Mohon tunggu...
Herry Darwanto
Herry Darwanto Mohon Tunggu... Freelancer - Ingin menikmati hidup yang berkualitas

Penyuka musik keroncong & klasik, gemar berkebun, penggemar jajan pasar

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menjelang 22 Mei Pers Harus Mencerahkan dan Menyejukkan

10 Mei 2019   11:30 Diperbarui: 10 Mei 2019   12:09 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Foto:wartakotalive.com

Pers yang terdiri dari media cetak dan televisi ikut membuat ramai perhelatan pemilu 2019 yang hampir usai ini. Selama 9 bulan terakhir ini, pers telah menjadikan hajatan demokrasi nasional ini semakin semarak.


Suasana hati pembaca dan pemirsa TV ikut terpengaruh oleh berita atau acara yang disajikan. Berita koran (cetak dan daring) dan acara TV dikemas sedemikian rupa sehingga membuat pembaca dan pemirsa tetap membaca dan menonton TV  kendati tahu bahwa isinya sering lebih sensasional daripada fakta.

Apalagi jika berita atau acara TV tadi cocok dengan pilihan calon yang ikut dalam pemilu, khususnya pada pilpres, maka ia akan merasa terpuaskan. Pilihan pada calonnya semakin kuat dan ketidaksukaannya pada calon lawan pun semakin tebal. 

Iapun meneruskan sentimen ini ke orang-orang lain, dari yang terdekat hingga ke yang jauh melalui sarana media sosial seperti twitter, facebook dan WA. Sedikit demi sedikit masyarakat pun terbelah, antara yang memihak Paslon 01 dengan yang memihak Paslon 02.

Keterbelahan publik terus terjadi setelah hari pencoblosan karena hasil hitung cepat yang dipublikasikan melalui pers berbeda dengan hasil hitung cepat yang dilakukan secara internal dari salah satu kubu. Sejak itu gelombang keriuhan kembali ramai setelah tenang selama beberapa hari hingga waktu pencoblosan usai.

Berbagai upaya dilakukan untuk menunjukkan (secara sepihak) ketidakberesan Pemilu 2019, mulai dari tuduhan kecurangan perhitungan suara, anjuran mendiskualifikasi Paslon 01, mencegah dilakukannya publikasi Situng (penghitungan suara terpusat berbasis C1), penolakan bertanda tangan terhadap hasil rekapitulasi suara yang telah selesai dan disepakati semua saksi partai, hingga ancaman untuk menggerakkan massa (people power) jika tuduhan kecurangan pemilu tidak diselesaikan.

Berbagai hoaks pun kembali bermunculan yang diarahkan untuk menunjukkan kesalahan sistem dan keberpihakan petugas dan lembaga penyelenggara (khususnya KPU) dan personalianya terhadap salah satu Paslon. 

Upaya lain adalah mempersoalkan kehandalan peralatan komputer yang digunakan untuk menghitung suara. Pendeknya semua hal dilakukan untuk menghalangi proses perhitungan suara sehingga pada akhirnya Pemilu 2019 dianggap gagal.

Itu semua dapat diketahui berkat pers yang bebas. Fungsinya sebagai pembawa kabar sudah tidak perlu diragukan. Namun pers memunyai peran yang lain juga, yang bertanggung jawab.

Pers dapat berperan dalam memberitakan dan menampilkan acara tv untuk mengurangi suasana panas yang sebetulnya sudah tenang dan sebagian besar rakyat pun bisa menerima kenyataan. 

Media cetak dan online, dan penyelenggara TV dituntut untuk mencerahkan masyarakat akan proses perhitungan suara yang sedang terjadi untuk menepis kemungkinan salah pengertian yang timbul.

Pemahaman tentang quick count, exit poll, perhitungan manual (real count), Situng, dan lain-lain perlu diinformasikan kembali secara jelas dan mudah dimengerti, karena banyak pihak yang masih belum tahu maksud dan tujuannya.

Benar apa yang dikatakan oleh Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo pada Workshop Peliputan Pasca-Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden oleh Media di Denpasar, di Hotel Prime Plaza, Sanur, Denpasar, Bali, Kamis (9/5/2019), bahwa:

"Pers semestinya dapat menjadi pengawas, penafsir, dan penghubung. Masyarakat berhak mendapatkan pemberitaan yang benar dan bukan mengejar sensasi semata tanpa mampu memperlihatkan fakta-faktanya. Karena itu, pasca-pemilu serentak, media massa dapat menjadi penyejuknya."

Menjelang pengumuman KPU tentang hasil Pilpres dan Pileg 2019 pada 22 Mei nanti, kita ingin melihat pers yang lebih kental dengan berita yang menjernihkan, menyatukan dan menguatkan kebangsaan. 

Kejadian insidentil yang berbeda dengan hal itu (seperti unjuk rasa dan pemasangan baliho kemenangan calon) perlu dibingkai dalam konteks sebagai proses menuju masyarakat yang lebih dewasa dalam menjalani demokrasi yang lebih matang dan membudaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun