Mohon tunggu...
Herri Mulyono
Herri Mulyono Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di Perguruan Tinggi Swasta Jakarta

Bercita-cita menjadi pribadi sejati yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Website: http://www.pojokbahasa.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Beri Sedikit Waktu, Sebelum Mulai Bicara

14 Maret 2021   09:02 Diperbarui: 14 Maret 2021   09:07 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: commcentric.com

Tiba-tiba saja orang itu berbicara, sangat lantang, tentang sebuah topik yang dipresentasikan oleh seorang teman dalam sebuah mimbar akademik. Wajahnya begitu meyakinkan, seolang-olah benar, dan seolah-olah apa yang disampaikannya betul-betul berbobot. Ujarannya begitu menyudutkan si pembicara yang hanya diberikan sedikit waktu untuk berbicara.

Kejadian diatas, sebenarnya peristiwa berulang. Beberapa minggu dan bulan sebelumnya. Walau pelaku, situasi dan konteksnya berbeda. Tapi esensinya begitu sama, walau tidak seratus persen mirip. Dan inilah yang selalu mengingatkan kenangan indah dalam ruang kelas belajar, dipojok kelas, Gedung O, bersama Dr. Erida Pulungan. Anda yang belajar di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Jakarta, tahun 1998 pasti kenal beliau. Intelegensinya tidak diragukan, selain karakter dan totalitas mengajarnya serta ekpresinya yang tidak pernah saya lupakan. Selain penampilannya yang begitu 'bergaya' ketika keluar dari mobil Espas putih, dengan tentengan tas besar yang menggelantung dilengannya. 

Saya ingat sekali, waktu ini saya berada dalam kelas Prose. Saya yakin sekali nama matakuliah itu. Seperti biasa, Maam Erida, begitu kami memanggil beliau, membagikan beberapa karya istimewa dari Ernest Hammingway, walau sekedar potongan cerita pendek. Maam Erida juga suka berbagi syair, dari lirik-lirik lagu yang ia sangat suka. Salah satunya ditulis oleh Ahmad 'Dewa' Dani. Kami bernyanyi, riang, dan berdiskusi maknanya. 

Maam Erida sangat interaktif dalam mengajar. Suka melempar pernyataan dan meminta respon. Juga suka menyindir, dan kadang marah. Wajar, waktu itu beliau sudah lebih dari setengah abad umurnya. Suara gemerincing anting-anting dan gelang yang berdentang ikut meramaikan diskusinya. Seperti tadi saya bilang, Maam Erida itu sangat expresif. Bahasa tubuhnya ikut menopang idenya, ketika bicara, ataupun ketika dia emosi. Seru sekali. Sesekali kami diajak ke rumah dan galeri seni dibilangan Utan Kayu, menebeng mobilnya yang berwarna putih itu. Keseruannya bertambah dan lengkap. 

Suatu ketika, dalam sebuah diskusi hangat. Saya kebagian lemparan. Tapi bukan lemparan kapur, penghapus atau bahkan batu; karena saya kan mahasiswa baik-baik. Kepala dan otak saya 'benjol' terkena lemparan pendapat, seperti yang biasa Maam Erida buat. Dia meminta saya untuk berkomentar dari pendapat yang ia berikan. Pendapatnya atas sebuah teks yang sedang kami bahas waktu itu. Maaf saya lupa topik diskusi kami waktu itu, tapi saya tidak pernah lupa apa yang terjadi pada menit-menit berharga didalam kelas Maam Erida. 

Mungkin karena asiknya diskusi. Dan juga pembawaan saya yang 'hobi ngomong'. Ditambah pendapat Maam Erida yang sepertinya mudah untuk dikomentari. Dengan gaya 'impulsif' dan mungkin karena merasa 'pintar', saya sepontan merespon. Tepat satu detik setelah Maam Erida meminta saya untuk berkomentar, mulut saya menganga terbuka. Saya siap melontarkan kata-kata yang saya yakin dapat merespon apa yang diminta.

Belum saja satu bunyi keluar dari mulut saya yang sudah terlanjut menganga, Maam Erida mengacungkan telunjuknya. Menunjuk mulut saya itu yang sudah menganga. Lalu, telunjuknya itu bergoyang kekiri dan kekanan. Kemudian ditempelkan ke bibir nya yang memakai gincu merah delima. Diketukkannya telunjuk itu dibibirnya, sembari berkata:

'Wait, .. wait... don't talk." 

"Give yourself time to think"

"Even a minute"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun