Setelah beristirahat sekitar 1 jam, pendakian dilanjutkan menuju pos 3. Mental mulai diuji dalam perjalanan menuju pos 3. Mental diuji dengan rasa terburu-buru mulai menggerayangi mengingat target untuk hari pertama adalah tiba di Plawangan sedangkan tenaga sudah mulai masuk tahap bawah. Setelah hampir 2 jam berjalan tidak juga kunjung tiba di pos 3, perlahan ego kami pun mulai luntur. Kami mulai berkaca diri. Pukul 6.30 petang kami baru tiba di pos 3 dan kami langsung memutuskan untuk membuka tenda di pos 3, bermalam. Selesai mendirikan tenda dan makan hasil masakan duet Juli & Mbah, kami menyempatkan dulu bersantai di bawah langit yang penuh dengan bintang. Pukul 9 malam akhirnya kami semua masuk tenda untuk memulihkan tenaga. Target hari pertama, GaTot, alias Gagal Total, haha.
Pagi di hari kedua, pukul 7 kami sudah membagi tugas. Ada yang memasak sarapan dan ada yang mengambil air. Khusus untuk mengambil air di pos 3, tidak ada sumber air bersih yang bisa digunakan. Air yang tersedia di pos 3 ini hanyalah air hasil endapan, yaitu air yang berasal dari tanah/pasir yang digali dengan kedalaman sekitar 10-20 cm dengan diameter sekitar 50 cm. Awalnya galian tersebut kering tapi beberapa menit kemudian air mulai merembes keluar. Genangan air yang keluar tersebut harus diendapkan dulu agar debu/tanah yang tercampur bergerak ke bawah dan air yang di atas bisa digunakan. Setelah selesai mengisi perbekalan air, sarapan dan packing, pukul 10 kami melanjutkan pendakian menuju Plawangan.
Ternyata, setelah pos 3, inilah saatnya kami menghadapi jalur yang terkenal dengan sebutan "Bukit Penyesalan" atau "Bukit Penderitaan" atau "Bukit Tanjakan Tanpa Henti" atau apapun itu sebutannya, yang jelas kami menamakannya dengan sebutan "Bukit Pemberi Harapan Palsu". Awal pendakian setelah pos 3 kami langsung disuguhkan dengan tanjakan kemiringan 30-40 derajat dengan durasi 1 sampai 1.5 jam nonstop tanpa bonus tanpa ampun. Setelah tanjakan pemanasan tersebut kami tiba di pos bayangan. Kami berpikir bahwa itu adalah akhir dari "Bukit Penyesalan", ternyata setelah melewati pos bayangan kami langsung disuguhkan kembali dengan tanjakan serupa, menanjak bukit lagi dengan kemiringan 30-40 derajat. Sampai di tengah-tengah terlihatlah di atas sana ada pohon-pohon berbatasan dengan langit yang artinya tanjakan sudah berakhir. Tetapi setelah tiba di pohon tersebut pemandangan di depannya adalah bukit dengan tanjakan kembali. Ohhh...Pemberi Harapan Palsu.
Di pos bayangan itu tim kami bertemu dengan satu orang pendaki asal Semarang. Mas .... namanya dan kami memanggilnya dengan panggilan "Si Mas". Si Mas melakukan pendakian ke Rinjani seorang diri dan berangkat dari Semarang menggunakan transportasi darat alias ngompreng. Salut sama Si Mas ini, seandainya waktu saya tidak terbatas karena pekerjaan pastinya saya juga akan ngompreng ke Pulau Lombok.
Saya sempat bertemu porter dan bertanya, apakah Plawangan masih jauh, jawaban dari porter tersebut adalah "sedikit lagi, 2 tanjakan lagi maka tiba di Plawangan". Semangat memuncak, karena berpikir 2 tanjakan di depan adalah 2 tanjakan singkat. Namun tanjakan tersebut tiada berakhir alias tanjakan yang hampir sama dengan tanjakan sebelumnya, yaitu tanjakan bukit tanpa ampun. Dalam hati saya berkata "1 tanjakan aja gak habis-habis, gimana 2 tanjakan bisa dibilang sedikit lagi?". Ya, saya diberi harapan palsu oleh porter tersebut.
Total waktu yang ditempuh untuk menghabiskan "Bukit Pemberi Harapan Palsu" oleh kami adalah 3.5-4 jam. Sekitar pukul 1.30 siang kami tiba di Plawangan Sembalun. Setelah istirahat sekitar 30 menit, kami masih harus berjalan lagi sekitar 15 menit untuk tiba di Camp Site Plawangan Sembalun. Tiba di Camp Site Plawangan Sembalun kami disambut dengan guyuran hujan sehingga tidak bisa langsung mendirikan tenda. Beruntung sore itu hujan tidak berkepanjangan sehingga kami bisa mendirikan tenda sebelum gelap. Bahkan kami masih bisa mengambil gambar dan menikmati suasana Sunset di Plawangan Sembalun dengan latar danau Segara Anak. Malam itu kami cepat-cepat bergegas untuk tidur mengingat dini hari nanti kami akan melakukan Summit Attack.
Sebelum tidur saya masih menyempatkan untuk evaluasi diri tentang pendakian ini. Betapa sombongnya saya di awal menargetkan hari pertama untuk tiba langsung tiba di Plawangan dan malamnya langsung Summit Attack (pemikiran ini didasarkan pada pendakian saya di Semeru, yang langsung tiba di Kalimati pada hari pertama dan malamnya Summit Attack, ternyata Rinjani benar-benar berbeda). Karena, setelah melakukan pendakian di hari kedua ini, ternyata Rinjani benar-benar diluar dugaan. Disaat ini lah saya memutuskan jika pendakian ini harus molor mengingat panjang & beratnya jalur pendakian Rinjani, maka saya ikhlas tidak menjejakkan kaki di destinasi lain di Pulau Lombok. Positifnya berarti saya harus kembali lagi ke Pulau Lombok dan silaturahmi tatap muka dengan Juli & Mbah.
Pukul 1.45 dini hari, hari ketiga pendakian, kami sudah bangun dari tidur dan bersiap-siap. Tidak lama persiapan yang kami lakukan karena persiapan Summit sudah kami lakukan sebelum tidur tadi. Tepat pukul 2.15 kami mulai Summit Attack.
_hkh_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H