Mohon tunggu...
Herry Darwanto
Herry Darwanto Mohon Tunggu... Freelancer - Ingin menikmati hidup yang berkualitas

Penyuka musik keroncong & klasik, gemar berkebun, penggemar jajan pasar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Indeks Daya Saing Talenta Indonesia Masih Rendah

7 Februari 2018   04:25 Diperbarui: 7 Februari 2018   04:33 2076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: http://icampusindonesia.com

Tanpa gembar-gembor, negara-negara bersaing satu sama lain untuk memiliki banyak talenta, yaitu sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Ini karena setiap negara ingin meningkatkan kesejahteraan warganya.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi tujuan jangka pendek negara manapun. Pertumbuhan ekonomi terwujud jika produktivitas orang-orang dam perusahaan-perusahaan di negara itu tinggi.  Produktivitas memerlukan inovasi untuk menemukan produk-produk baru yang lebih unggul daripada produk-produk yang dibuat oleh negara lain. Inovasi akan terjadi jika tersedia SDM yang berkualitas.

Maka setiap negara yang berkeinginan untuk maju dalam ekonominya akan berusaha untuk memiliki talenta-talenta dalam banyak bidang. Jika talenta dalam negeri masih kurang, maka negara-negara akan mengundang talenta dari negara-negara lain. SDM unggul ini, warga sendiri maupun warga pendatang, kemudian perlu dijaga erat-erat jangan sampai pindah ke negara lain.  Talenta adalah kunci kemajuan suatu bangsa.

Untuk menilai apakah upaya suatu negara berhasil memiliki talenta yang unggul, INSEAD -- lembaga pendidikan bisnis terkemuka Perancis -- bersama The Adecco Group dan Tata Communication menyusun model daya saing talenta secara global.

Model itu dituangkan dalam laporan berjudul The Global Talent Competitiveness Index 2018, Diversity for Copetitiveness. Tema Keberagaman untuk Daya Saing pada tahun ini dimaksudkan untuk menonjolkan pentingnya keberagaman sebagai sumber daya inovasi dan pemecahan masalah. Kolaborasi antara orang-orang dengan berbagai latar belakang, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian akan menghasilkan daya saing yang lebih tinggi, sehingga perlu dieksplorasi dan dikembangkan.

Model GTCI

Global Talent Competitiveness Index  (GCTI) atau Indeks Daya Saing Talenta Global merupakan pendekatan untuk mengembangkan daya saing SDM negara-negara secara komprehensif sekaligus praktis. Model GCTI bertolak dari konsep Input-Output, yaitu ada tindakan (input) terhadap SDM untuk menghasilkan talenta yang unggul (output) dan sesuai dengan kebutuhan.

GCTI menggabungkan aspek Input dan Output dalam pengembangan talenta. Aspek Input menggambarkan kebijakan, sumber daya, dan upaya yang dilakukan negara untuk mengembangkan daya saing SDMnya. Unsur atau pilar Input adalah: menyiapkan (enable), menarik (pull), menumbuhkan (grow) dan mempertahankan (retain).

Pilar 'Menyiapkan' berkaitan dengan kebijakan, peraturan,  program dan kegiatan untuk mencetak SDM yang terampil dan aktif.  Pilar 'Menarik' berkaitan dengan upaya mendatangkan SDM berkualitas dari luar negeri, berupa perusahaan yang produktif maupun orang-orang yang kreatif. Termasuk dalam upaya menarik SDM produktif ini adalah meniadakan rintangan yang dihadapi penduduk karena latar belakang, atau gender, atau kemampuan orang tua.

Pilar 'Menumbuhkan' meliputi tindakan berupa magang, pelatihan, dan pendidikan lanjutan, pengalaman dan akses terhadap peluang pengembangan SDM. Sedangkan Pilar 'Mempertahankan' merupakan upaya untuk memastikan SDM terampil tetap berada di suatu negara, dengan antara lain menyediakan lingkungan yang nyaman untuk bekerja.

Aspek Output dimaksudkan untuk mengukur kualitas talenta yang telah dihasilkan oleh proses pendidikan dan pelatihan di sekolah dan di tempat kerja. Model GTCI membedakan dua unsur atau pilar keterampilan SDM, yaitu tingkat menengah dan tingkat tinggi. Keterampilan tingkat menengah yang disebut Vocational and Technical Skills adalah kemampuan kejuruan atau teknis yang diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman praktis.

Pilar 'Keterampilan Tingkat Menengah' diukur dari tingkat pendidikan menengah dan dampak ekonominya. Tingkat pendidikan menengah diukur dari beberapa indikator seperti banyaknya pekerja dengan pendidikan menengah, penduduk dengan pendidikan menengah, teknisi dan keprofesian terkait, dan tingkat produktivitas pekerja.

Dampak ekonomi dari keberadaan SDM berketerampilan menengah diukur dari kemampuan dalam pekerjaan (employability), yang dinilai dari beberapa indikator seperti kemudahan mencari pekerja terampil, relevansi sistem pendidikan dengan ekonomi, keberadaan ilmuwan dan insinyur, dan besarnya kesenjangan keterampilan.

Sedangkan Pilar 'Keterampilan Tingkat Tinggi', yang disebut Global Knowledge Skills, adalah kemampuan menangani pekerjaan dengan pengetahuan yang lebih tinggi, yang membutuhkan kreativitas dan upaya pemecahan masalah. Kemampuan ini diperlukan dalam bidang keprofesian, manajemen, atau kepemimpinan.

Keterampilan tingkat tinggi diukur dari tingkat pendidikan lanjut dan dampak ekonomi dari SDM berketerampilan tinggi. Tingkat pendidikan lanjut masyarakat diukur dari beberapa indikator seperti banyaknya pekerja lulusan perguruan tinggi, penduduk lulusan perguruan tinggi, tenaga profesional, tenaga peneliti, pegawai dan manajer senior, kualitas lembaga keilmuan dan makalah jurnal keilmuan yang dihasilkan. Dampak ekonomi dari SDM berketerampilan tinggi diukur dari beberapa indikator seperti tingkat inovasi, ekspor komoditas bernilai tinggi, dan bisnis produk baru.

GTCI dihitung sebagai rata-rata aritmatika sederhana dari skor ke enam pilar Input dan Output. Variabel yang digunakan untuk mengukur semua pilar berjumlah 68, sedangkan negara yang diperhitungkan berjumlah 119, mewakili hampir 98% dari PDB dunia dan 89% penduduk dunia.

Temuan Utama

Menurut Laporan GTCI 2018, negara-negara Barat (Anglo Saxon) mendominasi peringkat atas GTCI, dengan 20 negara di antaranya berada pada posisi 25 tertinggi, dengan Swiss sebagai puncaknya. Negara-negara non-Barat lainnya adalah Singapura (ke-2), Uni Emirat Arab (ke-17), Jepang (ke-20), Qatar (ke-23), dan Israel (ke-24). Posisi negara-negara besar lain adalah sebagai berikut: Amerika Serikat ke-3, Inggris ke-8, Jerman ke-19 dan Perancis ke-21. Terlihat bahwa kemakmuran bangsa berhubungan erat dengan kualitas SDMnya, namun ada kekecualian dari korelasi ini.

Uraian berikut ini akan menyoroti tiga negara tetangga yang menunjukkan posisi unik dalam peringkat GCTI, yaitu Singapura, Malaysia dan Filipina, disamping Indonesia sendiri.

Singapura menduduki peringkat terbaik dunia dalam pilar 'Menyiapkan', yang membuat Singapura menjadi negara tujuan para pelajar dari negara lain. Singapura juga menempati urutan pertama dunia dalam pilar 'Menarik', sehingga banyak talenta unggul dari manca negara bekerja di Singapura. Namun kemampuannya menahan talenta unggul untuk tidak pindah ke negara lain berada pada urutan ke-25.

Dari aspek Output, Singapura merupakan negara dengan keterampilan tingkat tinggi terbaik dunia. Kekurangan Singapura adalah dalam akses pada peluang mengembangkan diri yang menyangkut hak-hak personal (ke-76) dan toleransi terhadap imigran yang relatif rendah (ke-37).

Indeks Daya Saing Talenta Indonesia Masih Rendah
Indeks Daya Saing Talenta Indonesia Masih Rendah
Malaysia (ke-27) adalah negara terbaik dalam kelompok negara berpendapatan menengah ke atas. Posisi daya saing talenta Malaysia bahkan lebih baik dari banyak negara berpenghasilan tinggi seperti Slovenia (ke-28), Portugal (ke-29), dan Korea Selatan (ke-30). Dari sisi ini, Malaysia terlihat semakin mendekati kelompok negara-negara maju yang tergabung dalam OECD.

Malaysia tampil dengan cukup baik dalam pilar 'Keterampilan Tingkat Menengah' (ke-21), pilar 'Menyiapkan' (ke-22) dan  pilar 'Menarik' (ke-23) Malaysia menempati posisi terbaik dunia dalam indikator kemudahan mencari tenaga terampil dan kerja sama antar organisasi. Malaysia menempati posisi 10 terbaik dunia dalam indikator ekspor komoditas bernilai tinggi, produktivitas buruh, dan kebijakan pasar tenaga kerja aktif.

Filipina (ke-54) adalah negara terbaik dalam kelompok negara berpendapatan menengah ke bawah. Posisi Filipina bahkan lebih baik daripada beberapa negara berpenghasilan tinggi seperti Kuwait (ke-65), dan negara berpendapatan menengah atas seperti Turki (ke-68).

Kekuatan Filipina adalah dalam pilar 'Keterampilan Tingkat Tinggi' (ke-36). Filipina menempati urutan atas dunia dalam indikator ekspor komoditas bernilai tinggi, keberadaan manajer senior, peluang kepemimpinan bagi perempuan, dan pelatihan di perusahaan. Keunggulan Filipina dalam mengembangkan talenta berketerampilan tinggi didukung antara lain oleh prestasi Badan Pengembangan Keterampilan dan Pendidikan Teknik (Technical Education and Skills Development Authority - TESDA).

Indonesia menempati posisi ke-77, jauh di bawah negara terdekat Singapura (ke-2), Malaysia (ke-27), Filipina (ke-54), dan Thailand (ke-70). Indonesia juga berada dibawah Rwanda (ke-76).

Keunggulan Indonesia adalah dalam kemampuan menyerap tenaga kerja kelas menengah (ke-29). Selain itu, akses pada peluang pertumbuhan (ke-43) juga cukup baik. Indonesia setara dengan negara-negara maju dalam kerja sama antar organisasi (ke-21), kesesuaian keterampilan dengan pendidikan menengah (ke-24), hubungan upah dan produktivitas (ke-26), keberadaan talenta asing (ke-26), pembangunan klaster (ke-27), kerja sama dalam organisasi (ke-27), dan kebijakan pasar tenaga kerja aktif (ke-29).

Posisi Indonesia sangat rendah dalam aspek kemudahan mempekerjakan SDM (ke-104), memutuskan hubungan kerja (ke-105), penerbitan artikel ilmiah (ke-113), toleransi terhadap pendatang (ke-114), dan banyaknya migran masuk (ke-116).

Penutup

Indeks Daya Saing Talenta Global memberikan penanda berbagai perbaikan yang perlu dilakukan. Pemerintah dan masyarakat dapat mengambil pelajaran dari kajian skala global tersebut.

Institusi pencetak talenta seperti Kemendikbud, Kemen. Ristek dan Dikti,  Bekraf dan lain-lain perlu lebih fokus, efektif dan efisien dalam menumbuhkan talenta di berbagai bidang untuk masa kini maupun masa mendatang.

Berbagai upaya untuk menumbuhkan talenta-talenta unggul perlu terus dilakukan dalam berbagai skala: nasional, provinsi, kabupaten/kota, bahkan kecamatan dan kelurahan/desa.

--o0o-

Sumber: gtcistudy.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun