Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kilap Perak Kotagede: dari Singen sampai Mengondel

12 Desember 2022   06:30 Diperbarui: 12 Desember 2022   07:12 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Andai kata pihak keraton Yogyakarta  pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VIII tidak terpikat dengan  kerajinan logam berciri tradisional hasil sentuhan tangan abdi dalem kriya Kotagede, mungkin kilap perak sudah lama terbenam di antara rumah joglo (lambang kejayaan kekuasaan tradisional Jawa) dan rumah loji (lambang kejayaan  pengusaha pribumi).


Sejak abad ke-16 Kotagede menjadi pusat perdagangan  cukup maju (Djoko Soekiman); setidaknya ditandai dengan sebutan lain untuk kota ini, yaitu Pasar Gede (pasar besar), pusat perdagangan. 

Sebagai pusat perdagangan  kerajinan, nama-nama wilayah di Kotagede pun terkait erat dengan nama usaha kerajinan: Samakan (tempat tinggal para pengrajin kulit), Sayangan (tempat tinggal para pengrajin barang dari tembaga dan perunggu), Batikan (tempat tinggal para pengrajin batik), dan Pandean (tempat tinggal para pengrajin besi) dan sebagainya.
Kotagede merupakan kota tua peninggalan kerajaan Mataram Islam yang kemudian terbagi menjadi Kasunanan Surakarta dan  Kesultanan Yogyakarta. 

Sebagai kota tua, wilayah Kotagede ditandai oleh keberadaan lorong-lorong sempit memanjang, berkelok, dipenuhi bangunan kuno. 

Beberapa di antaranya berupa Omah Kalang, rumah konglomerat Jawa Kotagede dengan arsitektur perpaduan tata ruang  Jawa dan  corak ornamen Indisch. Omah Kalang tersebar di sekitar Jalan Tegalgendu. 

Selain itu, Kotagede tak bisa dilepaskan dari kemonceran kerajinan perak. Munculnya kerajinan perak bersamaan dengan berdirinya Kotagede sebagai ibu kota Mataram Islam pada abad ke-16. Sebuah prasasti yang ditemukan di Jawa Tengah menunjukkan bahwa seni kerajinan perak, emas, dan logam  telah dikenal sejak abad ke-9  (zaman Mataram Kuna/Hindu). 

Di dalam prasasti tersebut termuat istilah pande emas, pande perak, dan pande wesi.
Kedatangan  pedagang bangsa Belanda yang memesan barang-barang keperluan rumah tangga (bagi keluarga Eropa) berbahan perak, menjadikan perak Kotagede merambah ke pasaran dunia. 

Barang-barang tersebut berupa tempat lilin, peralatan makan minum, piala, asbak, dan perhiasan dengan gaya Eropa bermotif hiasan khas Yogyakarta. Motif tersebut didominasi bentuk dedaunan, bunga, dan lung (sulur). Ternyata barang-barang tersebut diminati orang-orang Eropa. Sejak saat itu berbagai order berdatangan dengan jumlah yang terus melambung. 

Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas, pemerintah Hindia Belanda mendirikan  Stichting Beverdering van het Yogyakarta Kenst Ambacht (disebut juga Pakaryan Ngayogyakarta). Lembaga ini memberikan pelatihan mengenai teknik pembuatan kerajinan perak dan pengembangan  pasar. Kegiatannya antara lain mengikuti Pekan Raya di Jepang tahun 1937 dan di Amerika tahun 1938.


Perak Kotagede mengalami masa keemasan  tahun 1940-an dengan munculnya banyak perusahaan perak, peningkatan kualitas, dan diciptakannya berbagai motif baru.


Perlu dicatat, tumbuhnya perusahaan perak diawali dengan adanya pakaryan perak. Istilah pakaryan perak dimaksudkan sebagai usaha membuat barang-barang seni dari perak.

Semula, barang-barang tersebut dibuat bukan untuk diperdagangkan (apalagi memperoleh profit secara besar-besaran), melainkan sekadar  mencukupi kebutuhan sehari-hari. Usaha pakaryan perak mengalami perkembangan dengan adanya organisasi dan spesialisasi  perusahaan perak. 

Meskipun begitu, perak Kotagede masih dikerjakan dengan cara  sama yang menuntut keterampilan tangan. Setelah mengalami pasang surut, industri perak Kotagede tetap tak lapuk oleh hujan tak lekang oleh panas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun