Pilar 'Keterampilan Tingkat Menengah' diukur dari tingkat pendidikan menengah dan dampak ekonominya. Tingkat pendidikan menengah diukur dari beberapa indikator seperti banyaknya pekerja dengan pendidikan menengah, penduduk dengan pendidikan menengah, teknisi dan keprofesian terkait, dan tingkat produktivitas pekerja.
Dampak ekonomi dari keberadaan SDM berketerampilan menengah diukur dari kemampuan dalam pekerjaan (employability), yang dinilai dari beberapa indikator seperti kemudahan mencari pekerja terampil, relevansi sistem pendidikan dengan ekonomi, keberadaan ilmuwan dan insinyur, dan besarnya kesenjangan keterampilan.
Sedangkan Pilar 'Keterampilan Tingkat Tinggi', yang disebut Global Knowledge Skills, adalah kemampuan menangani pekerjaan dengan pengetahuan yang lebih tinggi, yang membutuhkan kreativitas dan upaya pemecahan masalah. Kemampuan ini diperlukan dalam bidang keprofesian, manajemen, atau kepemimpinan.
Keterampilan tingkat tinggi diukur dari tingkat pendidikan lanjut dan dampak ekonomi dari SDM berketerampilan tinggi. Tingkat pendidikan lanjut masyarakat diukur dari beberapa indikator seperti banyaknya pekerja lulusan perguruan tinggi, penduduk lulusan perguruan tinggi, tenaga profesional, tenaga peneliti, pegawai dan manajer senior, kualitas lembaga keilmuan dan makalah jurnal keilmuan yang dihasilkan. Dampak ekonomi dari SDM berketerampilan tinggi diukur dari beberapa indikator seperti tingkat inovasi, ekspor komoditas bernilai tinggi, dan bisnis produk baru.
GTCI dihitung sebagai rata-rata aritmatika sederhana dari skor ke enam pilar Input dan Output. Variabel yang digunakan untuk mengukur semua pilar berjumlah 68, sedangkan negara yang diperhitungkan berjumlah 119, mewakili hampir 98% dari PDB dunia dan 89% penduduk dunia.
Temuan Utama
Menurut Laporan GTCI 2018, negara-negara Barat (Anglo Saxon) mendominasi peringkat atas GTCI, dengan 20 negara di antaranya berada pada posisi 25 tertinggi, dengan Swiss sebagai puncaknya. Negara-negara non-Barat lainnya adalah Singapura (ke-2), Uni Emirat Arab (ke-17), Jepang (ke-20), Qatar (ke-23), dan Israel (ke-24). Posisi negara-negara besar lain adalah sebagai berikut: Amerika Serikat ke-3, Inggris ke-8, Jerman ke-19 dan Perancis ke-21. Terlihat bahwa kemakmuran bangsa berhubungan erat dengan kualitas SDMnya, namun ada kekecualian dari korelasi ini.
Uraian berikut ini akan menyoroti tiga negara tetangga yang menunjukkan posisi unik dalam peringkat GCTI, yaitu Singapura, Malaysia dan Filipina, disamping Indonesia sendiri.
Singapura menduduki peringkat terbaik dunia dalam pilar 'Menyiapkan', yang membuat Singapura menjadi negara tujuan para pelajar dari negara lain. Singapura juga menempati urutan pertama dunia dalam pilar 'Menarik', sehingga banyak talenta unggul dari manca negara bekerja di Singapura. Namun kemampuannya menahan talenta unggul untuk tidak pindah ke negara lain berada pada urutan ke-25.
Dari aspek Output, Singapura merupakan negara dengan keterampilan tingkat tinggi terbaik dunia. Kekurangan Singapura adalah dalam akses pada peluang mengembangkan diri yang menyangkut hak-hak personal (ke-76) dan toleransi terhadap imigran yang relatif rendah (ke-37).
Malaysia tampil dengan cukup baik dalam pilar 'Keterampilan Tingkat Menengah' (ke-21), pilar 'Menyiapkan' (ke-22) dan  pilar 'Menarik' (ke-23) Malaysia menempati posisi terbaik dunia dalam indikator kemudahan mencari tenaga terampil dan kerja sama antar organisasi. Malaysia menempati posisi 10 terbaik dunia dalam indikator ekspor komoditas bernilai tinggi, produktivitas buruh, dan kebijakan pasar tenaga kerja aktif.