Mohon tunggu...
Herri Mulyono
Herri Mulyono Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di Perguruan Tinggi Swasta Jakarta

Bercita-cita menjadi pribadi sejati yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Website: http://www.pojokbahasa.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buku Sekolah Tidak Ramah Perkembangan Anak

28 Januari 2016   20:13 Diperbarui: 28 Januari 2016   20:31 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gambar: Dokumen pribadi"][/caption]

Permasalahan dalam sistem pendidikan kita sepertinya sangat kompleks, dan, untuk menyelesaikannya bukanlah perkara mudah dan butuh proses. Seperti permasalahan dalam buku teks yang digunakan siswa dalam aktivitas pembelajaran. Mulai dari 'penyimpangan' konten dengan indikasi redikalisme sampai dengan permasalahan isi yang dianggap tidak sesuai dengan norma dan agama yang berlaku di masyarakat. Saya pernah pernuliskan permasalahan tersebut dalam tulisan saya di kompasiana "Mencermati Materi Pendidikan Kita."

Dalam tulisan ini, saya menyoroti permasalahan buku teks yang digunakan oleh siswa, yang bukan hanya bermasalah dalam hal isiya, tetapi penyajian yang menurut saya tidak ramah dengan proses tumbuh dan kembang anak, baik dalam aspek pengetahuan dan psikologis. Khususnya penyajian materi di kelas-kelas dasar seperti kelas 1 Sekolah Dasar.

Penyajian materi pembelajaran dalam buku teks yang berpotensi menjadi kekerasan psikis terhadap anak ini sungguh sangat disesalkan. Dan yang perlu dikhawatirkan adalah ketika guru juga menyajikan materi pembelajaran seperti yang dipresentasikan oleh penulis buku. Bila benar guru mengadopsi gaya penyajian materi penulis buku, maka, alih-alih membantu perkembangan peserta didik, malah guru justru mendestruksi potensi maju yang dimiliki oleh anak didik mereka.

Piaget dan buku sekolah anak kita

Sebelumnya, mari kita mengenal karakteristik (tumbuh kembang) anak usia 6-7 tahun. Dalam Teori Perkembangan Kognitif Piaget, anak usia 6-7 tahun ini tergolong dalam masa pra-operasional, dengan karakteristik: 1) baru belajar menggunakan bahasa dan mempresentasikan sebuah objek melalui objek ataupun kata-kata. 2) Pola berpikrnya masih egosentrik 'ke-aku-an' sehingga sulit menerima pendapat orang lain, dan sulit mengikuti logika. 3) Mampu mengelompokkan benda dengan menggunakan satu kategori saja (Untuk lengkapnya klik link ini http://www.learningandteaching.info/learning/piaget.htm).

Lalu, mari kita ambil salah satu contoh Matematika Kelas 1 SD terbitan Arya Duta. Kebetulan buku ini dipakai di sekolah anak saya. Asumsi yang saya pakai untuk menilai buku ini adalah dengan latar belakang siswa sebagai berikut:

"Anak kelas 1 baru memasuki pendidikan formal, minim kemampuan baca dan tulis, dan olehkarenanya materi pembelajaran (alphabetikan dan numerik) disajikan sesederhana mungkin."

Gambar satu dan dua diatas diambil dari Buku Matematika SD kelas 1 hal 3-4. Pada gambar 1 diatas, kita lihat tujuan pembelajaran serta peta konsep. Asumsinya ditujukan untuk guru. Sayangnya, tidak ada petunjuk/ instruksi untuk siapa materi tersebut ditujukan, dan penggunaan kata 'marilah kita..' seoah-olah materi tersebut ditujukan untuk murid. Bila benar, apa iya siswa kelas satu harus disajikan materi tentang peta konsep? Jangan jauh-jauh berbicara tentang konsep, tentang alfabet saja banyak dari mereka yang belum mengenal.

Mari kita telusuri halaman 4 seperti pada gambar 2. Sangat tampak dalam halaman tersebut penyajian materi yang tidak sistematis. Siswa belum saja dikenalkan dengan angka-angka, namun kemudian penulis mengajak siswa berhitung, dengan angka yang acak. Bukankah ini menyulitkan siswa?

Belum lagi penulis menggunakan bahasa yang cukup kompleks dalam sajian materi, bukan kata-kata sederhana seperti "Yuk, berhitung!", "Mari berhitung". Dan kita tidak tahu sebenarnya kalimat-kalimat kompleks tersebut ditujukan untuk siapa? Ya memang hal ini timbul karena tidak jelas instruksinya, apakah untuk guru agar dia bercerita tentang Rosi Ali dan Ilham? ataukah siswa yang diminta untuk membaca?

Kita harus ingat dengan asumsi diatas, bahwa banyak siswa yang masuk kelas 1 SD masih mengalami keterlambatan dalam membaca dan menulis. Yang lebih memprihatinakan adalah, kita membuka lembar-lembar halaman selanjutnya, pembaca akan melihat betapa kompleksnya penyajian materi oleh penulis, seperti pada gambar fitur artikel ini.

Melirik penyajian materi Miss Bird dan Miss Roony

Sebagai pembanding, mari kita lihat penyajian materi matematika dasar yang sama (konsep angka, dan penjumlahan) oleh Miss Bird (Gambar 4) dan Miss Roony (Gambar 5), guru kelas 1 anak saya ketika studi di SD Inggris. 

Miss Bird sepertinya telah memahami karakteristik perkembangan anak usia 6-7 tahun yang baru saja mempelajari bahasa serta asosiasi simbol bahasa dalam gambar. Pembaca dapat melihat pada gambar 4 diatas, siswa belum dikenalkan dengan penulisan angka 6, atau simbol angka enam. Seperti pada gambar, Miss Bird mencoba memberikan makna enam (dan penjumlahan dua) dengan menggunakan asosiasi gambar segitiga.

Pada gambar 5, tujuan pembelajaran adalah untuk mengenal angka genap dan ganjil. Coba perhatiakan bagaiamana Miss Roony menempatkan angka ganjil diatas, dan angka genap diatas, untuk menuntun logika (pemahaman) siswa tentang dua ide genap dan ganjil. Hal yang sama dapat kita lihat pada bagian bawah lembar kerja siswa. Yang perlu diperhatikan adalah penggunaan gambar untuk mengasosiasikan angka (makna angka). Kita lihat gambar dua buah apel untuk membantu siswa memahami apa makna angka dua.

Yang harus digaris bawahi adalah tindakan Miss Roony ini sesuai dengan Teori Perkembangan Piaget seperti dijelaskan sebelumnya.

Apa yang bisa dipelajari guru

Evaluasi singkat saya memang tidak bisa digeneralisasi untuk setiap buku, karena memang fokus saya hanya pada buku teks yang digunakan oleh anak saya di sekolah milik pemerintah itu. Namun, saya sungguh berharap bahwa guru dapat belajar dari evaluasi sederhana saya, yang saya juga menyadari, bukan sebuah hasil penelitian yang sistematis dan terstruktur (dan juga karena batasan format dan ruang kompasiana bukan ditujukan untuk itu). Khususnya belajar dari penyajian materi oleh dua guru lain sebagai model.

Beberapa hal yang dapat dipelajari guru adalah sebagai berikut:

1. Guru hendaknya menyegarkan kembali ilmu pengetahuan mereka tentang pertumbuhan dan perkembangan anak-anak didik mereka. Khususnya perkembangan kognitif dan metal. 

2. Dengan pengetahuan yang segar tersebut, guru kemudian dapat menilai sendiri, atau bersama dengan kolega untuk mengevaluasi buku teks yang akan digunakan, atau diberikan kepada siswa. Seperti misalnya, membedakan mana buku panduan guru, mana buku kerja siswa. Yang terpenting bahwa guru harus dapat mengenali yang berpotensi menghambat perkembangan anak didik mereka.

3. Penyajian materi untuk level sekolah dasar baiknya dengan menggunakan bahasa yang sederhana, dan menggunakan gambar untuk membantu pemahaman siswa. Belajar matematika tidak melulu harus berbicara tentang angka, tetapi juga bisa melalui simbol untuk mengasosikan makna dari angka yang sedang dipelajari. 

4. Buku yang baik tidak selalu berbicara tentang banyaknya lembar latihan untuk siswa, jika siswa sendiri tidak mengerti tentang pengalaman dari proses belajarnya. Mungkin saja siswa dapat menjawab latihan-latihan dari soal yang diberikan, tapi, saya yakin, tidak semua siswa mampu mengartikan pengalaman pembelajaran mereka dengan makna.

5. Guru harus mampu menolak buku-buku yang tak layak pakai, dengan alasan menghambat perkembangan siswa. Guru harus menutup mata dan telinganya dari iming-iming penerbit buku dengan beragam bentuk perjalanan wisata. Sebagai alternatif, seperti pada contoh Miss Bird dan Miss Roony, Guru dapat menawarkan ide-ide kreatifnya dalam bentuk lembaran-lembaran kerja untuk siswa yang lebih inovatif dan yang terpenting, membantu belajar dan tumbuh kembang siswa disekolah. 

Semoga bermanfaat, 

Salam pendidikan

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun