Kemudian Corona datang diawal tahun lalu. Saya bersyukur kepada Tuhan, perjalanan saya dari Jepang, transit di Taiwan, dapat kembali pulang dengan sehat dan selamat di Jakarta. Namun, tidak semua dapat melewati tahun yang berat itu. Diantaranya adalah teman-teman dekat yang menutup mata dan tidak dapat kembali menyelesaikan permainannya.Â
Bukan karena serangan jantung, atau si angin duduk. Tapi karena sesuatu yang tidak tampak. Bahkan orang yang awalnya sehat, tidak ada potensi jantung, dapat rubuh, dan tidak dapat bangkit lagi. Saya merasa takdir kematian itu dekat. Dan, saya kembali berdoa, Tuhan saya belum siap.
Kemarin, rekaman-rekaman blackbox pesawat jatuh berkeliaran diteras rumah virtual saya. Isinya mencekam. Teriakan takut, takbir, doa, ... dan nama tuhan menggema diruang kokpit. Merinding mendengarnya. Mereka tidak pernah menduga itulah saat terakhir permainan dunia. Tuhan seketika saja menuliskan Your Game is over. Saya tidak pernah tau, apakah mereka telah siap. Dan Tuhan juga tidak pernah memberi tahu, apakah sebelumnya mereka telah diminta untuk mempersiapkan. Kita tidak pernah tau, dan tidak pernah tau apakah kita sudah siap untuk permainan berikutnya.
Siap atau tidak siap, kita hanya bisa mengikuti kehendak Tuhan. Dulu saya pikir akan mulai bersiap bila mendekati tua. Tapi, teman yang lebih muda harus tidur selamanya. Dan kemarin, teman yang seusia dengan saya menutup mata dan pergi selamanya. Kita hanya menunggu giliran saja, entah kapan. Dan ketika waktu itu tiba, kita HARUS siap!
Tuhan, bimbing saya untuk selalu siap untuk permainan berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H