“Jangan lupa mampir Bakso President kalau sudah sampai Malang,” pesan Mbak Esti Darunurwati kepada ibu negara Omah Ampiran A-16. “Ora nguwati enake,” lanjut Mbak Esti.
Rasa penasaran terhadap bakso President di Jalan Batanghari No. 5, Rampel Celaket, Klonjen, kami tuntaskan di hari kedua. Hari pertama kami habiskan dengan keliling kota, termasuk jalan-jalan di seputar kantor Balai Kota Malang.
Semula usaha bakso President berupa bakso keliling pikulan, dirintis oleh Abah Sugito (alm.) pada tahun 1970-an agar dapat bertahan hidup di Malang bersama istri tercinta. Pelanggan banyak yang “terkesima” dengan rasa bakso buatan Abah Sugito, sehingga ia mampu membeli gerobak dorong dan akhirnya mendirikan warung bakso di pinggir rel kereta api, dekat gedung bioskop President.
Meskipun semula warung bakso itu bernama Warung Bakso Manalagi, tapi karena lokasinya berdekatan dengan bioskop President, lama- kelamaan orang mengenalnya sebagai bakso President. Brand tersebut melekat sampai sekarang.
“Mbak dan Mas bisa memilih bakso alus atau bakso urat, ditambah tahu, paru, pangsit, bakso goreng, lontong, dan banyak pilihan lainnya,” ujar Dewi, salah seorang saudara, menjelaskan penuh semangat.
Pilihan lain bisa berupa paketan bakso urat/tulang muda, campur biasa terdiri dari bakso kecil dan urat, siomay basah, siomay kering, tahu, dan udang goreng. Ada pula campur jeroan, berisi campur biasa plus jerohan. Ada lagi campur komplit dan campur spesial. Berbagai minuman dapat dinikmati di sini, antara lain es teler, kelapa muda, capucino cincao, juice alpukat, teh, kopi, dan jeruk.
“Bagaimana Mbak rasanya?”
“Wah, maknyus!” jawab ibu negara Omah Ampiran singkat sambil terus menikmati bakso legendaris kota Malang.
Di tengah asyiknya menikmati bakso President, tiba-tiba terdengar lagu india “Koi Mil Gaya” dari tengah rel kereta api. Seorang lelaki dengan wajah mengindia, berperawakan tinggi besar, bercelana jins, dan berkacamata hitam, menari lincah mengikuti irama lagu india sambil tersenyum. Terkadang tangannya berkacak pinggang, sebentar kemudian kedua sikunya lemah gemulai menggerakkan kedua lengan, dan sejurus kemudian tangannya menghentak ke belakang badan.
Sesekali secara lipsing ia bergaya menyanyikan “Koi Mil Gaya” bak artis Kajol atau Shah Rukh Khan. Tape recorder tak lama kemudian berhenti menyuarakan lagu India dan lelaki itu menghampiri meja pelanggan berharap mendapatkan uang saweran.
Sekelompok pengamen lain muncul dengan peralatan musik gitar, harmonika, dan ketipung membawakan lagu pop, keroncong, maupun dangdut. Pelanggan bisa request lagu sesuai keinginan. Sayangnya kami tak sempat request karena tiba-tiba hujan turun dan para pengamen bubar berteduh di kios seberang rel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H