Apa kuliner yang Anda buru saat berada di Yogyakarta? Gudeg, lupis, cenil, gethuk? Kalau hanya beberapa panganan tradisional itu, bisa didapatkan dengan sekali dayung saat menyusuri Jalan Diponegoro yang membujur di  sisi barat Tugu Pal Putih.
Lupis legendaris Mbah Satinem, terletak di pojokan pertigaan Jalan Bumijo dan Jalan Diponegoro, persisnya di seberang Warung Makan Lombok Ijo. Sejak pukul enam pagi, pelanggan lupis Mbah Satinem  rela  antre sambil menggenggam nomor urut. Kurang dari dua jam, lupis, cenil, gethuk  ludes laris manis. Lupis ini sudah ada sejak tahun 1963.
Gudeg Gongso Bu Tini berada di ujung timur Jalan Diponegoro, tepatnya di pasar tradisional Kranggan. Semula menempati salah satu kios di dalam pasar. Tetapi sejak  awal tahun 2022 bergeser ke luar pasar. Tepatnya di selasar timur pintu masuk depan, sehingga mudah terlihat saat orang  melintas di Jalan Diponegoro.
gudeg Bu Tini.
Saat di dalam pasar, label yang digunakan  adalah "Gudeg Bu Tini", begitu menempati selasar, label berubah menjadi "Gudeg Gongso Bu Tini".
Label ini dipasang bukan tanpa alasan. Menurut Nur Adma Wanti (39) dalam proses pengolahannya, gudeg  digongso atau dimasak menggunakan tungku api dengan bahan bakar  kayu. Pengolahan dengan cara ini menjadikan gudeg memiliki tekstur dan aroma berbeda dibandingkan gudeg lainnya.
Pembeda lain cukup signifikan, Gudeg Gongso Bu Tini memiliki citarasa  tidak terlalu manis.  Rasa yang menonjol merupakan perpaduan citarasa pedas dan gurih  berasal  dari sambal goreng krecek dan kuah areh.
Rasa manis Gudeg Gongso Bu Tini  berasal dari nangka muda dengan tambahan santan,   gula merah, dan sejumlah bumbu dapur lainnya. Â
Gudeg Gongso Bu Tini  dikenal masyarakat sejak tahun 1982. Gudeg dilengkapi berbagai macam lauk berupa daging ayam kampung, telur, tahu atau tempe. Penyajiannya bersama  nasi atau bubur, sambal krecek, disiram areh.
Konon gudeg merupakan makanan tradisional, dimasak dengan kesabaran tingkat dewa karena dalam pengolahannya harus terus diaduk perlahan selama delapan belas jam dengan nyala api tidak terlalu besar. Dari proses mengaduk (hangudeg: diaduk-aduk) inilah etimologi munculnya kata gudeg.
Tentu saja selain Gudeg Gongso Bu Tini, Anda bisa memilih gudeg Djuminten, gudeg Pawon, gudeg Bu Tjitro, gudeg Sagan, gudeg Batas Kota, gudeg Bu Ahmad, atau gudeg lainnya di daerah Barek maupun Wijilan. Sungguh, Jogja memang kota gudeg!
*Herry Mardianto