Dalam sejarah Islam pada dasarnya tidak pernah dikenal Panti Asuhan. Dalam filosofi Islam apabila seorang anak menjadi yatim karena ditinggal ayahnya maka kewajiban memeliharanya juga harta peninggalannya jatuh pada kakeknya, saudara ayahnya dan kakaknya .Karena itu dalam sejarah peradaban Islam tidak pernah dikenal adanya institusi seperti panti asuhan.
Yang sedikit mirip mungkin institusi yang menampung dan merawat budak laki-laki yang umumnya dari kaukasia yang diperjualbelikan sebagai di kota Kaffa Krimea. Para budak anak laki-laki ini dilatih sejak kecil untuk menjadi tentara . Di mulai di era Absyiyah dimana anak laki-laki budak kaukasia ini ditampung lalu dididik dan dilatih menjadi pasukan berkuda elite Mameluk. Bahkan di Mesir pasukan Mameluk ini sempat menumbangkan sultan dan membangun sebuah dinasti.
Di masa Ottoman pasukan budak dari kaukasia ini juga dilakukan dimana mereka ditampung dari kecil untuk dilatih jadi pasukan infantri elite ottoman Janissary yang dilengkapi dengan senapan api. Budak-budak perempuan kecil juga ditampung untuk kemudian dilatih untuk menjadi dayang atau pelayan istana ataupun harem atau selir sultan.
Panti Asuhan awalnya bagian dari biara-biara katholik dimana anak-anak yang ditampung di dalamnya kemudian rata-rata dilatih dan dididik untuk menjadi pastor atau biarawati. Kalangan protestan juga kemudian mengikuti tradisi ini. Panti Asuhan tertua di Turki yaitu Panti Asuhan Prinkipo yang berdiri tahun 1903 dan sempat menampung sampai 5.800 anak dioperasikan oleh Patriakat Ekumenis Konstantinopel yang beraliran kristen yunani ortodox.
Di Indonesia panti-panti asuhan awal didirikan di jaman kolonial Belanda oleh misi Katholik dan Protestan , sebagian lagi didirikan oleh militer untuk merawat anak-anak tentara yang tebrunuh dalam perang.
Kalangan Islam di Indonesia yang memprakarsai pembangunan Panti Asuhan adalah Persyarikatan Muhammadiyah. Dengan semangat ideologi al ma'un para pengurus dan anggota Muhammadiyah diperintahkan oleh K.H Ahmad Dahlan untuk menampung anak-anak yatim di rumah mereka masing.masing. Bahkan ada ungkapan di masa itu untuk jangan mengaku sebagai anggota persyarikatan Muhammadiyah kalau tidak ada anak yatim yang ditampung di rumahnya dan diperlakukan dengan baik.
Muhammadiyah mengambil corak Islam modernis dimana mereka menggabungkan pola keislaman dengan pola modern yang berkembang. Misal saja memperkenalkan sistim sekolah campur dimana murid laki-laki dan perempuan diberi hak yang sama untuk memperoleh pendidikaan dimana mereka belajar di kelas dengan bangku dan guru yang mengajar di depan dengan papan tulis. Sesuatu yang baru di jamannya dimana sistim pendidikan islam di masa itu rata-rata menggunakan metode sorogan atau weton.
Demikian juga halnya dengan Panti Asuhan. Upaya untuk menampung anak-anak yatim di rumah masing-masing pengurus dan anggota Muhammadiyah rupanya tidak berjalan dengan baik. Karena itulah muncul pemikiran untuk membuat panti asuhan seperti yang dilakukan kaum kristen/katholik dimana diharapkan akan tercapai pola pengasuhan dan pendidikan yang lebih baik untuk anak-anak yatim dan terlantar.
Dimulai pada tahun 1915 Muhammadiyah mendirikan majlis  PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) (yang tugas pokoknya adalah  pengelolaan  lembaga-lembaga  sosial  Muhammadiyah  termasuk  penampungan  dan penyantunan terhadap anak yatim dan terlantar.
Setelah berdirinya PKO, kemudian Muhammadiyah merealisasikan  ide  dengan  mendirikan  rumah  yatim  di  Yogyakarta  dibawah  Aisyiyah  enam tahun kemudian. Pada tahun 1921, Panti Asuhan Yatim Aisyiyah Yogyakarta menjadi panti asuhan tertua di Indonesia yang didirikan oleh pimpinan pusat Muhammadiyah (dahulu Hoofbestuur) yaitu KH. Ahmad Dahlan. Panti Asuhan Aisyiyah ini mengasuh dan menyantuni anak-anak yatim piatu putra dan putri.
Barulah di  tahun 1928, ketika Muhammadiyah dibawah kepemimpinan K.H. Ibrahim, panti asuhan dilingkungan Muhammadiyah dibagi menjadi dua bagian yaitu ada yang khusus mengasuh  anak-anak  yatim putra  dan  khusus mengasuh  anak-anak  yatim putri. Dimana pengasuhan anak-anak yatim putra di bawah Muhammadiyah sementara anak-anak yatim putri di bawah Aisyiyah.