakter seorang gadis, maka pengasuh akan menyajikan warna suara sebagaimana yang dituntut dalam cerita.Â
Penciptaan variasi suara dan karakter tokoh semuanya dimainkan oleh Abbas Ch. selaku pengasuh acara. Meskipun Abbas Ch. seorang laki-laki tulen, ia mampu mengadaptasikan suara nenek-nenek, ibu muda, seorang gadis maupun anak kecil.
Sejak tahun 1994 acara PB di RBFM disiarkan dua kali seminggu pada setiap hari Senin dan Selasa malam hari, menyesuaikan dengan jam kebiasaan mendengar masyarakat yang menjadi target audience. Di samping itu juga dimaksudkan untuk pengelompokan acara budaya. (Herry Mardianto)
Rujukan: Tradisi Sastra Jawa Radio
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H