Pagi ini dahi saya banyak berkerut. Data-data hasil penelitian Bassok, Latham & Rorem (2016) yang baru saja diterbitkan pada AERA Open begitu memprihatinkan. Hasil penelitian yang dimuat dalam artikel Is Kindergarten the New First Grade? memperlihatkan perubahan paradigma guru tentang pembelajaran di TK. Bassok, Latham & Rorem membandingkan pandangan dan pengalaman guru TK tahun 1998 dengan mereka yang mengajar di tahun 2010. Hasilnya, seperti pada judul diatas, TK hari ini lebih banyak belajar (tentang hal-hal yang bernuansa akademik) ketimbang aktivitas bermain siswa. Pembaca dapat melihat kesimpulan penelitiannya seperti saya salin dari website Edweek.
1. Persepsi guru mengajar di TK
(Lihat pada gambar diatas awal artikel)
[caption caption="Persepsi guru TK"][/caption]
 2. Fokus pembelajaran di TK
[caption caption="Fokus kurikulum"]
3. Kegiatan di dalam kelas
[caption caption="Kegiatan Pembelajaran"]
4. Pendekatan pembelajaran
[caption caption="Pendekatan pembelajaran"]
Di tanah air, dengan kasat mata kita tentu bisa melihat realitas yang "lebih parah" dari hasil penelitian yang saya uraikan diatas. Berapa banyak TK sekarang yang berorentiasi bukan hanya pada kemampuan membaca, tetapi juga kemampuan menulis yang seharusnya tidak dipaksakan dalam pendidikan usia dini. Tujuannya agar lulusan TK sudah mampu dan lancar baca tulis. Wajar bila guru-guru SD kemudian sangat menyukai anak-anak lulusan TK ini, dan "membully" mereka yang tidak pernah mengenyam pendidikan TK.Â
Saya pun merenungi pertanyaan Ken Robinson, dalam presentasinya di TED, "Do schools kill creativity?". Dengan realitas TK hari ini, yang saya yakin juga merepresentasikan pembelajaran di tingkat-tingkat selanjutnya, maka saya pun sepertinya mengiyakan pertanyaan itu, "Ya, sekolah benar-benar membunuh kreativitas anak", sama seperti pendapat Celia Pillai dalam opiinya di koran The Hindu.Â
Sementara negara-negara Eropa mulai mengalami penurunan prestasi akademiknya karena kejenuhan "belajar"; Cina, dengan kurikulum terbarunya mulai mengintegrasikan "seni" dalam kurkulumnya yang "so academic". Tujuannya semata-mata menjadi penyeimbang pembelajaran untuk setiap aspek kognitif dan afektif melalui estetika. Wajar bila kemudian Cina mulai leading dalam dunia pendidikan, dan diramal kembali menjadi kiblat pendidikan.
Lalu bagaimana dengan kita? Masih mumet dengan nilai-nilai di rapor?
Â
Referensi:
Bassok, D., Latham, S. & Rorem, A. (2016). Is Kindergarten the New First Grade. AERA Open, 1(4), pp. 1-31, DOI: 10.1177/2332858415616358.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H