BERDIRINYA pesantren hijau atau pesantren wanatani (agroforestri) Al Mizan Wanajaya ini harus dikatakan sangat fenomenal dalam arti menjadi ekopesantren atau pesantren berbasis ekologis yang konkret, mengingat bukan hanya prinsip didaktik yang diarahkan kepada penyadaran lingkungan hidup tapi lingkungan pesantrennya sendiri memang dijadikan semacam laboratorium ekologi yang kelak niscaya bertumbuh menjadi kawasan wanatani, kawasan yang secara langsung menjadi bagian penting dan konkret dalam hal merawat lingkungan hidup serta menebarkan harapan kehidupan yang lebih baik.Â
Hal-hal yang bersifat teori ataupun ajaran keagamaan yang berkenaan dengan lingkungan hidup, itu sekaligus menjadi praxis, menjadi praktik sehari-hari para pengajar dan para santri yang niscaya bertumbuh menjadi habit.Â
Keberkelanjutan dari kebiasaan ini, bisa kita bayangkan manakala para santri itu kembali ke daerahnya masing-masing atau bertumbuh di daerah lain maka akan tetap menanamkan habit ekologis di tempat hidupnya yang baru.
Lantas, pertanyaannya: Apa pentingnya kesadaran dan kebiasaan sadar lingkungan ini bagi para santri dan lebih luasnya lagi bagi kehidupan? Apakah betul ihwal ekologi ini sudah demikian mendesak? Jika dikerjakan apakah betul akan berbuah manfaat ekologis, ekonomi, ataupun spiritual?
Hanya satu kata sebagai jawaban atas tiga pertanyaan tersebut: "Ya."
Penting dan Mendesak
JIKA di dalam lima atau sepuluh tahun terakhir ini kita membaca berita ataupun teori-teori yang berkenaan dengan perubahan iklim (climate change) atau pemanasan global (global warming), itu bukanlah berita dan teori yang menakut-takuti, bukan sekadar ancaman yang mungkin atau bakal datang, melainkan telah menjadi kenyataan yang menimpa semua umat manusia di satu-satunya bumi ini, termasuk menimpa diri kita sendiri baik secara langsung ataupun taklangsung. Â
Perubahan iklim (climate change) adalah perubahan signifikan suhu udara dan curah hujan yang diakibatkan meningkatnya konsentrasi gas karbon dioksida dan gas-gas lainnya di atmosfer yang menyebabkan efek gas rumah kaca. Sementara pemanasan global (global warming) yaitu peristiwa terjadinya peningkatan suhu dan permukaan bumi (suhu global). Ini yang mengakibatkan dampak besar dan menyebabkan perubahan tatanan ekologi suatu kehidupan mengingat suhu merupakan salasatu abiotik ekosistem.
Perubahan iklim antara lain disebabkan oleh efek gas rumah kaca, pemanasan global, kerusakan lapisan ozon, kerusakan fungsi hutan, penggunaan CFC (Cloro Flour Carbon) yang tidak terkontrol, dan gas buang industri. Dampaknya antara lain tingginya curah hujan dengan siklus yang sulit diprediksi, musim kemarau yang berkepanjangan, peningkatan volume air akibat mencairnya es di kutub, banjir rob karena peningkatan air laut, terjadinya bencana alam angin puting beliung, hingga berkurangnya sumber air.
Dengan dua hal saja yaitu seringnya kita menyaksikan bahkan mengalami sendiri bencana banjir di satu sisi, dan tiba-tiba mengalami juga kemarau panjang yang juga ditandai kesulitan mendapatkan air bersih; itu menunjukan bahwa persoalannya telah begitu mendesak untuk diatasi dan langkah-langkah konkret untuk mengatasinya pun otomatis menjadi sangat penting.Â
Hanya dengan dua hal ini saja, seperti yang kita ketahui, nyata merusak sejak rumah hunian, fasilitas umum, bahkan memakan korban jiwa; secara bersamaan merusak pula pertanian hingga rusak pula sistem pertaniannya itu sendiri. Akibat lanjutannya bisa sangat panjang yaitu sejak terkikisnya daya tahan ekonomi, menurunnya kesehatan rakyat, terbengkalainya proses pendidikan, menimbulkan kemiskinan, hingga terkikisnya mental spiritual.