Mohon tunggu...
Herry Darwanto
Herry Darwanto Mohon Tunggu... Freelancer - Ingin menikmati hidup yang berkualitas

Penyuka musik keroncong & klasik, gemar berkebun, penggemar jajan pasar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bangladesh, Anak Macan Asia Baru?

13 Juni 2018   09:23 Diperbarui: 13 Juni 2018   09:30 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangladesh menjadi anak macan baru di Asia? Sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik, mengingat kemajuan ekonomi Bangladesh dalam beberapa tahun terakhir ini yang cukup tinggi (6 persen/tahun). Banglades yang merdeka pada tahun 1971, mulai mengungguli pertumbuhan ekonomi per kapita saudara tuanya, Pakistan, sejak 2006 sebesar rata-rata 2,5 persen per tahun. PDB per kapita Bangladesh (USD 1.602 tahun 2017) sedikit lebih tinggi daripada Pakistan (USD 1.541), atau Nepal (USD 834); namun lebih rendah dari India (USD 1,983), Bhutan (USD 2,903) atau Sri Lanka (USD 4,085).

Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa ekonomi Bangladesh cukup sehat beberapa tahun terakhir ini. Dari segi fundamental pasar, stabilitas politik memungkinkan kegiatan ekonomi tumbuh pesat. 

Walaupun secara insidentil terjadi riak-riak politik (antara lain kejadian tahun 2004 dan 2006), namun secara keseluruhan aktivitas ekonomi berjalan normal. Bangladesh juga nyaman berada di antara dua kekuatan regional yaitu China dan India, tidak ada masalah perbatasan antara Bangladesh dengan kedua negara itu.

Selain pertumbuhan ekonomi makro yang mantap tadi, mata uang Taka juga relatif stabil selama puluhan tahun hingga kini. Bangladesh tidak begitu tergantung dengan naik turunnya harga BBM dunia. 

Sumber energi untuk industri berasal dari gas alam (56 persen), selebihnya dari minyak, tenaga air, dan batubara. Energi nuklir sedang dibangun dengan bantuan Rusia, dan energi surya semakin banyak digunakan di kota-kota dan pedesaan.

Selain industri pakaian jadi, yang merupakan komoditas ekspor utama, ekonomi Bangladesh juga didukung oleh beberapa sektor industri yang cukup maju, seperti industri farmasi yang memenuhi 97 persen kebutuhan domestik, industri kapal yang sudah diekspor ke Eropa, dan produk elektronika dari Walton Group  yang mulai merambah Eropa.

Kemajuan ekonomi Bangladesh juga disumbang oleh partisipasi sosial yang besar. Grameen Bank telah lama memberdayakan kaum perempuan dalam mengembangkan ekonomi rumahan melalui pinjaman skala kecil. Kemudian, lembaga sosial BRAC (Building Resources Across Communities) terlibat aktif dalam mengembangkan ekonomi rakyat sejak awal berdirinya negara. Dari 100 ribu pekerja BRAC, sekitar 70 persennya adalah perempuan, dengan produk barang dan jasa yang menjangkau 126 juta orang dari 163 juta penduduk Bangladesh.

Kaum perempuan yang terlibat aktif dalam perekonomian skala kecil menjadi faktor penting dalam meningkatkan taraf kesehatan dan pendidikan masyarakat Bangladesh. Angka harapan hidup Bangladesh (72 tahun) kini lebih tinggi dari India (68 tahun) dan Pakistan (66 tahun). Indikator kemajuan lain terlihat dari relatif lebih banyaknya transaksi digital penduduk Bangladesh (34,1%, 2017), dibandingkan dengan rata-rata penduduk Asia Selatan (27,8%).

Kemajuan ekonomi Bangladesh itu tidak terlepas dari upaya pemerintah PM Sheikh Hasina yang sejak awal pemerintahannya (2009) telah mencanangkan Bangladesh  untuk masuk ke dalam kelompok negara berpendapatan menengah pada tahun 2021, dan kemudian ke dalam kelompok negara maju  pada 2041 atau 70 tahun setelah merdeka. Pertumbuhan 8% per tahun ditargetkan untuk menjadikan visi itu tercapai.

Upaya pokok yang dilakukan adalah mendiversifikasi ekspor garmen ke komoditas lain, seperti elektronik dan barang konsumen bernilai tinggi lain. Pemerintah juga terus menyederhanakan prosedur kepabeanan, mempermudah pembebasan lahan, meningkatkan akses pengusaha swasta terhadap kredit, dan membuat situasi keamanan lebih stabil.

Namun Bangladesh juga menghadapi banyak tantangan yang tidak ringan. Pertama. Bangladesh, seperti halnya Indonesia, mengalami keterbatasan infrastruktur yang cukup akut. Kualitas infrastruktur secara umum dalam indeks persaingan global tahun 2017-18 versi World Economic Forum menempati urutan ke 116 dari 137 negara. Lebih dari seperlima penduduk tidak tersambung jaringan listrik, banyak pabrik harus menyediakan generator listrik sendiri untuk menghadapi pemadaman listrik. Kualitas transportasi udara Bangladesh juga menunjukkan peringkat yang rendah (ke-115), jauh lebih rendah dari Pakistan (91) atau India (61).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun