Mohon tunggu...
Herry Effendi
Herry Effendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa Universitas Siber Asia

Profit maker

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Madihin, Kesenian Khas Banjarmasin yang Masih Digemari di Era Milenial

4 Oktober 2021   05:00 Diperbarui: 4 Oktober 2021   05:07 3722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Acara Ragam Pesona Budaya Banjar 2021/tangkapan layar dokpri

Madihin merupakan salah satu kesenian khas Banjarmasin yang masih digemari di Era Milenial ini. Kesenian tradisional ini masih mendapat tempat di hati masyarakat Banjarmasin, dan sekitarnya. Terbukti kesenian ini tampil pada acara Ragam Pesona Budaya Banjar 2021 yang ditayangkan secara virtual pada tanggal 11 Juni 2021, dan juga sudah merambah di media sosial dikalangan anak muda.

Madihin berbentuk pantun atau syair-syair yang disajikan dalam gaya nyanyian yang diiringi pukulan gendang. Madihin berasal dari kata Madah dalam bahasa Arab yang berarti nasehat atau pujian.

Syair-syair, dan pantun dalam kesenian Madihin ini berisikan nasehat, pujian, sindiran , dan humor. Syair-syair yang berisikan nasehat biasanya mengandung kritik atas perbuatan yang tidak layak ditiru, sekaligus sebagai sarana pendidikan untuk pendengarnya, sedangkan untuk jenis syair-syair yang berbentuk pujian, sindiran, dan homur merupakan sebuah seni kreatif yang bertujuan untuk menghibur pendengar.

Biasanya kesenian ini dibawakan oleh dua atau tiga orang seniman di lapangan terbuka atau dalam gedung pertunjukan. Kesenian ini juga biasanya dilaksanakan pada malam hari yang dimainkan satu sampai dua jam. Namun pada era sekarang dapat disaksikan kapan saja yang bisa diakses pada media sosial.

Dikutip dari Buku Seni Tutur Madihin karangan Abdul Salam (2018), Kesenian Madihin ini diperkirakan sudah ada pada tahun 1526 (Antemas, 1981). Hal ini sesuai dengan penelitian Noor (2011:177) bahwa, dalam Islamisasi Banjarmasin abad ke-15, kesenian merupakan bagian tak terpisahkan dengan cara-cara dakwah yang disampaikan mubaligh. 

Ada juga pendapat yang menyatakan Madihin sejak abad ke-18 memasuki abad ke-19, pada saat Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (ulama besar Kalimantan Selatan) yang pulang ke Banjarmasin dari menuntut ilmu di tanah suci. Sejak itu pula kesenian Madihin yang bernafaskan nilai-nilai agama Islam mulai berkembang.

Kesenian Madihin terbagi menjadi dua jenis yaitu Madihin Pakem, dan Madihin Kocak (Modern).

Madihin Pakem merupakan jenis Madihin yang pertama muncul di Banjarmasin. Jenis syair-syairnya berisikan sejarah kerajaan-kerajaan, budaya, dan agama. Sekarang untuk jenis madihin ini sangat langka, dan jarang ditemui, karena cuma beberapa orang saja yang mewarisi keahlian khusus jenis madihin ini.

Untuk Madihin Kocak (Modern) merupakan perkembangan dari Madihin Pakem yang menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang banyak dijumpai saat ini di media sosial. Madihin jenis ini disajikan dengan gaya humor atau kocak sehingga pendengarnya bisa tertawa lebar ketika mendengarnya.

Seniman yang membawakan kesenian ini atau sebutan profesinya dinamakan Pamadihinan. Pamadihinan dituntut memiliki keterampilan dalam seni mengolah kata-kata syair dan pantun dalam membawa kesenian ini, agar dapat menarik perhatian pendengarnya.

Tantangan kesenian ini di Era Milenial adalah kesenian modern lain yang berpengaruh besar pada generasi muda saat ini, dimana media-media online dimasuki oleh budaya luar yang tampil lebih keren atau lebih unggul dari kesenian daerahnya sendiri.

Untuk melestarikan kesenian ini dari generasi ke generasi, para Seniman Madihan yang ada sekarang pada setiap kesempatannya berupaya menemukan bibit-bibit baru untuk diberikan pelatihan-pelatihan mengenai ilmu madihin secara masal kepada anak-anak muda sekarang ini.

Disamping itu juga pada acara-acara kedaerahan, kesenian ini sering ditampilkan untuk menumbuhkan minat pada kesenian ini. Hal penting yang sangat berpengaruh pada kesenian ini adalah dukungan dari segenap pihak baik dari pemerintah setempat, seniman dan juga masyarakat untuk selalu mencintai kesenian ini sehingga kesenian ini tetap eksis walaupun terjadi perubahan-perubahan kesenian pada masa yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun