Bila saja suatu rumah duka atau rumah titip jenazah ada di kota, Â keluarga berduka dan masyarakat pada umumnya dapat memetik keuntungan:
- Kenyamanan dan ketenangan; anggota keluarga yang berduka akan merasa nyaman ketika berada dalam suasana duka itu. Fasilitas disediakan secara baik karena pengelola rumah duka telah mempelajari konteks budaya mete masyarakat perkotaan, sehingga kebutuhan untuk masa berkabung dapat dicukupkan
- Kehormatan; anggota keluarga yang berduka akan merasakan nilai kehormatan yang diterima ketika para pelayat mendatangi untuk memberikan penghormatan terakhir, turut merasakan duka sekaligus menghibur dan menguatkan. Pelayat akan mendapatkan dan merasakan suasana berkabung dalam mete yang berbeda ketika berada di lingkungan pemukiman padat penduduk
- Rumah duka menawarkan fasilitas layanan yang sekaligus sebagai ruang upacara bila akan memanfaatkannya, kecuali memilih untuk mengupacarakan jenazah di luar rumah duka seperti di gedung gereja.Â
- Dalam hal proses pengadministrasian akan sangat terbantu. Pengelola rumah duka yang profeisonal akan membantu mengurus hal-hal yang dibutuhkan secara administrasi.
- Koordinas upacara penguburan. Pengelola rumah duka akan sangat membantu untuk koordinasi dalam rangka upacara penguburan jenazah termasuk tempat/lokasi penguburan dan proses akhir.Â
- Dalam hal pengaturan lokasi penguburan, rumah duka dapat saja menyediakan lokasi untuk penguburan dengan penataan yang indah dan apik sehingga menjadi tempat yang nyaman ketika berziarah sekaligus berkisah dalam kenangan pada mereka yang dikuburkan di lokasi itu
- Dalam hal  edukasi, secara psikologis anggota keluarga yang berduka dapat saja menerima layanan trauma healing, yakni penyembuhan psikologis akibat kecemasan, kepanikan  dan lain-lain gangguan yang kiranya dapat saja melemahkan fungsi-fungsi organ tubuh.
Dalam hal yang terasa praktis tentulah ada pada pembiayaan. Keluarga berduka menyediakan anggaran untuk menyewa. Bukankah sifat gotong royong masih melekat walau individualisme mulai merambah kehidupan masyarakat perkotaan. Semoga saya keliru dalam observasi.
Masyarakat adat Pah Amarasi mempunyai satu frasa istilah maets ii prenat,, artinya secara harfiah, kematian itu memberi perintah. Maka, tidak mengherankan bila seseorang meninggal dunia di dalam wilayah masyarakat adat Pah Amarasi, kelompok pemangku kepentingan duduk bersama untuk mengurus jenazah yang disebut uismina' ~ tuan minyak. Sang Uismina' lah yang "memberi perintah" agar orang-orang yang masih hidup mengurus sedemikian rupa agar terhormat pada saat upacara penguburan, dan mulialah mereka yang menguruskan secara baik oleh karena terlihat oleh keluarga-keluarga yang datang melayat sekaligus menghibur dan menguatkan.
Para pemangku kepentingan itu antara lain:
Pertama Pemerintah desa/kelurahan yang duduk bersama wakil keluarga duka untuk mengurus:
- Lubang/liang kubur; oleh karena mobilisasi anggota masyarakat untuk menyiapkan lubang kubur dilakukan oleh perangkat desa/dusun
- Mengutus pembawa kabar kedukaan yang disebut haef.
- Mengurus tenda dan perlengkapannya
- Mengurus konsumsiÂ
- Menutup lubang kubur setelah jenazah ditempatkan di dalamnya
- Urusan administrasi Â
Kedua, Institusi keagamaan
- Kesiapan ibadah dalam masa berkabung
- Jadwal upacara penguburan dan upacaranya
Nah, ini terjadi di pedesaan, bayangkanlah hal ini terjadi di kota.
Masyarakat perkotaan telah melek informasi dan lain-lain sehingga kabar kematian seseorang tidak harus disebar dengan mengirim haef. Cukuplah dengan medsos, telepon, pesan WhatsApp dan lain-lain. Sementara hal-hal lain, kerelaan tetangga untuk menyiapkan tenaga dan waktu untuk turut serta dalam suasana duka.Â
 Â
Penutup
Artikel ini hanyalah olah pikir saja. Inspirasi muncul ketika ikut dalam satu acara mete di salah satu sudut kota Kupang. Pemukiman padat penduduk oleh karena berada di perumahan yang disediakan oleh Pengembang. Lalu muncul pertanyaan, mengapa pengembang tidak menyediakan fasilitas umum untuk penghuni perumahan?