Mohon tunggu...
Herry Darwanto
Herry Darwanto Mohon Tunggu... Freelancer - Ingin menikmati hidup yang berkualitas

Penyuka musik keroncong & klasik, gemar berkebun, penggemar jajan pasar

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Singapura Menjadi Negara Riset Kelas Dunia

27 Oktober 2016   11:36 Diperbarui: 27 Oktober 2016   14:19 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fusionopolis, Singapura (Foto: http://www.jtc.gov.sg/)

Negara tetangga kita itu memang sangat serius menjadi negara riset kelas dunia. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintahnya, sejak awal Perdana Menteri Lee Kuan Yew memimpin negara pulau itu dan konsisten hingga sekarang. Menyadari bahwa iptek adalah alat utama membangun ekonomi berbasis industri maju, Singapura sejak tahun 1960-an sudah mengundang perusahaan asing untuk menanamkan modalnya. Pada saat itu, banyak negara masih ambivalen sikapnya terhadap PMA. Harapannya, perusahaan asing itu menularkan penguasaan teknologinya kepada industri lokal.

Pada saat yang sama, pemerintah juga mengundang ilmuwan-ilmuwan andal dunia untuk menanam benih kemampuan melakukan riset ilmiah bagi generasi muda Singapura. Upaya ini diteruskan hingga sekarang sehingga pernah pada puncaknya, sekitar 30 persen dari anggota komunitas riset Singapura merupakan orang asing. Dengan banyaknya ilmuwan asing ini diharapkan gagasan, keahlian, dan jaringan keilmuan ahli-ahli riset Singapura semakin mendunia.

Upaya membangun industri berbasis riset iptek itu dilakukan dengan membentuk Singapore Institute of Standards and Industrial Research (SISIR) pada tahun 1969. Perlahan namun mantap, Singapura mendahului negara-negara tetangganya menjadi negara maju, berkat keseriusan pemerintahnya membangun ekonomi bagi penduduknya dengan dorongan industri berteknologi tinggi berbasis riset dan inovasi.

Pada tahun 1990, pemerintah Singapura membentuk National Science and Technology Board (Badan Iptek Nasional, semacam BPPT) untuk membangun kapasitas riset dan pengembangan (R&D) secara lebih signifikan dan terstruktur. Produk awal Badan ini adalah Rencana Teknologi Nasional, diterbitkan pada 1991, yang merupakan rencana lima tahun membangun industri berteknologi tinggi untuk mencegah berulangnya resesi yang sebelumnya mendera Singapura pada pertengahan 1980-an. Sejak itu sudah ada beberapa Rencana Iptek Nasional lima tahunan yang ditetapkan, di mana yang terbaru adalah Research, Innovation and Entreprise 2020 Plan (RIE2020) yang dirilis pada Januari 2016.

Anggaran memadai disiapkan untuk melakukan riset, menciptakan inovasi dan mendorong perusahaan industri berbasis teknologi tinggi. Koordinator untuk menerpadukan kegiatan riset yang dilakukan oleh berbagai pihak (pemerintah, BUMN, universitas, dunia usaha, dan lain-lain) diemban oleh Agency for Science, Technology and Research (A*STAR). Dengan komitmen, dana dan institusi tersebut, Singapura berencana melompat lebih jauh lagi, mungkin agar setara dengan negara-negara maju di Eropa seperti Swedia, Finlandia, Jerman, dan lain-lain.

Salah satu wujud program pengembangan iptek ini adalah kawasan Fusionopolis, lokasi dari 250 perusahaan maju, 600 perusahaan baru, 16 lembaga riset, lima universitas dan berbagai institut. Di kawasan ini ada sekitar 16 ribu ilmuwan/peneliti/inovator dari kalangan pemerintah dan swasta. Dengan kerja sama yang terpadu di antara mereka, dari kawasan iptek ini bisa muncul temuan-temuan yang berkontribusi besar pada perkembangan ilmu, teknologi dan industri dunia. Adapun bidang-bidang keilmuan dan inovasi yang dikembangkan Singapura cukup beragam, seperti pesawat terbang, kesehatan, perkapalan, elektronika,  perbankan, dan sebagainya.

Bagaimana hasilnya?

Singapura boleh bangga karena selalu menempati posisi teratas dalam Indeks Inovasi Global (Global Innovation Index-GII) yang setiap tahun dipublikasikan bersama oleh World Intellectual Property Organization (WIPO), lembaga riset INSEAD dan Universitas Cornel. Pada Laporan GII 2016, Singapura berada pada peringkat ke-6, satu-satunya negara di luar Eropa/Amerika yang termasuk dalam kelompok 10 negara terbaik dunia dalam hal kepasitas berinovasi. Di  atas Singapura adalah Swiss, Swedia, Inggris, AS, dan Finlandia. Beberapa tingkat di bawah Singapura ada banyak negara Eropa lain, dan hanya ada lima negara non-Barat yang ada dalam kelompok 25 teratas, yaitu Korea Selatan (ke-11), Hong Kong (ke-14), Jepang (ke-16), Israel (ke-21), dan China (ke-25). Indonesia sendiri berada pada posisi ke-88, sangat jauh di bawah posisi Singapura.

Prestasi lain adalah peringkat ke-11 Singapura dalam Global Entrepreneurship Index 2016 yang dipublikasikan oleh The Global Entrepreneurship and Development Institute. Ini artinya, negara tetangga kita itu termasuk negara termaju di dunia dalam hal kewirausahaan. Selanjutnya dua perguruan tinggi Singapura yang mencetak SDM berkemampuan riset, menempati posisi tinggi dalam peringkat universitas dunia yang disusun oleh Times Higher Education tahun 2016, yaitu National University of Singapore (ke-26), dan Nanyang Technical University (ke-55).

Kebijakan dan program pengembangan riset dan inovasi telah berhasil meningkatkan jumlah perusahaan baru (start-ups). Pada tahun 2005, tercatat ada 24.400 perusahaan baru, tahun 2014 jumlahnya meningkat dua kali lipat menjadi 55.000 perusahaan. Bukti lain dari dunia nyata adalah ada banyak perusahaan multinasional yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga riset Singapura, seperti Applied Materials, Airbus, Boeing, Rolls-Royce dan lain-lain. Beberapa universitas terkemuka dunia seperti MIT, Cambridge University, ETH Zurich juga bekerja sama dengan perguruan tinggi Singapura melakukan riset pada bidang-bidang tertentu. Ekspor produk berteknologi tinggi Singapura telah menggantikan produk berteknologi tradisional.

Dapat disimpulkan, bahwa Singapura akan terus berlari menuju negara maju berbasis teknologi tinggi melalui inovasi yang didukung riset murni dan terapan. Misi nasional itu dituangkan dalam kebijakan pemerintah yang bervisi jauh ke depan, disediakan anggaran selama lima tahun untuk menjamin komitmen, ada institusi yang menjadi dirijen dari aktivitas riset dan inovasi, ada perguruan tinggi yang mencetak SDM berpendidikan, dan ada dunia usaha yang siap memanfaatkan hasil-hasil riset dan inovasi untuk membuat sistem, model dan produk-produk berdaya saing tinggi di pasar internasional.

Bagaimana dengan Indonesia? Semoga pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi dan SDM kita tidak kalah dalam komitmen dan keseriusannya dari Singapura dalam melakukan riset dan inovasi dalam berbagai bidang strategis.

--o0o--

Sumber: The Global Innovation Index 2016: Winning with Global Innovation, diterbitkan oleh Cornell University, INSEAD, and the World Intellectual Property Organization (WIPO), https://www.globalinnovationindex.org/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun