Mohon tunggu...
Herry Kurniawan
Herry Kurniawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

nothing!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pendakian Gunung Rinjani, Pendakian Panjang & Tanpa Ampun (1)

20 April 2014   23:24 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:25 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Haduhh... Gila, nih Gunung banyak banget PHP-nya. Ampun deh Rinjani!"

Kalimat di atas adalah salah satu komentar teman yang mendakibarengsama saya di Rinjani, beberapa waktu lalu. Komentar tersebut berkali-kali diucapkan bagaikan mantera untuk mengobati hati yang pedih karena di-PHP-inoleh gunung Rinjani.

Rencana mendaki gunung Rinjani sudah masuk dalamwish listsaya untuk tahun 2014 ini. Pra-persiapan sudah dilakukan sejak bulan Oktober 2013 ditandai denganhuntingtiket pesawat. Salah satu maskapai pun mendukung dengan memberikan program tiket promo Jakarta - Lombok dengan harga Rp. 110.000,- saja sekali jalan. Sedangkan tanggal, sudah direncanakan untuk memanfaatkan hari "libur" pemilu di 9 April, karena untuk hari "libur" tersebut pasti jarang sekali orang yang punya rencana untukhiking, berbeda dengan hari libur tanggal merah yang pasti sudah diserbu orang oleh mereka yang pecandu ketinggian. Saya masih trauma melihat gunung Semeru dipenuhi oleh "Pecinta Alam", yang Ranu Kumbolonya sudah mirip pameran tenda ketika libur panjang. Semoga danau Segara Anak tidak menjadi seperti itu.

Dalam pendakian gunung Rinjani ini tim saya berjumlah 6 orang, 4 orang dari Jakarta dan 2 orang dari Lombok. Saya, Dana -calon mantan pacar-, Apri dan Buyung adalah tim yang berangkat dari Jakarta. Sedangkan 2 orang dari Lombok itu kami memanggilnya dengan Juli & Mbah. Apri & Buyung berangkat dengan pesawat yang sama dan berangkat lebih dulu, Dana berangkat dengan jadwal siang dan saya berangkat paling terakhir. Setelah kami berkumpul di Bandara International Lombok (BIL), kami langsung menuju kediaman Juli untuk bermalam disana sebelum memulai pendakian.

Juli & Mbah sebenarnya bisa disebut sebagai guidekami selama pendakian di gunung Rinjani ini. Dengan pengalaman mereka yang sudah naik turun Rinjani berkali-kali, maka sedikit banyak menenangkan mental kami. Maklum, dalam pendakian ini harus saya akui secara jujur, bahwa persiapan saya dan 3 orang lainnya sangat minim, sehingga dengan adanya kehadiran Juli & Mbah sangat membantu dalam pendakian ini.

Setibanya di rumah Juli saya dan yang lainnya langsung membahas persiapan pendakian. Hasil dari pembahasan tersebut disepakati pendakian dilakukan dengan durasi 3 hari 2 malam. Hari pertama pendakian dilakukan dari desa Sembalun sampai dengan Plawangan Sembalun, hari keduaSummit Attackdan turun ke danau Segara Anak, hari ketiga turun pendakian melalui jalur desa Senaru. Sedangkan untuk pemberangkatan kami menyewa mobil tetangga Juli untuk diantar sampai desa Sembalun.

Apakah rencana pendakian dengan durasi 3 hari 2 malam tersebut bisa terlaksana dengan baik? Ikuti saja lanjutannya di bawah,hhe.

Rencana awal kami berangkat dari rumah Juli paling lambat pukul 6 pagi. Tetapi dikarenakan kelelahan akhirnya kami baru bangun tidur pukul 6 pagi (disini saja sudah membuat rencana pendakian sudah bergeser,hhe). Setelah selesai sarapan danre-packing carriermasing-masing, pukul 8 kami baru berangkat dari rumah Juli. 5 menit kemudian kami berhenti di pasar tradisional untuk membeli logistik dan nasi bungkus sebagai bekal makan siang dalam pendakian nanti. Pukul 9 kami baru benar-benar, sungguh-sungguh, berangkat menuju desa Sembalun.

Setelah kami melapor di kantor  TNGR desa Sembalun, pukul 10.30 kami tiba di desa Sembalun, tepatnya di sebuah gang pinggir jalan, benar-benar tidak ada tanda-tanda bahwa dari gang tersebut pendakian kami akan dimulai,hehe. Tepat pukul 11 siang kami memulai pendakian kami menuju singgasana Dewi Anjani. Berdoa, menjadi ritual pasti untuk memulai pendakian.

Jangan berharap pendakian di gunung Rinjani melalui jalur Sembalun akan disuguhi hutan-hutan tropis. Seperti yang sudah banyak diceritakan, bahwa jalur Sembalun itu dari awal sampai pos 3 itu isinya hanya padang savana dan panasnya matahari jangan lagi dirasakan, tapi dinikmati. Dari titik awal pendakian sampai pos 1 dibutuhkan waktu 2.5 jam untuk tim kami. Lambat memang karena standarnya untuk mencapai pos 1 hanya dibutuhkan 1.5 sampai 2 jam. Maklum saja karena mulainya pendakian kami di siang hari bolong, saat matahari tersenyum lebar, membuat beberapa diantara kami merasakan pusing dan mulai sehingga harus beberapa kali berhenti untuk memulihkan kondisi. Bisa dikatakan lah sebagai aklimatisasi. Istirahat di pos 1 selama 30 menit untuk makan cemilan, setelah itu kami langsung menuju pos 2. Pos 2 bisa terlihat dari pos 1 dan menandakan bahwa pos 2 dekat dari pos 1. Tetapi itu PHP pemirsa, karena walaupun terlihat dekat ternyata tetap saja dibutuhkan waktu 1 jam untuk tiba di pos 2.

Setibanya di pos 2 tim kami memutuskan untuk makan siang karena waktu memang sudah menunjukan pukul 3 sore. Saat itu kami sempat diskusikan untuk merubah target pendakian di hari pertama hanya sampai pos 3 saja. Tetapi karena saya dan teman-teman dari Jakarta "merasa masih sanggup" untuk meneruskan sampai Plawangan, maka disepakati target hari itu tetap sampai Plawangan dengan catatan ketika tiba di pos 3 akan dilihat lagi kondisi dari semua tim. Sebagai catatan, saat itu saya dan tim dari Jakarta merasa Plawangan sudah dekat karena berdasarkan dari referensi Juli dan Mbah setelah melewati pos 3 maka akan tiba di Plawangan. Pikiran kami saat itu sekitar pukul 8 atau 9 malam kami sudah bisa tiba di Plawangan.

Setelah beristirahat sekitar 1 jam, pendakian dilanjutkan menuju pos 3. Mental mulai diuji dalam perjalanan menuju pos 3. Mental diuji dengan rasa terburu-buru mulai menggerayangi mengingat target untuk hari pertama adalah tiba di Plawangan sedangkan tenaga sudah mulai masuk tahap bawah. Setelah hampir 2 jam berjalan tidak juga kunjung tiba di pos 3, perlahan ego kami pun mulai luntur. Kami mulai berkaca diri. Pukul 6.30 petang kami baru tiba di pos 3 dan kami langsung memutuskan untuk membuka tenda di pos 3, bermalam. Selesai mendirikan tenda dan makan hasil masakan duet Juli & Mbah, kami menyempatkan dulu bersantai di bawah langit yang penuh dengan bintang. Pukul 9 malam akhirnya kami semua masuk tenda untuk memulihkan tenaga. Target hari pertama, GaTot, alias Gagal Total, haha.

Pagi di hari kedua, pukul 7 kami sudah membagi tugas. Ada yang memasak sarapan dan ada yang mengambil air. Khusus untuk mengambil air di pos 3, tidak ada sumber air bersih yang bisa digunakan. Air yang tersedia di pos 3 ini hanyalah air hasil endapan, yaitu air yang berasal dari tanah/pasir yang digali dengan kedalaman sekitar 10-20 cm dengan diameter sekitar 50 cm. Awalnya galian tersebut kering tapi beberapa menit kemudian air mulai merembes keluar. Genangan air yang keluar tersebut harus diendapkan dulu agar debu/tanah yang tercampur bergerak ke bawah dan air yang di atas bisa digunakan. Setelah selesai mengisi perbekalan air, sarapan dan packing, pukul 10 kami melanjutkan pendakian menuju Plawangan.

Ternyata, setelah pos 3, inilah saatnya kami menghadapi jalur yang terkenal dengan sebutan "Bukit Penyesalan" atau "Bukit Penderitaan" atau "Bukit Tanjakan Tanpa Henti" atau apapun itu sebutannya, yang jelas kami menamakannya dengan sebutan "Bukit Pemberi Harapan Palsu". Awal pendakian setelah pos 3 kami langsung disuguhkan dengan tanjakan kemiringan 30-40 derajat dengan durasi 1 sampai 1.5 jam nonstop tanpa bonus tanpa ampun. Setelah tanjakan pemanasan tersebut kami tiba di pos bayangan. Kami berpikir bahwa itu adalah akhir dari "Bukit Penyesalan", ternyata setelah melewati pos bayangan kami langsung disuguhkan kembali dengan tanjakan serupa, menanjak bukit lagi dengan kemiringan 30-40 derajat. Sampai di tengah-tengah terlihatlah di atas sana ada pohon-pohon berbatasan dengan langit yang artinya tanjakan sudah berakhir. Tetapi setelah tiba di pohon tersebut pemandangan di depannya adalah bukit dengan tanjakan kembali. Ohhh...Pemberi Harapan Palsu.

Di pos bayangan itu tim kami bertemu dengan satu orang pendaki asal Semarang. Mas .... namanya dan kami memanggilnya dengan panggilan "Si Mas". Si Mas melakukan pendakian ke Rinjani seorang diri dan berangkat dari Semarang menggunakan transportasi darat alias ngompreng. Salut sama Si Mas ini, seandainya waktu saya tidak terbatas karena pekerjaan pastinya saya juga akan ngompreng ke Pulau Lombok.

Saya sempat bertemu porter dan bertanya, apakah Plawangan masih jauh, jawaban dari porter tersebut adalah "sedikit lagi, 2 tanjakan lagi maka tiba di Plawangan". Semangat memuncak, karena berpikir 2 tanjakan di depan adalah 2 tanjakan singkat. Namun tanjakan tersebut tiada berakhir alias tanjakan yang hampir sama dengan tanjakan sebelumnya, yaitu tanjakan bukit tanpa ampun. Dalam hati saya berkata "1 tanjakan aja gak habis-habis, gimana 2 tanjakan bisa dibilang sedikit lagi?". Ya, saya diberi harapan palsu oleh porter tersebut.

Total waktu yang ditempuh untuk menghabiskan "Bukit Pemberi Harapan Palsu" oleh kami adalah 3.5-4 jam. Sekitar pukul 1.30 siang kami tiba di Plawangan Sembalun. Setelah istirahat sekitar 30 menit, kami masih harus berjalan lagi sekitar 15 menit untuk tiba di Camp Site Plawangan Sembalun. Tiba di Camp Site Plawangan Sembalun kami disambut dengan guyuran hujan sehingga tidak bisa langsung mendirikan tenda. Beruntung sore itu hujan tidak berkepanjangan sehingga kami bisa mendirikan tenda sebelum gelap. Bahkan kami masih bisa mengambil gambar dan menikmati suasana Sunset di Plawangan Sembalun dengan latar danau Segara Anak. Malam itu kami cepat-cepat bergegas untuk tidur mengingat dini hari nanti kami akan melakukan Summit Attack.

Sebelum tidur saya masih menyempatkan untuk evaluasi diri tentang pendakian ini. Betapa sombongnya saya di awal menargetkan hari pertama untuk tiba langsung tiba di Plawangan dan malamnya langsung Summit Attack (pemikiran ini didasarkan pada pendakian saya di Semeru, yang langsung tiba di Kalimati pada hari pertama dan malamnya Summit Attack, ternyata Rinjani benar-benar berbeda). Karena, setelah melakukan pendakian di hari kedua ini, ternyata Rinjani benar-benar diluar dugaan. Disaat ini lah saya memutuskan jika pendakian ini harus molor mengingat panjang & beratnya jalur pendakian Rinjani, maka saya ikhlas tidak menjejakkan kaki di destinasi lain di Pulau Lombok. Positifnya berarti saya harus kembali lagi ke Pulau Lombok dan silaturahmi tatap muka dengan Juli & Mbah.

Pukul 1.45 dini hari, hari ketiga pendakian, kami sudah bangun dari tidur dan bersiap-siap. Tidak lama persiapan yang kami lakukan karena persiapan Summit sudah kami lakukan sebelum tidur tadi. Tepat pukul 2.15 kami mulai Summit Attack.

_hkh_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun